
Sragen, Katolikana.com – Kevikepan Surakarta Keuskupan Agung Semarang (KAS) mengadakan kolasi pada hari Kamis (21/8/2025) di Gereja Paroki Santa Perawan Maria Fatima Sragen.
Kolasi diikuti 29 paroki, 1 stasi, dan pendamping komisi-komisi di Kevikepan Surakarta. Tidak kurang dari 180 orang hadir dalam kolasi..
Dari paroki-paroki masing-masing hadir : Romo Kepala Paroki, Romo Vikaris Paroki, Sekretaris DPPH, Ketua Litbang Paroki dan Anggota Tim Sejarah Paroki.
Kolasi dipandu Tim Sejarah KAS Romo Yohanes Gunawan, Pr bersama Tim Sejarah Kevikepan Surakarta Romo Yohanes Dwi Andri Ristanto, Pr dan moderator acara Romo Leonardus Dwi Hananto, Pr.

Refleksi dan Inspirasi Pastoral
Vikep Kevikepan Surakarta Romo Herman Yosep Singgih Sutoro, Pr dalam pengantar acara menyampaikan bahwa kegiatan kolasi didasarkan pada Perayaan 85 Tahun KAS serta mengacu pada Buku Sejarah 85 KAS.
Romo Herman Yosef Singgih Sutoro, Pr. mengungkapkan, melalui kolasi kita belajar bersama menemukan inspirasi-inspirasi pastoral dari Sejarah KAS dan yang terjadi di Kevikepan Surakarta.
“Banyak hal yang bisa dipelajari dari Sejarah Keuskupan dan harapannya paroki-paroki di Kevikepan Surakarta dapat menemukan kebijakan yang bermanfaat bagi pengembangan paroki dan kevikepan,” kata Vikep Surakarta Romo Herman Yosef Singgih Sutoro, Pr.
Sebelum kolasi dimulai Vikep Kevikepan Surakarta, Romo Singgih memperkenalkan para romo baru yang bertugas di Kevikepan Surakarta dan dua orang frater yang menjalani tugas TOP di Kevikepan Surakarta serta memperkenalkan pendamping komisi-komisi di Kevikepan Surakarta.
Saat kolasi penyampaian materi dibagi dalam tiga sesi. Pertama penyampaian narasi secara umum sejarah keuskupan dan dinamika yang menyertai perjalanan sejarah. Sesi ini disampaikan Romo Yohanes Gunawan, Pr.
Kedua materi situasi paroki-paroki dengan analisa yang ditulis Tim Sejarah KAS serta peluang apa saja yang bisa dikembangkan paroki-paroki di Kevikepan Surakarta. Sesi kedua disampaikan oleh
Romo Yohanes Dwi Andri Ristanto, Pr .
Ketiga sesi dialog tanya jawab yang dipandu Romo Leonardus Dwi Hananto, Pr.
Romo Yohanes Gunawan, saat ini menjadi Rektor TOR Jangli Semarang dan salah satu dari 12 Tim Penyusun Sejarah KAS mengawali paparan materi dengan menyampaikan bahwa refleksi tidak hanya berhenti melihat sejarah tetapi bergerak bersama sampai pada apa yang bisa dibuat dan dilakukan paroki secara aplikatif, secara kontekstual untuk pelayanan umat di Kevikepan Surakarta

Hal Khas di KAS
Tahun 2025 KAS merayakan 85 Tahun. Selama 85 tahun ada hal yang khas di keuskupan yang tidak ditemukan di keuskupan lain.
Kekhasan itu misalnya “komuni bathuk” atau berkat di kening, ungkapan “Berkah Dalem”, Aksi Puasa Pembangunan dan adanya prodiakon dalam tugas liturgi.
Hal khusus yang lain adanya tongkat uskup yang dibawa uskup tidak pernah diganti. Siapapun uskupnya tongkat gembalanya sama. Yakni tongkat yang memiliki simbol huruf “C”yang melambangkan Kristus dan Burung Pelikan yang menggambarkan pengorbanan.

Hal ini memberi inspirasi pada paroki untuk memiliki kesediaan siap berkorban. Pengorbanan menjadi warisan berharga pelayanan umat di KAS.
Selanjutnya Romo Yohanes Gunawan menguraikan perjalanan sejarah KAS mulai dari VOC, karya misi perdana, misi di tanah jawa, adanya vikariat keuskupan dan berdirinya Keuskupan Agung Semarang.
Kota Semarang dalam catatan sejarah merupakan kota perdagangan. Muntilan kota pendidikan. Yogyakarta dan Surakarta kota budaya.
Jejak Misi di Jawa, VOC selama 2 abad melarang agama selain Kavinis atau Kristen. Gereja Blenduk merupakan contoh warisan VOC.
Revolusi Perancis dengan semangat liberty, legality dan fraternity memberikan dampak kebebasan beragama termasuk di Hindia Belanda.
Tahun 1807 melalui Batavia agama katolik diperkenalkan di Batavia.
Romo Yohanes Gunawan menarasikan proses masuknya agama di Indonesia oleh Belanda dan karya misi. Selain itu juga menguraikan pergerakan pusat misi “dari Semarang ke Muntilan” termasuk peran Serikat Jesuit di Muntilan melalui pendidikan.

Warisan Uskup KAS
Berikut ini warisan Uskup KAS :
- Mgr. Albertus Soegijapranata warisan 100% Katolik 100% patriot.
- Kardinal Justinus Darmojuwono warisan “Caos dhahar Romo”, APP Prodiakon Paroki.
- Kardinal Julius Darmaatmadja warisan Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang.
- Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo warisan Berbasis data untuk mengubah pastoral berbasis kebiasaan dan kesepakatan. Menerapkan ilmu ilmu modern dalam berpastoral
dan penataan paroki. - Mgr. Johannes Pujasumarta warisan RIKAS (Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang hingga tahun 2035)
- Mgr. Robertus Rubiyatmoko warisan Kevikepan pusat karya pastoral dan penambahan kevikepan kategorial.
Peristiwa Kalibawang
Perkembangan Gereja selain para misionaris, para gembala, kaum biarawan biarawati juga di dukung dengan peran kaum awam. Katekis ikut merawat iman umat. Babtisan Sendangasana 171 orang oleh Romo van Lith dan peran Katekis Bapak Barnabas Sarikrama.
Di Wonosari, katekis Mbah Darmo dengan sepeda onthel dan katekese pangrukti jenasah. Orang Katolik meninggal tidak menakutkan karena jenasah mengenakan pakaian yang pantas. Melalui pewartaan cara ini iman umat di Gunung Kidul bertumbuh.
Sejarah mencatat, Romo van Lith pernah merasa putus asa dalam pewartaan iman. Namun dengan keyakinan pada Kristus dan Roh Kudus yang menjadi formator Gereja Katolik Misi di Tanah Jawa bisa berkembang. Hal ini dicatat dalam sejarah misi dan kehadiran karya tarekat romo, suster dan bruder di Hindia Belanda saat itu.
Gereja dan Misi
Gereja Katolik berkembang karena misi; demikian juga Gereja Katolik Keuskupan Agung Semarang.

Misi dijalankan dengan berani keluar dari kenyamanan diri, bahkan keluar dari diri sendiri. Gereja kita berkembang karena ada para misionaris (imam, suster, buder dan terutama para katekis awam) yang rela keluar dari kenyamanan dirinya untuk mengembangkan Gereja.
Perkembangan Gereja Katolik di KAS juga didukung dengan sikap patriot dari wanita Katolik dan kusuma bangsa.
Tokoh Wanita Katolik dan Pahlawan
Tokoh wanita Katolik yang dicatat KAS adalah R.A. Maria Soelastri Soejadi Sasraningrat. Ia merupakan salah satu lulusan Sekolah Mendut (alumni mencapai 4.400 orang).
Soelastri, adalah adik kandung R.A.J. Sutartinah atau Nyi Hajar Dewantoro, bersama alumni yang lain tergerak untuk memperbaiki nasib dan taraf hidup perempuan. Mereka memperjuangakan serta menegakkan harkat dan martabat perempuan.
Gerakan ini menjadi “roh” keberadaan dan perjuangan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), yang didirikan pada 26 Juni 1924 dengan nama “Poesara Wanita Katholiek.”
Pahlawan Nasional
- Agustinus Adisoetjipto
- Ignatius Slamet Rijadi
- Yosaphat Soedarso
- Ignatius Joseph Kasimo
Hendrowahyono.
Sementara itu pada sesi kedua Romo Yohanes Dwi Andri Ristanto, Pr memaparkan model-model kemunculan paroki.
Karya-karya pendidikan, kesehatan, sosial merupakan pilar dalam gerak dinamika pertumbuhan Gereja KAS. Melalui karya-karya itulah wajah Gereja Katolik semakin dikenali masyarakat “Ketara lan ketampa”. Bagaimanapun dinamika pertumbuhan Gereja KAS itu terutama melalui pelayanan paroki atau tidak pernah terlepas dari kehadiran paroki.
Kerjasama antara para misionaris dan katekis dalam pengertian yang amat luas merupakan pilar yang tidak boleh dipisahkan.
Secara sederhana boleh dikatakan bahwa untuk memahami gerak dinamika Gereja KAS, paroki bisa bercermin pada perkembangan paroki-paroki yang ada di KAS.
Model Paroki
Romo Andri dalam paparan juga menyampaikan beberapa model paroki menurut Tim Sejarah KAS. Model tersebut yaitu:
- Paroki sebagai perwujudan“wajah Gereja”: Muntilan, Boro, Ambarawa, Purbayan.
- Paroki cermin pertumbuhan “karya pendidikan” : Purbayan, Klaten, Wonosari, Temanggung, Ungararan.
- Paroki sebagai “strategi misi”: Randusari/Katedral, Karanganyar, Ngablak, Sukoharjo, Kendal.
- Paroki “tata-kota”: Banyumanik, Minomartani, Palur.
- Paroki “kategorial”: Mikael Panca Arga, Mikael Pangkalan
- Paroki “tradisional”: Klaten (GMA), Delanggu (Jombor, Cawas; Wedi (Gondang, Dalem, Bayat); Kebonarum; Ketandan.
Di mana darah daging kultur kekatolikan?
Salah satu pertanyaan yang muncul saat kolasi tentang kultur kekatolikan Gereja Katolik.
Romo Gunawan menyampaikan jawaban bahwa kultur kekatolikan terletak pada lima pilar tugas Gereja yaitu liturgia (perayaan iman), kerygma (pewartaan), koinonia (persekutuan), diakonia (pelayanan), dan martyria (kesaksian).
Paroki-paroki bisa merawat dan mengembangkan sebagai darah daging dan mengkonkritkan lima tugas Gereja, membuat prioritas sesuai situasi kondisi dan kebutuhan yang ada.
Misalnya di Paroki Danan ada Gua Maria Sendang Ratu Kenya. Bagaimana pastoral di Danan Wonogiri mencoba menghidupkan roh semangat ciri khas paroki. Menjadi potensi yang dikembangkan sebagai tempat ziarah.
Strategi pendahulu dalam bermisi yang bisa diwarisi dengan pendekatan “srawung” membangun semangat persaudaraan. Membaur dengan masyarakat. Seperti Romo van Lith belajar budaya Jawa, bergaul dengan para Kiai. Membaur dengan multi budaya dan multi etnis.
Selain itu strategi misi menggunakan strategi pendidikan baik pendidikan dalam keluarga, pendidikan sekolah formal dan pendidikan di gereja.
Selain itu melalui pendekatan sosial ekonomi masuk dalam situasi umat. Hal lain yang perlu disadari bersama semangat militansi. Berjuang, optimis dan berpengharapan.
“Dalam Tuhan, dalam iman pasti ada jalan keluar. Para misionaris, katekis, tokoh wanita dan para pahlawan Katolik telah menunjukkan hal militansi dan daya juang ketangguhan,” ungkap Romo Gunawan.
Usulan bagi Tim Sejarah KAS
Pada saat kolasi muncul usulan untuk merekonstruksi data-data sejarah KAS sehingga bisa menjadi peta pemahaman refleksi sejarah dan menimba inspirasi dari sejarah misi.
Selain itu sejarah KAS perlu disebarluaskan melaui narasi-narasi yang bisa dibagikan sebagai bagian mengenal sejarah keuskupan dalam formatio iman berjenjang dan berkelanjutan.
Dua usulan yang diungkapkan di terima Romo Gunawan untuk menjadi bahan pengembangan penulisan sejarah KAS dan penyediaan modul misalnya sejarah KAS dimasukkan pada persiapan penerimaan Sakramen Krisma sehingga tumbuh semangat pewartaan.


Katekis di Paroki Kleco, Surakarta