Cermin Sabda Bahagia: Teladan Hidup Sederhana Mgr Pius Datubara Sang Gembala Batak Pertama

0 7

Medan, Katolikana.com – Keuskupan Agung Medan diselimuti duka mendalam sekaligus rasa syukur yang meluap.

Uskup Agung Emeritus Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara, OFMCap., sang gembala penuh kasih, telah dipanggil pulang pada Jumat (17/10/2025) di usianya yang ke-91 tahun. Kepergiannya bukan hanya menyisakan air mata, tetapi juga warisan spiritual yang terukir jelas dalam hati umat.

Di tengah suasana hening Katedral Medan, Misa Requiem yang dipimpin Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap., menjadi persembahan cinta dan harapan. “Kematiannya menyadarkan kita bahwa hidup kita ada dalam Tuhan,” ujar Mgr. Kornelius, menegaskan keyakinan akan Kristus yang telah mengalahkan maut.

Sabda Bahagia yang Menjadi Wajah Kristus

Mgr. Kornelius dalam homilinya mengajak umat untuk tidak hanya berduka, tetapi juga bersyukur atas hidup Mgr. Pius Datubara, seorang bapa, sahabat, dan gembala yang telah memberikan hidupnya sepenuhnya bagi Gereja dan umat Allah di Keuskupan Agung Medan.

Inti dari kenangan tentangnya terangkum dalam “Sabda Bahagia.”

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah… Lembut dalam hati, haus akan kebenaran, penuh belas kasih dan membawa damai. Itulah yang boleh kita teladani dari hidup Mgr. Pius. Ia telah menapaki jalan bahagia yang diajarkan Kristus, bukan kebahagiaan dangkal, tetapi kebahagiaan yang berakar pada kasih dan pengorbanan.”

Dalam diri Mgr. Pius, Sabda Bahagia bukan sekadar nasihat moral, melainkan sebuah potret hidup. Beliau dikenal sebagai pribadi yang menjalani semangat kemiskinan Fransiskan secara nyata. Hidupnya sederhana, tidak pernah menimbun harta, dan selalu siap membagikan apa pun yang ia miliki—bahkan dalam kemurahan hati yang kadang dimanfaatkan orang lain.

“Monsinyur Pius adalah pecinta kemiskinan yang menaruh hati kepada orang miskin, seorang pribadi bersahaja yang tidak dibuat-buat tetapi yang meluap dari kedalaman diri dan seorang yang rendah hati,” kenang Mgr. Kornelius.

Pembawa Damai dan Jembatan Antar Umat

Sebagai seorang Uskup dan Fransiskan, Mgr. Pius juga dikenang sebagai pembawa damai sejati. Ia aktif membangun jembatan persaudaraan antar-agama, memajukan dialog, dan mendorong Gereja menjadi tanda persaudaraan sejati di tengah bangsa yang majemuk.

Damai yang ia bawa bukan melalui kata-kata keras, tetapi melalui keramahan, kesediaan mendengarkan, dan sikap rendah hati. Kehadirannya telah menjadi berkat tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi bagi siapa pun yang mengenalnya di Keuskupan Agung Medan dan Gereja di Indonesia secara luas.

Mgr. Pius Datubara merupakan sosok bersejarah bagi Gereja lokal. Lahir pada tahun 1934 di Lawe Bekung, Aceh Tenggara, ia adalah Uskup dan Uskup Agung pertama dari suku Batak, sebuah penanda penting bagi pertumbuhan Gereja Katolik di Sumatera Utara.

Sejak ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1964 dan menjadi Uskup Agung pada tahun 1976 hingga pensiun tahun 2009, ia memimpin pertumbuhan iman, persaudaraan, dan pelayanan sosial.

Di akhir homilinya, Uskup Agung Kornelius menutup dengan penghormatan penuh cinta, yang mewakili suara ribuan umat: “Selamat istirahat dalam damai Mgr. Pius Datubara. Terima kasih atas hidup, cinta, dan kesetiaan-Mu. Semoga terang Kristus kekal bersinar atas-Mu selama-lamanya.”

Warisan Mgr. Pius Datubara bukan terletak pada gelar-gelar gerejawi, melainkan pada keteladanannya dalam menjalani setiap kata dari Sabda Bahagia. Umat beriman kini menapaki hari-hari tanpa kehadirannya, tetapi bertekad untuk meneruskan teladan kasih, kerendahan hati, dan upaya damai yang telah ia tanamkan. (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.