Jakarta, Katolikana.com — Paroki St. Aloysius Gonzaga Cijantung, melalui Seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK), sukses menyelenggarakan Diskusi Publik krusial bertajuk “Urgensi Perlindungan Bagi Saksi dan Korban Dalam Menjawab Tantangan dan Fenomena Kekerasan”.
Acara ini merupakan sinergi dan kepedulian yang terjalin erat dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia, bertempat di Aula Sta. Maria Lantai 1 Gereja Cijantung, Sabtu (18/10/2025).

Dorong Budaya Kasih dan Ruang Aman
FA Joko Purnomo, Ketua Seksi HAAK Paroki Cijantung, menjelaskan bahwa diskusi ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak saksi dan korban, serta mengenalkan mekanisme perlindungan yang disediakan negara melalui LPSK.
“Seksi HAAK Paroki Cijantung terpanggil untuk bekerjasama dengan LPSK agar umat dan masyarakat memahami bahwa mereka tidak sendirian, ada payung hukum dan lembaga yang menjamin keamanan mereka untuk berani berbicara,” ujar Joko Purnomo.
Pastur Kepala RP. Robertus Ndajang, CSsR, dalam sambutannya, mengapresiasi kerja sama ini. Ia menegaskan tema diskusi ini relevan dan sejalan dengan nilai-nilai yang dipromosikan Keuskupan Agung Jakarta, termasuk PPADR (Protokol Perlindungan Anak dan Dewasa Rentan).
Diharapkan, acara ini mampu mendorong gerakan nyata budaya kasih yang menghormati Hak Asasi Manusia, menjadikan Gereja tempat yang aman dan nyaman.

LPSK sebagai Instrumen Politik Berwajah Etis
Diskusi menghadirkan dua narasumber utama: Sri Suparyati (Wakil Ketua LPSK RI) dan Romanus Ndau (Akademisi), dengan GM. Eko Wahyudono (Pegiat HAAK Paroki Cijantung) sebagai moderator.
Sri Suparyati memaparkan secara mendalam peran LPSK sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban.
Perlindungan ini mencakup berbagai bentuk, mulai dari perlindungan fisik, prosedural, hingga fasilitasi pemenuhan hak-hak seperti restitusi dan kompensasi. Tujuannya adalah memastikan saksi/korban merasa aman saat memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana.

Sementara itu, Romanus Ndau memberikan pendasaran teoritis, menyebut kehadiran LPSK sebagai perintah konstitusi untuk melindungi segenap warga dari kekerasan.
Menurutnya, LPSK menjadi instrumen untuk mewujudkan politik berwajah etis, jalan mewujudkan kebaikan dan kebenaran, serta terhindar dari kekerasan dan ketidakadilan.
Diskusi mencatat antusiasme tinggi dari peserta yang terdiri dari perwakilan lingkungan, komunitas gereja, pegiat HAAK Dekenat Jakarta Timur, dan masyarakat umum. Sesi tanya jawab banyak menyoroti kasus-kasus kekerasan yang aktual.
Acara ditutup dengan komitmen bersama antara Paroki Cijantung dan LPSK untuk terus mengedukasi masyarakat dan membuka pintu konsultasi bagi warga yang membutuhkan informasi atau ingin mengajukan permohonan perlindungan. (*)
Kontributor: Beny Wijayanto, Seksi HAAK Paroki Cijantung

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.