Sugapa, Katolikana.com — Tepat 13 tahun lalu, pada 4 Desember 2012, Noken resmi ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda yang Memerlukan Perlindungan Mendesak di Paris, Prancis.
Pada peringatan tahun ini, Kamis (4/12/2025), Titus Pekei, inisiator Noken ke UNESCO, menyampaikan refleksi mendalam dari Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.
Di tengah situasi wilayah yang kerap dilanda ketegangan, Titus menyerukan agar peringatan ini menjadi momentum untuk mengakhiri konflik bersenjata. Ia menegaskan bahwa perang identik dengan “merobek Noken kehidupan” dari tanah Intan Jaya.
“Dari Tanah Sugapa, Intan Jaya, wilayah yang hingga kini masih dilanda konflik, Noken hadir sebagai seruan moral untuk mengakhiri perang dan kekerasan. Masa depan yang damai hanya dapat terwujud apabila senjata diturunkan dan dialog dibuka,” ujar Titus Pekei dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/12/2025).
Simbol Kehidupan dan Perdamaian
Titus menjelaskan bahwa Noken bukan sekadar tas atau warisan budaya benda semata. Noken mengandung filosofi kehidupan, perdamaian, dan persatuan. Ia menyebut Noken sebagai “rahim kedua” yang mengajarkan nilai kasih sayang dan perlindungan.
“Tahun 2025 dan tahun-tahun mendatang harus menjadi era baru perdamaian. Kami menyerukan pesan damai dari Tanah Sugapa kepada komunitas dunia. Kita harus memilih rekonsiliasi daripada kekerasan,” tegasnya.
Peringatan ini juga menjadi pengingat akan keragaman suku di Papua yang disatukan oleh budaya Noken. Titus menyapa dengan berbagai salam adat—mulai dari Salam Ombo, Agiya, Men, hingga Inoken—untuk menegaskan bahwa Noken adalah identitas kolektif dari pesisir hingga pegunungan Papua.

Menjaga Martabat dan Alam
Selain seruan damai, HUT Noken ke-13 juga menyoroti pentingnya menjaga ekosistem. Menurut Titus, merawat Noken berarti merawat hutan Papua.
“Serat alam yang menjadi bahan dasar Noken adalah bagian dari ekosistem. Menjaga Noken berarti menjaga hutan, sungai, dan seluruh sumber daya yang menopang kehidupan Papua,” jelasnya.
Ia juga menekankan aspek pemberdayaan ekonomi bagi para perajin, khususnya mama-mama Papua.
Pengakuan UNESCO dinilai telah mengangkat martabat orang Papua di mata dunia, membuktikan bahwa budaya yang lahir dari hutan adat memiliki kapasitas menginspirasi dunia tentang keberlanjutan.
Harapan Masa Depan
Menutup refleksinya, Titus mengajak generasi muda Papua untuk melihat Noken bukan sekadar suvenir, melainkan jati diri yang memuat nilai kerja keras dan tanggung jawab sosial.
“Selama Noken tetap dirajut, nilai-nilai Papua akan terus hidup. Stop merobek kehidupan dan kekeluargaan. Mari bangun masa depan yang adil, beradab, dan saling menyelamatkan sebagai sesama manusia,” pungkasnya. (*)
Kontributor: Titus Pekei
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.