Pohon Natal Vatikan: Cahaya Harapan dan Pesan Abadi untuk Bumi

0 165

Oleh T.H. Hari Sucahyo

Katolikana.com—Di jantung pusat Gereja Katolik, Lapangan Santo Petrus, sebuah tradisi ikonik berdiri menjulang setiap akhir tahun. Pohon Natal Vatikan, yang kini menjadi pemandangan yang dinanti jutaan pasang mata, sesungguhnya berawal dari sebuah momen sederhana namun penuh kehangatan pada tahun 1982.

Kala itu, Paus Yohanes Paulus II—Paus pertama asal Polandia yang dikenal sangat mencintai tradisi rakyat—menerima hadiah istimewa.

Seorang petani dari tanah kelahirannya membawa sebatang pohon cemara melintasi batas-batas negara menuju Roma.

Pohon itu bukan sekadar dekorasi; ia adalah simbol cinta, harapan, dan ikatan spiritual yang melampaui sekat geografis.

Dari hadiah tulus seorang petani itulah, sebuah tradisi internasional lahir. Sejak saat itu, memberikan pohon Natal kepada Paus menjadi kehormatan besar.

Berbagai negara dan wilayah di Eropa kini bergantian menyumbangkan pohon terbaik mereka untuk berdiri megah di samping Basilika.

Proses pemasangan pohon Natal setinggi 25 meter dari Provinsi Bolzano, bagian utara Italia. Foto: Vatican News

Menjembatani Tradisi Lama dan Baru

Sebelum tradisi ini dimulai, Vatikan sebenarnya tidak memiliki kebiasaan resmi memasang pohon Natal. Fokus utama perayaan selalu terpusat pada palungan atau “presepe”.

Tradisi ini berakar kuat pada abad ke-13, saat St. Fransiskus dari Assisi memperkenalkan palungan hidup untuk menggambarkan kesederhanaan kelahiran Kristus.

Ketika Paus Yohanes Paulus II memperkenalkan pohon Natal ke dalam lanskap Vatikan, ia seakan sedang merajut jembatan antara tradisi lama dan baru.

Jika palungan melambangkan kerendahan hati Allah yang menjadi manusia, maka pohon Natal melambangkan harapan yang tetap menghijau, bahkan di tengah dinginnya musim dingin kehidupan. Kehadirannya menambah lapisan makna tanpa menghapus akar asalnya.

Pesan Ekologis dari Bolzano

Tahun ini, kehormatan itu jatuh kepada Provinsi Bolzano di Italia Utara. Sebatang pohon setinggi 25 meter dari kawasan Val d’Ultimo, Tyrol Selatan, berdiri anggun di Lapangan Santo Petrus. Namun, di balik keindahannya, pohon ini membawa misi penting: tanggung jawab ekologis.

Uskup Bolzano-Bressanone, Mgr. Ivo Muser, menjelaskan bahwa penebangan pohon ini bukanlah tindakan merusak alam. Sebaliknya, ini adalah bagian dari praktik pengelolaan hutan yang cermat.

Di wilayah Tyrol Selatan, reboisasi dan perawatan hutan adalah bagian dari pola pikir dan kebudayaan yang sudah mapan selama berabad-abad.

“Penebangan seperti ini merupakan strategi perawatan aktif untuk menjaga kesehatan hutan dan memastikan ekosistem berkembang secara seimbang,” tegas Mgr. Muser.

Untuk setiap pohon yang ditebang, bibit baru ditanam. Pohon di Vatikan tahun ini adalah duta dari masyarakat yang berkomitmen merawat bumi bagi generasi mendatang.

Siklus Kehidupan yang Tak Terputus

Nilai keberlanjutan ini terus berlanjut bahkan setelah musim Natal usai. Pohon raksasa ini tidak akan berakhir di tempat pembuangan. Cabang-cabangnya akan diproses untuk diekstrak menjadi minyak esensial oleh perusahaan Wilder Naturprodukte di Austria.

Sementara itu, kayu yang tersisa akan disumbangkan kepada organisasi amal untuk didaur ulang. Dengan cara ini, sang pohon menjalani siklus hidup penuh yang menghormati prinsip-prinsip lingkungan hidup—sebuah langkah nyata yang selaras dengan pesan Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si’ tentang perawatan “Rumah Kita Bersama”.

Menatap ke Atas, Berakar ke Bumi

Saat malam tiba dan lampu-lampu kecil mulai menyala, Lapangan Santo Petrus berubah menjadi ruang kontemplatif yang memancarkan kedamaian.

Di tengah dunia yang penuh dinamika, konflik, dan ketidakpastian, pohon ini mengingatkan bahwa terang Natal tidak pernah benar-benar padam.

Paus Yohanes Paulus II pernah memberikan pelajaran spiritual yang mendalam tentang pohon ini: ia menjulang tinggi ke atas seolah menunjuk pada harapan yang lebih tinggi kepada Tuhan, namun akarnya tetap tertanam kuat di bumi.

Ini adalah pengingat bagi setiap manusia bahwa hidup kita bergerak dalam dua dunia—dunia iman dan dunia keseharian—yang harus berjalan berdampingan.

Kini, lebih dari empat dekade sejak hadiah pertama dari Polandia itu tiba, pohon Natal Vatikan tetap berdiri sebagai simbol kesederhanaan dan persatuan.

Ia bercerita tentang persahabatan antarbangsa, tanggung jawab moral terhadap alam, dan sebuah keyakinan bahwa dari tindakan kecil yang tulus, dapat tumbuh tradisi besar yang menghangatkan hati jutaan orang di seluruh penjuru dunia. (*)

Penulis: T.H. Hari Sucahyo, Umat Gereja Santo Athanasius Agung, Paroki Karangpanas Semarang

Leave A Reply

Your email address will not be published.