
Vatikan, Katolikana.com — Seruan tegas para Uskup dari Provinsi Gerejawi Ende, Indonesia, untuk melakukan pertobatan ekologis dan memperjuangkan keadilan sosial diberitakan secara internasional oleh Vatican News melalui artikel berjudul “Indonesian bishops urge ecological conversion and social justice in Lenten message.”
Pesan ini disampaikan dalam Surat Gembala Prapaskah 2025, yang mengajak umat Katolik di Flores, Lembata, dan Denpasar untuk merenungkan dan menjawab tantangan besar zaman ini—terutama kerusakan lingkungan, ketimpangan sosial, dan persoalan kemanusiaan.
Seruan tersebut merupakan hasil refleksi dan disermen para uskup dalam Sinode Tahunan Provinsi Gerejawi Ende, yang digelar pada 10–13 Maret 2025 di Seminari Tinggi St. Petrus, Ritapiret, Maumere, Flores.
Surat pastoral ini ditandatangani oleh:
- Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD (Uskup Agung Ende)
- Mgr. Silvester San (Uskup Denpasar)
- Mgr. Fransiskus Kopong Kung (Uskup Larantuka)
- Mgr. Siprianus Hormat (Uskup Ruteng)
- Mgr. Edwaldus Martinus Sedu (Uskup Maumere)
- Mgr. Maksimus Regus (Uskup Labuan Bajo)
Dengan mengutip Yohanes 10:10, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan,” para uskup mengajak lebih dari dua juta umat Katolik yang mereka layani untuk melakukan pertobatan yang berakar pada nilai-nilai Injil dan diwujudkan dalam aksi nyata demi kehidupan bersama.
Menyuarakan Ekologi dan Keadilan bagi Kaum Miskin
Dalam suratnya, para uskup menyoroti persoalan pengembangan energi panas bumi (geothermal) yang tengah berlangsung di wilayah Flores dan Lembata—wilayah dengan kondisi geografis yang unik dan sumber daya air yang terbatas.
Meski mendukung pembangunan dan kemajuan, para uskup memperingatkan bahwa eksploitasi sumber daya alam yang tidak bijak dapat membahayakan lingkungan, ketahanan pangan, keseimbangan sosial, dan keberlanjutan budaya masyarakat lokal.
Sebagai alternatif, para uskup mengusulkan penggunaan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, seperti tenaga surya, yang lebih sesuai dengan konteks lokal dan sejalan dengan semangat Laudato Si’ dari Paus Fransiskus.
“Visi untuk Flores dan Lembata bukanlah eksploitasi, melainkan pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada kekayaan pertanian, kelautan, dan warisan budaya,” tulis para uskup.
Melawan Perdagangan Manusia dan Ketidakadilan Sosial
Surat pastoral juga menyuarakan keprihatinan atas perdagangan manusia, terutama yang melibatkan perempuan dan anak-anak. Para uskup menyebutnya sebagai “luka mendalam bagi kemanusiaan” dan mendorong tanggapan terpadu dari semua elemen—pemerintah, masyarakat sipil, tokoh agama, dan adat.
Terkait stunting anak, para uskup menekankan bahwa ini bukan hanya soal gizi, tetapi juga masalah keadilan sosial. Mereka menyerukan edukasi yang masif dan program gizi terpadu, terutama untuk keluarga rentan. “Setiap anak berhak atas makanan, kasih sayang, dan martabat,” tegas mereka.
Menjaga Ketahanan Pangan dan Masa Depan Pedesaan
Para uskup juga menyuarakan keprihatinan atas ancaman terhadap ketahanan pangan akibat penyakit tanaman dan hewan seperti flu babi. Mereka mendorong intervensi berbasis ilmu pengetahuan dan dukungan terhadap pertanian berkelanjutan serta peningkatan kesejahteraan petani dan peternak.
“Kelestarian tanah kita terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat kita,” tulis mereka, seraya mendorong kebijakan publik yang berpihak pada pembangunan pedesaan dan keadilan ekologis.
Mengundang Pertobatan dan Tindakan Nyata
Mengutip dokumen pastoral Federasi Para Uskup Asia (FABC) tahun 2025, para uskup menyatakan bahwa harapan kristiani harus diwujudkan dalam aksi pemulihan ciptaan dan penyembuhan luka dunia. Mereka mengajak seluruh umat Katolik dan semua orang berkehendak baik untuk menjadi pemelihara ciptaan dan pembela kaum kecil.
Dalam semangat Prapaskah, mereka menegaskan bahwa pertobatan sejati harus diwujudkan secara personal maupun komunal melalui doa, puasa, dan amal kasih, sehingga Kabar Gembira benar-benar berakar dalam kehidupan bersama.
“Supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” Seruan para uskup ini bukan sekadar panggilan untuk refleksi, tetapi undangan untuk bertindak—bersama, demi dunia yang lebih adil, lestari, dan penuh harapan. (*)
Pastor Postinus Gulö, OSC adalah penulis buku: “Kasus-Kasus Aktual Perkawinan: Tinjauan Hukum dan Pastoral” (Penerbit Kanisius, tahun 2022). Kini, mahasiswa Doktoral Hukum Gereja di Pontificia Universitá Gregoriana, Roma, Italia.