
Jakarta, Katolikana.com — Gelombang penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang TNI terus meluas. Kali ini, sekelompok ibu yang menamakan diri Suara Ibu Indonesia turun ke jalan menyuarakan keprihatinan dan dukungan terhadap mahasiswa yang menjadi korban represi aparat dalam demonstrasi menolak revisi UU TNI.
Aksi damai ini digelar di depan Gedung Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta, Jumat (28/3/2025), sebagai bentuk solidaritas terhadap mahasiswa dan seruan moral agar Presiden Prabowo Subianto membatalkan UU TNI yang telah disahkan DPR pada Kamis, 20 Maret 2025 lalu.
Menurut Avianti Armand, arsitek dan penulis yang menjadi salah satu penggagas gerakan ini, Suara Ibu Indonesia lahir dari dua keprihatinan utama: perlindungan terhadap anak-anak mereka yang menjadi mahasiswa dan sedang memperjuangkan masa depan, serta penolakan terhadap UU TNI yang dianggap membuka ruang kembalinya dwifungsi militer seperti masa Orde Baru.
“Kami ingin melindungi anak-anak kami yang berdemo dari kekerasan aparat, dan menolak akar persoalannya: pengesahan UU TNI itu sendiri,” ujar Avianti.
Seruan Kritis
Sejak wacana revisi UU TNI bergulir, berbagai aksi penolakan mahasiswa dan masyarakat sipil diwarnai dengan tindakan represif aparat. Bentuk kekerasan dilaporkan terjadi di berbagai kota, termasuk Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Malang. Para ibu yang tergabung dalam Suara Ibu Indonesia menyebut bahwa tindakan ini telah “melampaui batas nurani.”
Dalam aksinya, para ibu menyuarakan penolakan terhadap gagasan dwifungsi TNI dan menuntut agar institusi militer tetap berada dalam kerangka tugas pertahanan negara, sebagaimana diatur dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004.
Budayawan dan Guru Besar Universitas Indonesia, Melani Budianta, turut berorasi dan mengungkapkan bahwa anaknya 27 tahun lalu juga pernah turun ke jalan menolak dwifungsi TNI. Kini, sebagai nenek, ia merasa terpanggil untuk turun kembali karena kondisi sosial yang memprihatinkan.
Sementara itu, Sulistyowati Irianto, Guru Besar Fakultas Hukum UI, menegaskan bahwa Indonesia berkali-kali berhasil keluar dari krisis berkat gerakan mahasiswa yang menjadi motor perubahan.
Warisan Gerakan Perempuan untuk Demokrasi
Aksi ini terinspirasi oleh gerakan Suara Ibu Peduli pada tahun 1998, serta Gerakan Kamisan yang telah konsisten berlangsung selama 18 tahun, diprakarsai oleh Sumarsih Maria, ibu dari korban Tragedi Semanggi, Bernardinus Realino Normandius Wawan.
Filsuf dan aktivis perempuan Karlina Supelli menyambut baik inisiatif ini. Ia menegaskan bahwa kehadiran para ibu di jalan adalah tanda adanya kondisi genting yang tidak bisa lagi dibiarkan.
“Naluri keibuan membuat perempuan bersedia ‘pasang badan’ ketika anak-anak mereka berada dalam bahaya. Jika ibu-ibu sudah turun ke jalan, artinya ada situasi kritis yang memaksa mereka bertindak,” ungkap Karlina.
Tuntutan dan Harapan
Dalam pernyataan yang dibacakan dan disebarluaskan kepada publik, para ibu menegaskan bahwa mereka tidak akan melarang anak-anak mereka memperjuangkan demokrasi. Mereka menuntut penghentian kekerasan terhadap mahasiswa, pembatalan UU TNI, serta penolakan terhadap RUU Polri.
Tuntutan Suara Ibu Indonesia:
- Stop kekerasan terhadap mahasiswa.
- Batalkan UU TNI. Tolak RUU Polri.
- Kembalikan TNI ke fungsi pertahanan, dan Polri ke fungsi perlindungan masyarakat.
Mereka juga menyerukan agar aparat tidak lagi menyerang tim medis, tidak melakukan penghilangan paksa, dan tidak mengulangi sejarah kelam pelanggaran HAM di masa lalu.
Aksi tersebut ditutup dengan menyanyikan lagu Ibu Pertiwi dan Bagimu Negeri, menarik perhatian masyarakat sekitar kawasan Sarinah. Suara Ibu Indonesia menegaskan bahwa ini baru awal dari gerakan mereka, dan aksi-aksi selanjutnya akan dilakukan secara kolaboratif bersama komunitas dan organisasi masyarakat sipil.
“Kami berharap kehadiran kami menggugah ibu-ibu lain di seluruh Indonesia untuk bersuara, bergabung, dan memperluas gerakan moral ini,” pungkas Avianti. (*)

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.