Stasi Santo Gabriel Tangkahan Berombang: Dari Gedek ke Gereja Kokoh
Perjalanan Iman Umat Stasi Santo Gabriel Tangkahan Berombang

0 5

Labuhan Batu Utara, Katolikana.com – Jalan tanah yang licin saat hujan dan berdebu saat kemarau sudah biasa dilalui umat Stasi Santo Gabriel Tangkahan Berombang.

Letaknya di Desa Sei Penggantungan, Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara, berjarak enam jam perjalanan bermotor dari Paroki induk Santo Mikael Tanjung Balai. Meski terpencil, api iman di stasi kecil ini tetap menyala.

Dari rosario sederhana

Kisah umat Stasi Santo Gabriel dimulai pada 1977. Beberapa keluarga Katolik pendatang dari Samosir dan Tapanuli berkumpul di rumah J. Sitinjak dan M. br. Tamba. Dipimpin K. Simanjuntak, mereka menggelar doa Rosario sederhana. Doa inilah yang menjadi cikal bakal hidup menggereja di wilayah perkebunan yang subur ini.

Setahun kemudian, umat dengan penuh semangat gotong royong membangun gereja pertama. Bahannya sederhana: dinding dari gedek (anyaman bambu), atap nipa, lantai tanah. Gereja bambu itu menjadi tempat misa perdana yang dipimpin Pastor Gianluca Varalta, SX.

Namun, saat misa pertama berlangsung, angin kencang membuat umat tak nyaman. Pastor Gianluca bertekad: rumah doa ini harus lebih kokoh.

Kondisi Gereja Stasi Santo Gabriel Tangkahan Berombang

Dari bambu ke kayu

Pada 1982, berkat sumbangan umat dan dukungan pastor, berdirilah gereja kayu beratap seng. Lebih kuat, meski tantangannya tetap besar. Jalan menuju stasi sulit dilalui. Tak jarang para imam atau katekis yang datang terjatuh di jalan tanah yang becek.

Tetapi semangat umat tak pernah padam. Jumlah mereka memang kecil, kini hanya 21 kepala keluarga (data BIDUK 2020), namun kehausan akan iman terasa jelas. Anak-anak SEKAMI rajin menghafal doa, mempelajari sakramen, dan Sepuluh Perintah Allah. Para bapak-ibu pun selalu aktif bertanya, mencari pemahaman lebih dalam tentang iman.

“Setiap kali pastor datang, suasananya meriah. Umat tidak hanya ikut misa, tapi juga belajar, berdiskusi, dan saling menguatkan,” tutur seorang umat.

Gereja yang menua

Empat dekade lebih berlalu. Gereja kayu itu kini menua: atap bocor, dinding rapuh, lantai rusak. Namun semangat umat bertahan. Pada 30 Agustus 2025, mereka menorehkan babak baru: peletakan batu pertama gereja baru, dipimpin Pastor Apolinaris V. Tarut, CMF.

Dalam homilinya, Pastor Apolinaris mengingatkan sabda Yesus kepada Petrus: “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku.” (Mat 16:18-19). Baginya, pembangunan gereja ini bukan sekadar mendirikan bangunan, tetapi tanda kesetiaan umat yang terus berjuang bersama.

Gotong royong dan pengharapan

Ketua Dewan Pastoral Stasi, Rusmawati Rida br. Nababan, mengajak umat dari serayon lain dan pemerintah setempat ikut mendukung. “Ini bukan hanya tugas panitia, tapi tanggung jawab kita bersama sebagai tubuh Kristus,” ujarnya.

Dari generasi ke generasi, umat di Tangkahan Berombang sudah terbiasa bergotong royong. Sejak gedek bambu hingga kayu beratap seng, dan kini menuju bangunan baru yang lebih layak, semuanya lahir dari kebersamaan.

Peletakan batu pertama untuk gedung gereja yang baru oleh RP. Apolinaris V. Tarut, CMF dan KDPS Tangkahan Berombang Ibu Rida Br. Nababan.

Jejak iman yang sederhana

Perjalanan umat Stasi Santo Gabriel Tangkahan Berombang adalah kisah tentang iman yang bertahan dalam keterbatasan. Di tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota, umat setia merawat api keyakinan.

Semangat mereka menghidupkan ajakan Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium: Gereja harus menjadi tanda kesatuan, dibangun dari partisipasi semua umat.

Di Silalahi, batu pertama sudah ditanam. Dari bambu sederhana ke kayu kokoh, kini umat berharap pada gereja baru yang lebih layak. Tetapi lebih dari sekadar bangunan, yang sesungguhnya kokoh adalah iman mereka: kecil jumlahnya, besar semangatnya. (*)

Kontributor: Josep Sianturi, Mahasiwa STP St. Bonaventura Keuskupan Agung Medan

Leave A Reply

Your email address will not be published.