
Meriahkan Perayaan 60 Tahun Nostra Aetate Kebaya Menari Akan Pentas di Hadapan Paus Leo XIV
Jakarta, Katolikana.com –– Komunitas Kebaya Menari berangkat menuju ke Italia, Minggu (19/10/2025). Mereka akan pentas di Vatikan pada 28 Oktober 2025 dalam rangka memeriahkan perayaan 60 Tahun Nostra Aetate (Zaman Kita).
Nostra Aetate adalah dokumen hasil Konsili Vatikan II yang berisi tentang hubungan Gereja Katolik dengan agama-agama non-Kristen, yang ditandatangani oleh Paus Paulus VI pada 28 Oktober 1965.
Kebaya Menari sendiri adalah sebuah komunitas perempuan lintas iman yang memiliki misi untuk memasyarakatkan pemakaian kebaya kepada masyarakat luas dengan tarian sebagai media.
“Kami pentas di Vatikan atas undangan Romo Markus Solo Kewuta SVD Undangan itu disampaikan melalui email saya. Mungkin beliau pernah melihat kami yang membuat pementasan Kebaya Natal yang temanya lintas agama sehingga meminta kami untuk tampil pada 60 tahun Nostra Aetate,“ jelas Yanti Moeljono, pimpinan Komunitas Kebaya Menari di sela sesi latihan di Grha Besuki 8, Menteng, Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Romo Markus Solo Kewuta SVD adalah satu-satunya pejabat di Vatikan yang berasal dari Indonesia. Ia berkarya di Dikasteri (Kementerian) Dialog Antaragama Vatikan, kantor yang mengundang Komunitas Kebaya Menari.
Rm Markus Solo berasal dari Nusa Tenggara Timur. Sosoknya menjadi viral ketika mendampingi dan sekaligus menjadi penerjemah Paus Fransiskus, saat berkunjung ke Indonesia pada September 2024.
Siapkan Tiga Tarian
Dalam wawancaranya, Yanti menjelaskan bahwa setelah mendapat undangan tampil di Vatikan tersebut, ia kemudian mencari event-event yang lain untuk pentas.
“Ada satu teman seorang Profesor Sastra Indonesia di Roma yang biasa menampilkan pentas gamelan dan nyanyi di dalam acara inagurasi. Kebetulan karena kami lagi ada di Roma dia menanyakan apakah juga mau tampil di acaranya. Buat saya karena ini promosi Indonesia ya saya bersedia,“ katanya.
Yanti mengungkapkan untuk tampil di event istimewa di Vatikan tersebut, Kebaya Menari telah mempersiapkan tiga tarian.
“Kami memang fokus promosi atau sosialisasi kebaya tapi bungkusnya menari. Saat menari itu kami selalu menggunakan kebaya yang berasal dari berbagai macam daerah,” jelas Yanti.
“Untuk di Vatikan ada belasan orang memakai kebaya Jawa, ada sebagian pakai kebaya Janggan, Bali, dan ada juga yang berkebaya daerah Sumatera. Kami semua 31 jumlahnya,“ tambahnya.
Sementara soal tariannya, Yanti mengatakan Kebaya Menari tidak pernah menciptakan kreasi tarian sendiri namun menarikan tarian Nusantara yang sudah ada.
“Kami memanggil pelatih untuk masing-masing tarian, jadi kalau ada tiga tarian ya ada tiga pelatih yang kami undang,“ ujar Yanti.
Kebaya Menari diberi slot waktu cuma sekira 5 menit di Vatikan. Namun ia tidak berkecil hati karena di saat festival Kebaya Menari bisa tampil full.
Latihan intens
Yanti menambahkan untuk penampilan di Vatikan tersebut, Kebaya Menari telah melakukan persiapan selama tiga bulan, dengan latihan intens 3-4 kali dalam seminggu saat menjelang keberangkatan pada Minggu (19/10/2025).
Ditanya soal kendala yang dihadapi saat latihan, Yanti mengatakan ada dua. Pertama, semua peserta yang akan berangkat ke Vatikan memiliki pekerjaan. “Karena semua bekerja jadi waktu latihan harus dicocokin mereka sehabis pulang kantor.
Kedua, kami bukan penari tapi ingin menari, ingin mensosialisasikan, mempromosikan kebaya untuk Indonesia, dan tentu juga ingin menari di depan Paus Leo XIV , jadi effort – nya tiap orang berbeda-beda. Tapi bisa kumpul semua karena mempunyai misi yang sama,“ ujarnya.

Tentang rasa perasaan yang dihadapi Komunitas Kebaya Menari berkesempatan tampil di Vatikan, Yanti mengatakan, “Saya saja yang muslim deg-degan apalagi mereka yang nasrani atau katolik. Saya tentu deg-degan menari di depan Bapa Paus daripada di festival,“ ucapnya.
“Menari di depan Paus itu sepanjang hidup saya ya sekali ini saja, dan belum tentu semua orang mempunyai kesempatan,“ katanya.
Edukasai Budaya Kebaya
Komunitas Kebaya Menari didirikan pada 4 Desember 2019 oleh empat perempuan sekawan yakni Yanti Moeljono, Ade Nirmala, Berty Singgih, dan Dian Chieq, yang bertujuan untuk menyiarkan, menyosialisasikan, dan mengedukasi pemakaian kebaya kepada masyarakat luas.
Mereka sepakat memilih tarian sebagai media edukasi karena akan membuat busana kebaya lebih hidup, dinamis, dan membuat orang awam lebih tertarik untuk mengenalnya lebih jauh. Komunitas ini kemudian memulai juga mengajarkan tarian Nusantara secara gratis.
“Pertama kami latihan menari berkebaya di Sarinah pada 4 Desember 2019. Dan, ternyata saat kebaya disahkan oleh UNESCO pada 4 Desember jadi pas. Tapi Hari Berkebaya Nasional pada Juli,“ katanya.
Lintas iman
Kegiatan Komunitas Kebaya Menari diikuti oleh perempuan yang tidak berasal dari agama tertentu (lintas iman), tetapi juga bermacam-macam kategori usia, termasuk anak muda yang akhirnya menjadi pewaris kebaya dan budaya itu sendiri.
Dilandasi semangat keberagaman yang tumbuh di Indonesia yang kuat, Komunitas Kebaya Menari dalam empat tahun perjalanannya selalu berupaya menghadirkan kebaya dalam forum internasional.

“Bukannya mau pamer, tampil di luar negeri gaungnya lebih besar buat kami. Dan yang ingin kami ketuk, negara lain, bahwa Indonesia punya kebaya, seperti Jepang punya kimono, Korea punya hanbok, India pake sari,“ jelas Yanti yang berobsesi semua perempuan Indonesia memakai kebaya. (*)

Katekis di Paroki Kleco, Surakarta