Lupus, Penyakit Seribu Wajah

Lupus dapat dialami oleh siapa saja, tetapi lebih sering dialami oleh wanita.

0 473

Katolikana.com—Penyakit Lupus adalah penyakit autoimun kronis yang bisa menyebabkan peradangan di beberapa bagian tubuh, seperti kulit, sendi, ginjal, hingga otak.

Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) sering disebut penyakit seribu wajah karena gejala awal yang bervariasi atau bisa juga menyerupai penyakit lain.

Lupus atau SLE perlu dikhawatirkan saat ini. Kurangnya kesadaran akan bagaimana gejala awal Lupus dapat membahayakan pasien yang mengidapnya.

Gejala Awal

Gejala awal dari Lupus yang umum ditemui dari pasien meliputi ruam kulit, nyeri sendi, kelelahan, dan demam.

Namun, berdasarkan gejala-gejala yang disebutkan, pasien Lupus memiliki gejala yang berbeda-beda dari setiap individu yang terdiagnosa.

Gejala awal penyakit Lupus yang dapat secara awam dimengerti tersebut menjadi kunci bagi dokter untuk dapat melakukan pengecekan terhadap pasien.

Menurut Dokter Imunologi dan Reumatologi Anak dr. Sumadiono, Sp.A (K),  penentuan diagnosis nanti berdasarkan hasil dari beberapa jenis tes laboratorium pada pasien. Tes tidak bisa hanya satu jenis tes saja.

“Untuk memastikan apakah pasien tersebut terdiagnosa Lupus atau tidak, setidaknya harus memenuhi empat dari kriteria masing-masing tes yang dijalankan sesuai jenis tes apa yang dijalankan oleh pasien,” ujar dr. Sumadiono, Sp.A (K).

dr. Sumadiono, Sp.A (K), Dokter Imunologi dan Reumatologi Anak . Foto: Istimewa

Penyebab Lupus

Penyebab penyakit Lupus hingga ini masih belum dapat dipastikan secara ilmiah. Dalam kajian kedokteran, Lupus masih memiliki banyak jenis dan bentuk yang membuat tim medis masih meneliti terhadap penyakit ini.

Menurut dr. Sumadiono, Sp.A (K), memang ada beberapa faktor terjadinya Lupus. Pertama, faktor lingkungan. Kedua, faktor lingkungan dan kimia.

“Namun, untuk faktor genetik belum dapat dipastikan karena tidak semua orang tua yang memiliki Lupus akan menurun ke anaknya, begitu pun sebaliknya. Apabila anak terkena Lupus tidak selalu orang tuanya memiliki Lupus maupun keturunan Lupus” tutur dr. Suma.

Meskipun penyebab pasti Lupus belum diketahui, faktor risiko meliputi genetika, paparan sinar matahari, infeksi, dan hormon wanita.

“Di tempat kami, 90 persen wanita dan 10 persen laki-laki. Faktor kenapa wanita lebih banyak menjadi pasien Lupus belum diketahui, namun bisa menjadi faktor hormonal yang membuat wanita lebih banyak menjadi pasien Lupus,” tambah dr.Suma.

Tidak Stabil

Gejala dan faktor-faktor dari Lupus juga dapat memengaruhi organ tubuh lainnya seperti ginjal, jantung, paru-paru, dan otak.

Gejala Lupus yang tidak menentu dapat sewaktu-waktu muncul dan mereda secara tidak teratur, dan dapat memburuk saat seseorang mengalami stres atau paparan sinar matahari.

Lupus terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh pasian dan menganggapnya sebagai benda asing yang perlu dihancurkan. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ dan sistem tubuh.

Pasien Lupus yang mengalami penurunan kondisi (flare) biasanya akan mengkonsumsi beberapa obat yang dapat membuat perubahan bentuk tubuh.

Anggi (22), seorang pasien Lupus, mengungkapkan untuk pengobatan dia memakai Siklo dan MP plus siklus kedua karena habis flare.

“Siklus pertama selesai 11 kali pada Oktober 2022, dan obat yang diminum sekarang MP dan Sandimmun,” ujar Anggi kepada Katolikana Rabu (29/3/2023)

Kondisi moonface dan pembengkakan tubuh pada pasien Lupus disebabkan karena beberapa jenis obat yang dikonsumsi untuk menjaga kondisi kesehatan dari pasien.

Meskipun demikian, masih belum ditemui obat yang dapat menyembuhkan pasien secara keseluruhan.

“Saat ini aku masih memiliki urin protein tinggi, jadi masih sering bengkak kaki. Sedikit kesulitan jika berjalan. Ketika mau berdiri agak kaku dan berat. Efek MP plus yang membuat muka menjadi moonface,” tutur Anggi.

Anggi

Pengobatan Pasien

Hingga kini, Lupus belum memiliki obat yang dapat menyembuhkannya secara total, namun pengobatan dapat membantu mengurangi gejala dan mencegah kerusakan organ.

Pengobatan Lupus dapat meliputi obat-obatan anti-inflamasi, kortikosteroid, imunosupresan, dan terapi biologis.

Selain itu, menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan dan mengelola stres juga dapat membantu mengurangi gejala Lupus.

Menurut dr. Sumadiono, Sp.A (K), pengobatan Lupus memiliki dua bentuk yang berbeda, yaitu pengobatan suportif dan pengobatan secara medik.

“Pada pengobatan yang bersifat suportif, pasien menjaga gizi yang baik. Apabila ada orang lain yang sakit, pasien harus menjauh dari orang yang sakit tersebut karena pasien Lupus akan lebih mudah untuk tertular penyakit,” ujar dr. Suma.

“Pada pengobatan medik ada obat-obat bersifat steroid yang diberikan ke pasien sesuai dosis. Obat yang lain juga ada seperti immunosuppressant yang bermacam-macam,” tambah dr. Suma.

“Pasien Lupus perlu mendapatkan support dari keluarga dan orang-orang terdekat,” pungkasnya. (*)

Kontributor: Shella Elvina, mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.