Penyandang Disabilitas Butuh Perbaikan Fasilitas dan Penyeberangan Khusus

Yogyakarta bisa menjadi provinsi pertama yang menyediakan fasilitas penyeberangan khusus bagi disabilitas.

0 461

Katolikana.com—Penyandang disabilitas memiliki hak mendapatkan fasilitas yang layak. Namun, ada sejumlah fasilitas yang perlu diperbaiki sehingga memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas, khususnya di Yogyakarta.

UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mencantumkan 22 hak disabilitas. Salah satunya, penyandang disabilitas perlu mendapatkan akomodasi yang layak untuk menunjang kehidupan individu.

Sebelum UU ini disahkan, sejumlah fasilitas umum di DIY dibangun dengan memikirkan kemudahan bagi penyandang disabilitas di DIY. Fasilitas tersebut memudahkan aksesibilitas dan mobilitas penyandang disabilitas di ruang publik, fasilitas umum, dan destinasi wisata.

Ironisnya, sejumlah fasilitas umum di DIY belum cukup membantu penyandang disabilitas dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Budi, pengurus komunitas Pelangi Disabilitas Yogyakarta mengatakan kebutuhan penyandang disabilitas berbeda satu dengan yang lain.

“Mereka punya kebutuhan masing-masing. Jadi, fasilitasnya berbeda dan memang harus dipenuhi semua,” ujar Budi.

Penyeberangan jalan Suroto Yogyakarta. Sumber foto: Istimewa

Fasilitas Disabilitas Netra

Disabilitas netra memiliki kebutuhan fasilitas yang dapat membantu mengenali keadaan di sekitar.

Di Yogyakarta, sudah ada fasilitas ramah disabilitas yang dirancang untuk membantu penyandang disabilitas netra seperti guiding block atau tanda timbul yang bisa ditemukan di trotoar.

Fasilitas ini untuk membantu penyandang disabilitas sensorik, khususnya tunanetra sebagai penanda jalan.

Selain tanda garis lurus yang artinya bisa terus berjalan, guiding block bisa berbentuk lingkaran untuk menunjukkan adanya perubahan bentuk jalanan.

Meski sejumlah trotoar di DIY memiliki guiding block, sejumlah penyandang disabilitas sensorik mengeluh karena guiding block rusak, bahkan sering terhalang pot tanaman atay kendaraan.

Ajiwan, seorang penyandang disabilitas netra mengatakan dirinya sering terhalang benda yang menutupi guiding block.

“Bingung mbak. Jalan di trotoar biasanya malah susah karena ada penghalang. Kadang ada pot tanaman, ada juga motor yang parkir,” ujar Ajiwan.

“Bahkan saya lebih sering jalan di pinggir jalan raya,” tambahnya.

Ajiwan lebih memilih jalanan beraspal karena lebih rata dibanding beberapa trotoar di Yogyakarta.

Ajiwan menilai sejumlah trotoar di Yogyakarta yang menyediakan guiding block, tidak sepenuhnya membantu. Ada yang rusak atau tertutup drainase, salah satunya di Jalan Malioboro.

“Kadang saya merasa kalau jalan di jalan raya beraspal lebih aman dibandingkan dengan jalan di trotoar walaupun harus mepet-mepet biar tidak tertabrak,” ujar Ajiwan.

Trotoar di Jalan Malioboro Yogyakarta. Foto: Istimewa

Penyebab

Komisioner Komite Disabilitas DIY Ahmad Tosirin Anaessaburi, mengungkapkan kurangnya kesadaran masyarakat menjadi penyebab kualitas guide block di Yogyakarta berkurang.

“Kami sudah melakukan banyak sosialisasi. Kami juga bekerja sama dengan Satpol PP untuk mengkondisikan keadaan trotoar,” ungkap Anes, sapaan Ahmad Tosirin.

“Sulit jika harus mengkoordinasi seluruh masyarakat sekaligus. Mereka (satpol PP) tidak setiap hari melakukan patroli,” sambungnya.

Anes mengatakan, menjelang sore hari trotoar akan tertutup oleh warung. Hal ini kemudian membuat sulitnya akses bagi disabilitas netra untuk berjalan kaki.

“Pagi atau siang masih bisa dipakai. Tapi kalau menjelang sore pada buka warung. Jadi, terhalang,” jelasnya.

Anes menambahkan, pemulihan terhadap kerusakan fasilitas juga terhambat karena keterbatasan dana pemerintah. Apalagi, dana pemerintah harus dibagi ke masing-masing daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, dan Kotamadya Yogyakarta.

“Harus dibagi ke daerah-daerah itu,” tambahnya.

Dana yang terbatas itulah yang menghambat pembetulan beberapa fasilitas dan menyebabkan masih adanya fasilitas yang sudah kurang layak.

Aksesibilitas dalam Fasilitas bagi Penyandang Disabilitas

Butuh penyeberangan Khusus

Di samping fasilitas yang terus berkembang di kabupaten-kabupaten di DIY, Anes berharap nantinya akan ada fasilitas tambahan seperti penyeberangan ramah disabilitas.

“Tidak sulit kalau mau menghadirkan itu. Butuh kerja sama antarpemerintah saja,” ungkap Anes.

Menurutnya, sangat bagus jika Indonesia memiliki penyeberangan khusus yang memudahkan disabilitas. Ia berharap Yogyakarta bisa menjadi provinsi pertama yang menyediakan fasilitas tersebut.

“Sebetulnya negara maju pun tidak semua ada penyeberangan tersebut. Semoga Jogja bisa menjadi yang pertama,” harapnya.

Penyeberangan jalan memiliki metode menekan tombol sebagai tanda jika penyandang disabilitas ingin lewat. Jika tombol tersebut ditekan, kendaraan yang lewat harus berhenti sejenak untuk mempersilahkan penyandang disabilitas menyeberang.

Kukuh, pria asal Boyolali yang menggunakan kursi roda selama 38 tahun mengungkapkan kesulitannya.

“Kami yang pakai kursi roda sulit untuk menyeberang. Kadang kalau di depan truk, tidak kelihatan,” ujar Kukuh.

Menurut Kukuh, penyeberangan khusus akan sangat membantu penyandang disabilitas di Indonesia.

“Tinggi kami setara dengan badan kendaraan. Jadi, kalau nanti ada penyeberangan untuk disabilitas akan sangat membantu,” sambungnya. (*)

Kontributor: Damaris Fanuelle Kurnia Candra, mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.