Bincang dengan Suster Bene Xavier: Jejak Sejarah Katolik di Negeri Sakura

Kisah Sejarah Katolik di Jepang

1 1,038

Katolikana.com – Suster Bene Xavier berasal dari Indonesia, bergabung dalam Kongregasi Missionsschwester vom Heiligsten Erlösers atau Misi Dari Sang Penebus Maha Kudus (MSsR), yang didirikan pada 1957 di Bayern, Jerman – angkatan pertama lima suster warga negara Jerman.

Kini kongregasi ini sudah berada di 6 negara yaitu Jerman – sebagai negara asal, Austria, Jepang, Ukraina, Chili dan Bolivia. Kongregasi ini memiliki jubah berwarna hitam tanpa kerudung. Namun karena perbedaan budaya di beberapa negara, maka kongerasi ini tidak mengenakan seragam.

“Saya adalah seorang suster yang berdarah Indonesia, bertugas di Jepang dan saat ini sedang berada di Austria untuk belajar Bahasa Jerman. Keinginan saya untuk berpelayanan di Negeri Sakura memiliki alasan tersendiri, hal ini karena kondisi kongregasi yang sangat minim di Jepang, hampir 20 tahun tidak ada orang baru,” ujar Suster Bene Xavier, dalam bincang-bincang live talkshow Katolikana pada Jumat (20/11/2020), yang disiarkan lansung Youtube Katolikana dan dimoderatori oleh dua host Katolikana, Emmy Kuswandari dan Monica.

Dalam talkshow ini, Suster Bene menceritakan bagaimana kehidupan sejarah Katolik di Jepang. Menurutnya, ada tiga suster yang diutus ke Jepang pada 1965, untuk memenuhi kebutuhan peranan perempuan di Jepang dan sekaligus menjadi karya pelayanan pertama dari kongregasi ini.

Sebelum masuk biara, Suster Bene suka traveling dan senang mendokumentasikan interior dan keindahan-keindahan dekorasi sakramen maha kudus. Dari hobi itu, ia bergabung dalam komunitas fotografi katolik internasional. Ia salah satu kontributor untuk Asia dan Eropa. Bahkan, ia menjadi founder @catholic.photography, @enjoykagoshima.

Suster Bene aktif dalam karya pelayanan di Jepang, seperti kegiatan bina iman di salah satu paroki, aktif dalam kelompok Katolik orang asing di Keuskupan Kagoshima, bekerja sebagai guide di Keuskupan Kagoshima.

Berikut penuturan Suster Bene, yang diolah dari live talkshow Katolikana.

 

Suster Bene Xavier, MSSR/Foto: Youtube Katolikana

Bagaimana awal kisah sejarah Katolik di Jepang?

Pada saat ini, Tahun 2020, kekatolikan di Jepang berusia 471 tahun. Berbicara tentang kekatolikan di Jepang, ada dua kota yang memiliki peranan yang sangat penting yaitu kota Kagoshima yang merupaka kota pertama dalam sejarah kehadiran agama Katolik di Jepang dan yang kedua adalah kota Nagasaki karena disitulah terjadi sabotase umat beragama yang terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama.

Selama 471 tahun, sejarah kekatolikan di Jepang, dua pertiga itu adalah masa penderitaan bagi umat kritiani di Jepang. penderitaan itu berakhir pada tahun 1868 dengan adanya masa Restorasi Meiji atau masa Modernisasi Jepang.

Siapa orang yang pertama sekali menghadirkan kekatolikan di Jepang?

Tokoh yang pertama sekali menghadirkan kekatolikan di Jepang adalah Santo Fransiskus Xaverius. Berawal dari tugas misionarisnya yang merupakan perintah dari Paus Paulus III dan juga raja Portugal.

Santo Fransiskus Xaverius adalah seorang kaum Yesuit yang mendapat tugas keimaman ke Asia, berawal dari India, Malaka dan sempat singgah ke Indonesia, tepatnya di Maluku dan kembali ke Malaka.

Kali kedua Santo Fransiskus kembali ke Malaka, dia bertemu dengan seorang pelarian samurai yang dituduh sebagai pembunuh yaitu Yajiro. Pertemuan keduanya membuat Santo Fransis memutuskan untuk pergi ke Jepang dan keduanya memulai perjalanan dan sampai ke ujung selatan Jepang di pelabuhan Kagoshima. Ini bertepatan pada hari Santa Perawan Maria diangkat ke surga yaitu pada tanggal 15 Agustus tahun 1549.

Kedatangan Fransiskus tidak begitu saja diterima oleh warga sekitar, ada beberapa hal yang bertolak belakang seperti budaya ditambah lagi dengan penggunaan bahasa yang membuat perjalanan misionaris Fransiskus tidak mudah. Kedatangan Fransiskus di Kaghosima disambut baik oleh Kaisar Shimatsu Takahisa. Dia dipersilahkan membaptis dan mengajar iman Katolik pada orang biasa dan bukan samurai.

Fransiskus membaptis 100 orang Kagoshima di Kuil Surumaru, Ichiki. Termasuk Yajiro yang memilih nama baptis Paulo Disantrafe. Selain itu Frsansiskus juga menemui Ninsitsu, pimpinan agama Budha dan ia diterima.

Berawal dari Kagoshima, perjalanan Fransiskus berlanjut ke kota-kota lain seperti Hirado dan diterima dengan baik oleh Kaisar Matsura Takanobudoka. Perjalanan Fransiskus dikawal oleh seorang samurai yang bernama Kimura dimana cucu dari Kimura bernama Sebatian Kimura menjadi orang Jepang yang menjadi pastor.

Setelah itu, Fransiskus melanjutkan perjalanan ke Yamaguci dan diterima oleh Kaisar Yoshitaka dan sambutan itu menjadi sambutan terbaik dari kota-kota sebelumnya, dan dari kota ini juga muncul kaum Yesuit pertama yaitu Lorenzo. Selanjutnya Fransiskus melanjutkan perjalanan menuju Kyoto yang merupakan ibu kota Jepang pada saat itu. kehadiran Fransiskus disambut oleh keluarga Hibia dan Konishi kedua tokoh ini menjadi pilar utama berdirinya gereja di wilayah tersebut.

Pada saat di kota itu juga, misi keimaman Fransiskus terhenti karena terjadinya perang, Fransiskus gagal menemui kaisar Gunara sehingga pada Maret 1551, ia kembali ke kota Hirado. Kota selanjutnya yang dijelajahinya adalah kota Gungo/Oita karena diundang oleh Kaisar Otomo Yosihige, kini harapan Fransiskus kembali bersinar atas undangan tersebut. Otomo menjadi seorang Kristen pada 28 Agustus 1578. 26 tahun setelah kematian Fransiskus.

Setelah itu Fransiskus kembali ke India. Dalam perjalanannya ke India, beliau singgah di kota kecil bagian ujung selatan Jepang yang saat ini penduduknya adalah mayoritas beragama Katolik yaitu kota Tagenashima. Belum sampai ke India, Fransiskus jatuh sakit pada saat berada kota Sankian, China. Dan, tidak lama setelah jatuh sakit beliau meninggal dunia pada 3 Desember 1552.

Bagaimana pengaruh orang Katolik di Jepang?

Perkembangan katolik di Jepang menjadi sangat pesat, namun 40 tahun kehadiran dan perkembanganya menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan bagi pihak kekaisaran. Hal ini diperkeruh oleh bisikan seorang pedagang Spanyol yang mempengaruhi Kaisar Hideyoshi.

Penindasan dan pelarangan pun mulai dilakukan, seperti yang digambarkan pada film Silence. Pada saat itu dikenal istilah e-fumie yang berarti menginjak gambar Yesus atau Bunda Maria sebagai tanda menyangkal iman Katolik, penolakan akan berujung pada pembunuhan. Namun, dari peristiwa-peristiwa tersebut melahirkan lebih dari 26 martir Jepang yang meninggal 1557 dan monumen untuk mengenang para martir itu berdiri di kota Nagasaki.

Penolakan atau penindasan itu dikenal dengan istilah Kakure Kirishintan atau Kristen yang tersembunyi, berbagai peristiwa yang merupakan bagian perjuangan kekatolikan mempengaruhi penghayatan iman Katolik di Jepang.

Saat ini, hanya 0.5% penganut agama Kristen di Jepang. Dari sisi kuantitas memang ini sangat sedikit namun dari sisi kualitas mereka sangat menghayati keimanan mereka. Untuk agama Katolik itu sendiri di Jepang terdapat 16 keuskupan dan 3 di antaranya adalah keuskupan agung. Untuk Keuskupan Kagoshima sendiri terdapat 29 paroki.

Dimana saja jejak sejarah kekatolikan yang bisa dikunjungi?

Ada beberapa tempat bersejarah yang menjadi jejak perjalanan dari Santo Fransiskus seperti monumen Fransiskus di Kagoshima dan Katedral Xavier. Pemerintah sangat menghargai perjalanan misionaris dari Santo Fransiskus di Jepang sehingga nama Fransiskus dipakai untuk beberapa nama jalan dan monumen-monumen.

Hal ini adalah bukti respect dari pemerintah Jepang terhadap iman kekatolikan. selain itu di Kagoshima juga terdapat makam kuno para korban penindasan pada saat itu. Di kota Nagasaki juga terdapat gereja tertua yaitu Gereja Oura Kyokai yang saat ini sudah menjadi museum.

Perkembangan agama Katolik di Jepang sedikit berbeda dengan Katolik pada umumnya. Hal ini karena dipengaruhi oleh budaya dan kebiasaan masyarakat Jepang yang tidak menyukai kekerasan, seperti pemasangan salib tanpa corpus yang tidak sesuai dengan tradisi Katolik, sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi para imam untuk mengajarkan iman kekatolikan khususnya pada saat melaksanakan proses evangelisasi. Hal ini disiasati dengan membuat salib yang lebih kecil dengan corpus.

Selain perbedaan culture itu, ada hal yang menjadi daya tarik tersendiri yaitu lambang Fransiskus itu sendiri yakni Kepiting dan Salib. Ini menjadi kesukaan tersendiri bagi masyarakat Jepang.

Untuk mengenang Fransiskus, masyarkat Jepang membunyikan lonceng khusus setiap tanggal 15 Agustus, selain itu beberapa kelompok umat juga melakuka devosi dengan melakukan safari monumen pada tempat-tempat yang menjadi persinggahan Santo Fransiskus. ***

Laporan Kontributor: Daniel Nadiek, Tangerang

Editor: Basilius

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

1 Comment
  1. Martina says

    Di Jepang ada Suster dari indonesia?

Leave A Reply

Your email address will not be published.