Katolikana.com—Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai berdampak besar pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, khususnya UMKM. Tak hanya segi ekonomi, namun mental dan psikis ikut terguncang. Memikirkan kondisi hari-hari ini dan masa depan tak lagi mudah.
Para pejuang UMKM seperti Pedagang Kaki Lima (PKL) di Alun-Alun Cilacap, Jawa Tengah juga mengalami hal yang sama.

Supri (40) pedagang cilok crispy mengakui dampak pandemi Covid-19 cukup besar. Pendapatannya menurun drastis.
Sebelum pandemi ia biasa berjualan di tengah alun-alun kota, namun kini harus rela berpindah tempat di area sekitar pinggiran jalan, akibat peraturan yang ada.
Seluruh Pedagang Kaki Lima (PKL) yang semula berjualan di alun-alun harus berpindah dan mencari tempatnya sendiri.
“Untuk kembali lagi ke alun-alun kami belum tahu pasti. Masih menunggu arahan dari Dinas,” katanya.
Sebelum pandemi, setiap hari ia bisa menghabiskan 10 kilogram adonan. “Kini 8 kilogram saja bersyukur kalau bisa habis,” tambahnya.
Selama pandemi Ia masih membuka lapaknya setiap hari, kendati pembeli kian menurun karena takut keluar rumah. Kadang ada pembeli yang berbaik hati mau memborong banyak dagangannya.
“Rejeki tidak kemana. Saya sangat bersyukur sekali,” ujar Supri.
Cilok yang dijual Supri punya keunikan. Cilok crispy buatannya dibaluri tepung roti di bagian luar dan dimakan bersama mayonise dan saos.
Ada lagi variasi cilok yang dibuat Supri bernama cilok kukus menggunakan isian daging sapi atau telur.
Bumbu ciloknya menggunakan bumbu kacang dan kecap, menambah citra lezat yang berbeda dari cilok biasanya.
Ia dibantu anak laki-lakinya berusia 11 tahun. Dia fokus membantu jualan cilok kukus, sedangkan Supri menggoreng cilok crispy.
Supri dan anaknya sangat displin mematuhi protokol Kesehatan. Setiap malam beberapa petugas biasanya datang untuk melakukan pengontrolan.

Alun-alun Cilacap selama ini ramai oleh sejumlah Pedagang Kaki Lima. Diperkirakan separuh tempat alun-alun dipenuhi para pedagang makanan. Mulai dari empek-empek, tahu bulat, cireng, cilor, cimol, serabi, kerak telor, dan lain-lain.
Menurut Supri sebelum pandemi, jumlah pedagang bisa mencapai 50 orang. Puncak keramaian biasanya terjadi malam minggu. Kini, semuanya berubah ketika pandemi Covid-19 melanda. “Setengahnya saja tidak ada,” tambahnya.
Kini alun-alun Cilacap mulai sepi dengan hiruk pikuk pedagang. Jumlahnya tinggal 20-an lapak. Pemasukan mereka juga berkurang drastis.
Kendala yang cukup memprihatinkan ketika hujan datang. Para pedagang harus bergegas mempersiapkan terpal untuk menutupi dagangannya. Pembeli pun sepi.
Kondisi ini diperparah dengan akses dan fasilitas yang minim, khususnya akses tempat berjualan dan penerangan.
Untuk penerangan mereka mengandalkan lampu pribadi karena lampu penerangan jalan dimatikan oleh pemerintah setempat.
Para pedagang di alun-alun Cilacap berharap situasi pandemi segera berakhir dan berjalan normal kembali. *
Kontributor: Maria Fransiska Ayu Diva Yulita, Maria Friday Letisia, Maria Aufrida Ardhieawati,
Nicholas Feby Kurniawan (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.