
Katolikana.com—Perjalanan ikon Keluarga Kudus Kehendak Ilahi untuk Persatuan dan Perdamaian telah dimulai.
Dilansir oleh Catholic News Service, ikon yang dibuat oleh Pastor Samir Rouhana dari Paroki St. Elias di dekat Haifa, Israel ini akan berada di Lebanon selama sebulan.
Ikon Keluarga Kudus ini ditatahkan dengan relikui dari Basilika Kabar Sukacita di Nazareth, Israel.
Ikon ini diberkati oleh Uskup Agung Pierbattista Pizzaballa, patriark Latin dari Yerusalem pada 27 Juni 2021, hari di mana di Timur Tengah dirayakan secara khusus untuk untuk Keluarga Kudus.
Selain itu, pada hari itu, para patriark dan uskup di Timur Tengah juga merayakan Misa perdamaian yang menjadi tradisi tahunan pada hari Minggu terakhir di bulan Juni.
Ziarah ini merupakan inisiatif bersama Komisi Latin di Tanah Suci, Komite Keadilan dan Perdamaian Episkopal Dewan Patriark Katolik Timur Tengah dan Dewan Gereja-Gereja Timur Tengah.
Ikon tersebut akan dibawa ke Suriah, Irak, Mesir, dan Yordania. Kemudian akan dikembalikan ke Tanah Suci dan dibawa ke Vatikan untuk Misa penutupan yang dirayakan untuk tahun St. Joseph pada tanggal 8 Desember 2021. Dari sana akan dikembalikan ke Tanah Suci.
Suka Cita di Tengah Derita
Patriark Katolik Suriah Ignace Joseph III Younan mengatakan, “Kami menerima ikon ini di Lebanon dengan sukacita, karena tahu betapa negara kecil ini telah menderita selama bertahun-tahun.”
Melihat bahwa Lebanon ‘saat ini berada pada fase yang paling berbahaya,” Patriark Younan menekankan bahwa Lebanon sangat membutuhkan berkat dari Keluarga Kudus.
“Kami tinggal di dalam Keluarga Kudus dan menempatkan di bawah kaki Keluarga Kudus rasa sakit, kecemasan, kelemahan, dan harapan kami.”
Ikon itu berada di altar pada 4 Agustus 2021, pada Misa peringatan satu tahun peristiwa ledakan di Beirut. Ledakan itu menyebabkan 200 orang meninggal, 6.000 orang terluka, dan 300.000 orang kehilangan tempat tinggal karena ledakan kimia tersebut.
Patriark Younan menyesalkan bahwa Lebanon telah menjadi “bahan tertawaan bagi dunia, karena bencana keuangan dan kehidupan yang menimpa kami.”
Dia menambahkan bahwa “pejabat di negara ini tidak bertanggung jawab.”
Lebanon berada dalam pergolakan krisis sosial ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Nilai mata uang nasional turun lebih dari 90 persen sejak akhir 2019, dan membawa lebih dari 50 persen warganya ke jurang kemiskinan.
Bank Dunia menilai situasi mengerikan yang terjadi Lebanon sebagai salah satu depresi terdalam sejak pertengahan abad ke-19.**

Mahasiswa asal Papua, Jurusan Ilmu Komunikasi Unika Widya Mandala Surabaya.