Zuli Qodir: Tokoh Agama dan Umat Beragama Gagap Menghadapi Covid, Karena Masyarakat Kurang Cepat Menangkap Perubahan

WHO memperkenalkan istilah infodemi yang justru dampaknya tidak lebih ringan daripada pandemi.

0 65

Katolikana.com—Di masa pandemi akhir-akhir ini muncul permasalahan sosial baru terkait hoaks dan disinformasi. Peran dan kontribusi agama pun dipertanyakan dalam menjelaskan peristiwa pandemi. Kadang klaim agama pun bertentangan dengan sains dan medis. Padahal agama juga merupakan penggerak solidaritas sosial.

Lalu, bagaimana agama membantu dalam pencerahan isu-isu yang beredar di masyarakat?

Dr Zuly Qodir, Dosen Pascasarjana  Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Foto: Istimewa

Menurut Dosen Pascasarjana  Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dr. Zuly Qodir, kegagapan tokoh agama atau kaum elit bahkan umat beragama dalam menghadapi Covid itu disebabkan kurang cepatnya masyarakat menangkap perubahan. Kadang akal yang dimiliki tidak dimanfaatkan dengan baik.

“Ketika kita dilarang untuk beribadah karana pandemi ada saja yang menceletuk: ‘Mau ibadah kok dilarang. Padahal ke mall boleh, ke pasar boleh. Kebutuhan sehari-hari memang tidak dijual di tempat ibadah, sementara beribadah bisa dilakukan secara mandiri,” ujarnya tegas.

Dr. Zuly menyarankan kepada orang yang ingin naik haji untuk sementara tidak berangkat, lebih baik uangnya disimpan atau diberikan kepada orang-orang yang terdampak Covid-19, agar lebih bermanfaat.

Bagi Dr. Zuly, orang beragama yang memilih menggunakan akal sehat, apalagi memiliki niat mendapatkan petunjuk dari Tuhan pasti ingin mengetahui apa sih pesan yang ingin disampaikan dalam kitab suci. Berbeda dengan orang yang hanya sakelek dengan apa yang sudah dituliskan di kitab suci.

“Beberapa orang memilih menjadi fanatik tanpa menggunakan logika, yang akhirnya menjadikannya anarkis,” ujar Dr Zuly.

Dalam kondisi Covid-19 ini banyak orang menjadi ahli Covid-19. Dr. Zuly memberikan saran hendaknya kita bijak dengan bertanya sesuatu hal yang ingin kita ketahui kepada orang yang memang berkompeten dalam bidangnya.

“Jika sakit bertanyalah pada dokter, bukan pada ahli ekonomi. Sering kali kita bertanya pada orang yang bukan ahlinya,  justru membuat informasi yang didapatkan sesat tidak mencerahkan,” ujarnya.

Pandemi dan Infodemi

Relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Bogor Valentina Sri Wijiyati menjelaskan bahwa kita tak hanya berhadapan dengan pandemi dan penyakitnya saja namun diiringi dengan parahnya misinformasi yang menyertai pandemi.

WHO memperkenalkan istilah infodemi yang justru dampaknya tidak lebih ringan daripada pandemi.

“Hoaks itu mematikan bahkan pada kejadian pandemi Covid-19 ini,” ujarnya.

Wiji mengungkapkan, kita mendengar beberapa kalimat terlontar dimasyarakat seperti: ‘Jika sakit jangan ke rumah sakit nanti di Covid-kan.’ ‘Jangan vaksin nanti dipasangin chip’.

Wiji dengan tegas menyatakan ketidakbenaran pembicaraan itu.

“Itu kalimat tidak benar, ya. Bagaimana ceritanya tenaga Kesehatan mau meng-Covid-kan? Untuk menanganinya bukan sesuatu yang murah. Ketika sudah menangani pun biayanya tidak langsung bisa diklaim ke anggaran negara yang dialokasikan untuk Covid,” ujarnya.

“Bagaimana ceritanya jarum suntik selembut itu bisa memasukan chip ke tubuh manusia? Seharusnya kita yang mengenyam pendidikan tahu dan  mampu berpikir kritis, jangan mau untuk dibodohi,” tegasnya.

Valentina Sri Wijiyati, Relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Bogor. Foto: Istimewa

Sangat disayangkan penyebaran hoaks berkali lipat jauh lebih cepat daripada klarifikasi yang diberikan.

Saking parah dampaknya, sehingga WHO membuat beberapa kali pelatihan untuk mengkader orang-orang yang bisa membantu penanganan infodemi.

“Mafindo merupakan salah satu pemangku kepentingan yang terlibat sejak awal juga menyampaikan materi-materi untuk penanganannya,” jelasnya.

Dalam menangani konten hoaks, Mafindo tidak peduli dari mana sumbernya dan tidak berurusan dengan penyebar maupun pembuat hoaks. Karena itu merupakan bagian dari aparat hukum yang akan menindak tegas sesuai hukum.

“Posisi moral Mafindo, dari mana pun dan siapa pun sumbernya, kami tidak melihat itu. Pokoknya jika menerima laporan tentang hoaks, kami akan menyajikan klarifikasi dan memberikan bukti sebagai sanggahan materi klarifikasi tersebut,” pungkasnya.**

Pribadi yang terus belajar dan berusaha menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Mahasiswa asal Pandaan, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.