5 Alasan Orang Tetap Bertahan Menjadi Katolik

Alasan orang meninggalkan Gereja Katolik, tentu saja, banyak dan beragam. Berikut 5 "C", alasan mereka tetap menjadi Katolik.

0 6,182

Katolikana.com—Riset The Pew Research Center tahun 2019 mencatat penurunan Kekristenan di Amerika Serikat, terutama di kalangan anak muda. Selama dekade terakhir, jumlah orang yang mengaku dirinya Kristen turun dari 77% menjadi 65%.

Agama Katolik mengalami pukulan keras atas penurunan itu. Perbandingannya, ketika satu orang yang masuk menjadi Katolik, 6,5 orang lainnya murtad. Hanya 20% orang dewasa yang masih mengaku sebagai Katolik.

Alasan orang meninggalkan Gereja Katolik, tentu saja, banyak dan beragam. Namun, ada sejumlah alasan mereka tetap menjadi Katolik.

Apa saja alasan tersebut? Dilansir dari Aleteia, berikut  lima “C” yang menjadi alasan umat Katolik tetap setia menjadi Katolik.

Kelimanya merupakan hal baik dan penting dalam kehidupan orang Katolik, sekaligus menjadi alasan tetap bertahan menjadi Katolik.

Gereja Katolik menawarkan banyak cara untuk berdoa, salah satunya Doa Rosario. Foto: catholic.com

1. Culture atau Budaya

Alasan pertama bahwa Kekatolikan terikat erat dengan budaya. Kegiatan Gereja selalu overlap dengan keluarga, sekolah, dan pertemuan lingkungan. Meski sakramen-sakramen hanya ritus, namun hal tersebut tetap dilakukan karena menjadi kewajiban ‘yang harus dilakukan’.

Kekatolikan identik dengan rumah yang hangat dan nyaman, meninggalkannya berarti melepaskan diri dari sejarah hidup.

Seseorang yang mengalami hal ini memahami bahwa itu merupakan daya tarik. Namun, apakah hal ini masih jadi alasan kuat untuk tetap menjadi Katolik?

Ketika dunia Barat menjadi makin global dan maju, kekeluargaan dan kedekatan dengan lingkungan menurun, dan budaya lokal tak lagi memiliki bobot atau kekuatan yang sama seperti dahulu.

Bagi banyak anak muda saat ini, tidak ada hubungan yang kuat antara ekspresi diri, budaya, dan Kekatolikan mereka. Karena itu, tidak ada yang hilang ketika mereka meninggalkannya.

2. Community atau Komunitas

Kekatolikan menawarkan komunitas, dalam arti berhubungan dengan orang lain, misalnya melalui Orang Muda Katolik (OMK), ngobrol setelah Misa atau melalui fungsi paroki, melayani umat sebagai relawan, dan lain-lain.

Gereja Katolik menawarkan kedekatan dengan komunitas ini punya peran penting dalam membangun dan mengembangkan kerajaan Allah.

Namun, jika komunitas adalah tujuan utama Anda, banyak gereja dan organisasi lain juga menawarkan hal sama—bahkan dengan cara yang lebih inovatif.

Terlebih lagi, internet memungkinkan orang untuk keluar dari komunitas mereka dan terhubung dengan orang lain di seluruh dunia berdasarkan minat dan hasrat pribadi.

Jika yang benar-benar Anda cari adalah komunitas, Gereja hanyalah salah satu pilihan di antara banyak pilihan.

3. Comfort atau Kenyamanan

Kekatolikan menawarkan kenyamanan dalam dunia yang tidak pasti. Kehidupan iman—yang sering terkait dengan dukungan budaya dan komunitas—menawarkan manfaat psikologis yang positif, yakni kenyamanan dalam hal kesejahteraan, pengalaman keakraban, dan rasa aman.

Tak terhitung orang yang bersandar pada iman mereka selama masa kegelapan dan pencobaan. Namun, jika kenyamanan menjadi tujuan akhir, kenapa tidak pergi ke gereja lain yang menawarkan kenyamanan lebih besar?

Faktanya, mengapa tidak meninggalkan iman dan beralih ke alkohol, makanan, seks, perjalanan, hiburan?

Kenyamanan seperti itu tidak dibarengi dengan tuntutan pengorbanan diri dan pengendalian diri, seperti ditawarkan oleh Kekristenan.

C.S. Lewis mengatakan, “Jika kamu mencari agama yang membuatmu sungguh merasa nyaman, saya tidak merekomendasikan Kekristenan.”

Paus Benediktus XVI juga berujar: “Dunia menawarkan kenyamanan. Namun kamu tidak diciptakan untuk kenyamanan. Kamu diciptakan untuk kebaikan atau keagungan.”

4. Conduct atau Perilaku

Gereja menawarkan panduan yang pasti bagi perilaku Anda dan keluarga, suatu ‘kerangka’ untuk menyusun hidup Anda.

Dunia bisa menjadi tempat membingungkan, dan relativisme moral merajalela, namun paroki dan sekolah Katolik masih menanamkan nilai-nilai tradisional: tidak mementingkan diri sendiri, pelayanan, disiplin.

Umat Katolik memegang teguh Magisterium, yakni otoritas pengajaran yang hidup yang menawarkan pedoman yang jelas tentang apa yang benar dan salah.

Gereja tidak hanya mempromosikan nilai-nilai tradisional, dia juga menuntut secara tegas, khususnya tentang seks, yang hari-hari ini dianggap sangat berbeda dan sangat sulit.

Gereja tidak hanya mengajarkan tentang moral, tapi memerintahkan umatnya untuk tak henti-hentinya mencintai. Gereja tidak hanya menginginkan kita menjadi warga yang baik tapi menjadi ’orang kudus’.

5. Catholicism atau Kekatolikan

Alasan menjadi Katolik adalah Kekatolikan itu sendiri. Sakramen, orang kudus, liturgi, seni, teologi, filsafat, sejarah, semua keindahan dan kebaikan dan kebenaran menarik masuk, menyegarkan, dan mengirim Anda kembali ke dunia untuk mewartakan Kabar Baik, bahkan di tengah-tengah apa tidak diragukan lagi merupakan masa kelam bagi Gereja.

Dan di pusat Kekatolikan ada “C” lain yaitu Christ atau Kristus. Kemuliaan Gereja bukan terletak pada umatnya yang lemah dan mudah jatuh, tetapi dari keanggotaan mereka pada kemuliaan orang yang menugaskannya. Gereja, sebagaimana dikatakan Paulus, adalah Tubuh Mistik Kristus. **

 

Mahasiswa asal Papua, Jurusan Ilmu Komunikasi Unika Widya Mandala Surabaya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.