
Katolikana.com—Kristina Erna Erawati merupakan Pembina Pramuka sekaligus guru mata pelajaran IPS di SMPK Santo Yusup Jember. Di SMPK Santo Yusup Jember, semua guru diwajibkan menjadi pembina pramuka. Namun karena kurang efektif, akhirnya diseleksi lagi.
“Dulu, semua guru itu diwajibkan membina pramuka. Tapi kok dirasa kurang efektif. Lau, dipilihlah, termasuk saya dan beberapa rekan dikirim untuk mendapatkan pelatihan,” ujar Erna ketika dihubungi Katolikana Jumat (13/8/2021).
Erna mulai berkecimpung di dunia pramuka sejak Sekolah Dasar. Kecintaannya terhadap Pramuka membuatnya banyak belajar.
Bagi Erna, pramuka itu adalah sebuah seni dan tantangan. “Saya senang bertemu dengan adik-adik pramuka. Bagi saya, Pramuka itu seni. Kita harus mencari cara bagaimana agar Pramuka menarik,” ujar Erna.
“Bagaimana supaya mereka suka dengan Pramuka dengan tetap bisa menanamkan kode kehormatannya yaitu Dasa Dharma dan Tri Satya. Apalagi menanamkan jiwa Pramuka di usia mereka, tidak mudah. Caranya beragam. Tapi itulah tantangannya,” tambahnya.
Erna mengatakan, siswa kadang belum memahami tentang makna setangan leher atau hasduk Pramuka, sehingga sering dianggap remeh.
“Seringkali hasduk dibuat ikat kepala, jatuh ke tanah, dan lain sebagainya. Itu sebenarnya tidak boleh karena hasduk itu lambang atau simbol negara Indonesia, merah putih. Jadi tidak boleh dengan sengaja direndahkan, apalagi dipermainkan,” ujar Erna.

Pramuka di Sekolah Katolik
Menurut Erna, materi dan teknis Pramuka di Sekolah secara umum dilakukan sesuai dengan kepramukaan. Namun proses kegiatannya berbeda.
“Untuk pemberian materi dan secara teknis itu pure tentang ajaran Pramuka. Hanya saja dalam proses kegiatannya itu dimasukkan unsur Katolik seperti doa pembuka, doa rasario. Karena sekolah Katolik, jadi berdoa sesuai ajaran katolik,” ujarnya.
“Unsur kekatolikan memang tidak terlalu ditekankan karena sudah include di beberapa materi ajaran pramuka, seperti Dasa Dharma dan Tri Satya,” imbuhnya.
Menurut Erna, sebenarnya tanpa kita sadari dalam ajaran Pramuka banyak hal yang mencerminkan nilai kekatolikan.
“Kita sebagai orang Katolik pasti tidak asing dengan ajaran tentang ‘cinta kasih’ dan ‘ketaatan pada Tuhan’,” ujarnya.
Erna menjelaskan, Dasa Dharma pertama berbunyi: ‘Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa’. Kedua, ‘cinta alam dan kasih sayang sesama manusia’.
“Saya kira dalam Dasa Dharma pertama dan kedua itu merupakan ajaran Katolik yang utama. Apalagi jika itu diterapkan ke dalam ke kehidupan sehari-hari. Pasti hasilnya luar biasa,” tambahnya.
Menurut Erna, Pramuka juga bisa menjadi perwujudan panca tugas gereja Katolik:
1. Pewartaan
Pramuka sebagai sarana pewartaan. Dalam Pramuka kita bisa mewartakan tentang hidup mandiri, dan tanggung jawab. Memberikan salam dan juga menyapa termasuk dalam pewartaan bahwa sesuatu hal itu baik-baik saja.
2. Pelayanan
Pramuka sebagai sarana melayani. Di Pramuka kita menolong sesama. Menolong termasuk melayani: bagaimana kita melayani mereka yang ada di sekitar kita.
3. Paguyuban
Pramuka sebagai tempat berkumpul. Dalam kehidupan Pramuka biasanya berkelompok atau beregu. Dari situ kita dapat bekerja sama, memecahkan suatu persoalan, juga bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah.
4. Liturgi
Pramuka mengambil peran dalam liturgi Gereja. Dalam praktiknya Pramuka juga berunsur religius. Dalam kegiatan pun kita tidak boleh melupakan Tuhan, seperti bunyi Dasa Dharma pertama. Selain itu liturgi juga bisa diartikan sebagai bekerja untuk kepentingan umum. Maka pramuka sendiri tidak jauh dari kata gotong royong dan kerja bakti.
5. Kesaksian
Pramuka menyaksikan atau mengetahui suatu kejadian. Dalam praktiknya, Pramuka itu selalu melibatkan orang. Kadi ketika kegiatan lalu terjadi sesuatu, itu sama dengan kita mengalami atau menyaksikan kejadian tersebut.
“Kehidupan dalam pramuka atau prinsip kepramukaan itu universal. Jadi perlu diingat bahwa semua praktik kegiatan maupun materi Pramuka bisa masuk dalam semua agama, tidak hanya Katolik,” pungkasnya.

Pribadi yang terus belajar dan berusaha menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri. Mahasiswa asal Pandaan, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.