
Katolikana.com—Sanggar Anak Alam (SALAM) merupakan Laboratorium ‘Sekolah Kehidupan’ yang berdiri sejak 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara. Perjuangan pendidikan alternatif yang dikembangkan oleh Wahyaningsih bersama SALAM tidak berhenti di Desa Lawen.
Pada 20 Juni 2000, Wahyaningsih bersama suaminya, Toto Rahardjo, berjuang menghidupkan lagi SALAM di Kampung Nitiprayan, Kelurahan Ngestiharjo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta hingga kini.
Berangkat dari keyanikan Rama Mangun bahwa ‘anak adalah maha guru bagi dirinya dan sumber belajar bagi teman-temannya’, SALAM menciptakan kehidupan belajar merdeka, di mana seluruh proses pendidikan dibangun atas dasar kebutuhan kolektif yang dicapai melalui kesepakan bersama seluruh warga belajar (anak, orang tua, masyrakat, dan fasilitator). SALAM mempunyai titik fokus pendidikan dari taman bermain (2-4 tahun) hingga sekolah menengah atas (SMA).
‘Berguru’ pada SALAM
Komunitas Relawan Grigak berencana menyelengarakan proses belajar di Dusun Karang, Gunungkidul. Sebelumnya, mereka melakukan riset dan Live-in pada 26 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022.
Sebelum memulai proses belajar di Dusun Karang, Komunitas Relawan Grigak terlebihi dahulu membekali diri masing-masing. Demi mendapatkan bekal itu, Komunitas Relawan Grigak berkunjung ke SALAM Yogyakarta pada 24-25 Januari 2021.

Anggota Komunitas Relawan Grigak berjumpa, disambut dengan hangat, dan berbagi cerita dengan pendiri SALAM Sri Wahyaningsih dan Toto Rahardjo, para fasilitator, dan anak-anak.
Hari pertama Komunitas Relawan Grigak mengamati proses belajar anak-anak dan fasilitator. SALAM bukan seperti sekolah pada umumnya. Proses pembelajaran dilakukan sesuai hasil riset anak-anak yang dilaksanakan melalui eksperimen, eksplorasi, dan ekspresi.
Pengamatan yang dilakukan Komunitas Relawan Grigak disempurnakan lagi dengan bertukar pikiran dengan Wahya, Tyas, dan Budi.
Menurut Wahyaningsih, SALAM merupakan tempat anak-anak berproses dengan peran aktif dari lingkungan sekitar. SALAM belajar secara benar dengan adanya bukti nyata di sekitar.
“SALAM juga memfasilitasi perkembangan bakat dan aneka sikap yang berorientasi pada kebutuhan dasar manusia, yaitu; pangan, kesehatan, lingkungan hidup, dan sosial budaya,” ujar Wahya.
Hari kedua, Komunitas Relawan Grigak berdiskusi dengan Toto Rahardjo sebagai pendiri SALAM.
“Apakah keberadaan Komunitas Relawan Grigak di Dusun Karang sebagai bagian dari solusi atau menjadi bagian dari masalah?” tanya Toto.
Pertanyaan ini memberikan gambaran baru bagaimana menerapkan proses belajar dengan baik di Dusun Karang.
Diskusi siang itu menghasilkan metode strategi terkait gambaran proses belajar di Grigak, bahwa anggota Komunitas Relawan Grigak akan belajar di Dusun Karang bukan mengajar.
Selanjutnya, proses belajar Komunitas Relawan Grigak itu diintegrasikan dengan hasil penemuan adik-adik Dusun Karang dalam menemukan cara belajarnya masing-masing.
Kontributor: Aurelia Trimaris Salakkau

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.