Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Penyiaran Demokratis (KMSPPD): Demokrasi Penyiaran di Indonesia Redup

Selama 20 Tahun Undang-Undang Penyiaran banyak upaya mendeligitimasi nilai-nilai demokrasi.

0 158

Katolikana.com—Tanggal 28 Desember 2022 adalah momen penting bagi dunia penyiaran di Indonesia yang menandai usia 20 tahun Undang-Undang Penyiaran.

Sayangnya, momen ini sepi dari hingar-bingar perayaan oleh pelaku penyiaran maupun pemangku kepentingan utama, seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo).

Elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Penyiaran Demokratis (KMSPPD) memperingatinya dengan semangat volunteerism.

Demokrasi Penyiaran Redup

Ketua Panitia Refleksi 20 Tahun UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 Mario Antonius Birowo mengungkapkan, sejak Juli hingga November 2022 KMSPPD menggelar lima kali diskusi publik bekerja sama dengan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jaringan Radio Komunitas Indonesia, Yayasan Sejiwa, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Puncak peringatan dilakukan pada 28 Desember 2022 di Studio I RRI Yogyakarta. Rangkaian acara terdiri dari Napak Tilas Situs Penyiaran Bersejarah di Kota Yogyakarta, soft launching Buku Redupnya Demokratisasi Penyiaran: Refleksi 20 Tahun UU Penyiaran No. 32/2002, serta diskusi.

Sesi pertama menampilkan pembicara Prof. Hermin Indah Wahyuni (UGM), Nina Mutmainah (UI), Prof. Eni Maryani (UNPAD), Lestari Nurhajati (LSPR), Mario Antonius Birowo (UAJY), dan Bayu Wardhana (AJI Indonesia). Foto: Istimewa

Sesi pertama dengan topik “Pelaksanaan UU Penyiaran, Janji yang Terkorupsi oleh Investasi,” menampilkan pembicara Prof. Hermin Indah Wahyuni (UGM), Nina Mutmainah (UI), Prof. Eni Maryani (UNPAD), Lestari Nurhajati (LSPR), Mario Antonius Birowo (UAJY), dan Bayu Wardhana (AJI Indonesia) dengan moderator Diana Anggraeni (Universitas Pancasila Jakarta).

Sesi kedua mengangkat topik “UU Penyiaran Darurat Diselamatkan: Publik Harus Apa,”  dengan narasumber Masduki (UII), Lintang Ratri (UNDIP), Imam Prakoso (Radar Tangguh), Darmanto (Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik), dan Puji Rianto (UII) dengan moderator Ni Made Ras Amanda dari Universitas Udayana.

Ketua Pansus RUU Penyiaran tahun 2002 Paulus Widiyanto menyampaikan orasi media tentang konteks sejarah serta dinamika lahirnya UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002. Foto: Istimewa

Para pembicara melihat UU Penyiaran No.32 Tahun 2002 adalah undang-undang yang demokratis,  yang diwarnai semangat reformasi.

Undang-undang tersebut memberi pengakuan terhadap Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Komunitas, selain pengarusutamaan independensi, keberagaman kepemilikan dan keberagaman konten termasuk penguatan inklusivitas, muatan lokal serta perlindungan anak,  sebagai dasar penyelenggaraan penyiaran.

Namun demikian, 20 tahun pelaksanaannya justru banyak upaya mendeligitimasi nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam undang-undang tersebut.

Sebagai contoh, pengakuan terhadap Lembaga Penyiaran Komunitas di dalam UU Penyiaran tidak serta merta memuluskan kehadiran radio komunitas di masyarakat.

Diskusi juga mengajak masyarakat sipil untuk mendorong revisi UU Penyiaran. Namun, hasil diskusi mengingatkan perlunya mengkaji ulang dasar perjuangan demokratisasi penyiaran yang menjadi argumentasi.

Hal ini karena dengan adanya perkembangan teknologi dimana penyiaran dapat menggunakan platform digital, yang tidak lagi menggunakan sumber daya terbatas seperti halnya frekuensi.

Maka yang harus menjadi dasar perjuangan demokrasi penyiaran adalah melindungi public good.

Merujuk Francis Bacon, public good berarti publik berhak mendapatkan pengetahuan yang baik, dimana salah satu sumber pengetahuan adalah dari media penyiaran.

Diskusi juga menggarisbawahi perlunya membuka kesadaran palsu masyarakat penonton, bahwa tontonan yang selama ini hadir bermasalah, bahwa mendapatkan tontonan yang berkualitas dan inklusif adalah hak publik.

Maka memperjuangkan demokrasi penyiaran harus terus dilakukan, pantang padam sebelum sampai tujuan.

Persimpangan Jalan

Seusai diskusi, malam harinya dilakukan Orasi Media oleh Ketua Pansus RUU Penyiaran tahun 2002 Paulus Widiyanto. Paulus menyampaikan konteks sejarah serta dinamika lahirnya UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002.

Menurut Paulus Widiyanto, dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja posisi UU Penyiaran berada di persimpangan jalan, antara jalan yang menuju pada kecermelangan atau sebaliknya menuju jalan yang temaram.

UU Cipta Kerja telah memuluskan jalan bagi kepentingan ekonomi dan politik dengan konskuensi matinya demokrasi penyiaran.

“Namun, kita tetap harus optimis bahwa masih ada harapan terbukanya jalan menuju kecemerlangan kalau kita mampu memanfaatkan lembaga penyiaran menjadi institusi sosial budaya,” tegas Paulus Widiyanto.

Pernyataan Sikap

Pada akhir acara, dibacakan Pernyataan Sikap 20 Tahun Undang Undang Penyiaran.

PERNYATAAN PUBLIK 20 TAHUN UU PENYIARAN

Kami masyarakat sipil penyiaran Indonesia yang hari ini, Rabu 28 Desember 2022 berkumpul di Yogyakarta menyampaikan Pernyataan Sikap 20 Tahun Undang-undang Pernyiaran sebagai berikut:

  1. Kami mengapresiasi lahirnya Undang-Undang Penyiaran tahun 2002 yang pada awalnya memberikan isyarat baik bagi bertumbuhnya sistem penyiaran yang demokratis berbasis pada diversity of ownership, diversity of voices, dan diversity of content.
  2. Memasuki usia ke-20 Tahun UU Penyiaran kami melihat demokratisasi penyiaran mengalami stagnasi atau krisis, antara lain dengan diamputasinya pasal-pasal yang bagus dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran oleh negara melalui berbagai regulasi. Elemen-elemen demokratis mengalami tekanan politik dan ekonomi yang serius dan membuat mereka tidak mampu bertahan.
  3. Kami meminta kepada semua pemangku kepentingan untuk memperhatikan semakin redupnya demokrasi penyiaran di Indonesia akibat berbagai kebijakan negara yang kurang mendukung penerapan sistem demokrasi penyiaran.
  4. Dengan menjaga tetap tegaknya sistem demokrasi penyiaran berarti menjaga kewarasan berpikir dan bertindak dalam masyarakat Indonesia.

Yogyakarta, 28 Desember 2022
Masyarakat Sipil Peduli Penyiaran Demokratis (MSPPD)

KMSPPD terdiri dari akademisi dari berbagai Perguruan Tinggi di Jawa dan Bali, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Al Azhar Indonesia,  Universitas Pancasila,  Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR,  Universitas Pajajaran (UNPAD), Universitas Diponegoro (UNDIP), UGM,  UAJY, UMY, UII, Universitas Respati Yogyakarta, UPN Yogyakarta, dan Universitas Udayana, Bali.

Selain akademi, banyak juga kalangan aktivis yang peduli pada isu penyiaran seperti Perkumpulan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media),  Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (RPLPP), Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), Koalisi Nasional untuk Reformasi Penyiaran (KNRP), Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), Perkumpulan Masyarakat Peduli Media (MPM), Konde.com, Radar Tangguh, CRI, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

 

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.