Umat Antusias Ikuti Seminar Liturgi di Paroki Tanjung Redeb

Kurang lebih 200 umat hadir sebagai peserta seminar liturgi di Paroki St. Eudema, Tanjung Redeb

0 82

Katolikana.com, Berau — Paroki St. Eugenius de Mazenod (Eudema), Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur, menggelar Seminar Liturgi dengan tema “Ada Apa di Dalam Misa” pada Jumat–Minggu, (27–29/9/2024). Seminar ini diadakan untuk membuat umat memiliki pemahaman lebih mendalam mengenai liturgi gereja.

Seminar dilaksanakan di Aula Chevalier, Paroki St. Eudema. Antusiasme umat dalam mengikuti seminar ini terlihat dari jumlah kehadiran. Kurang lebih sekitar 200 peserta mengikuti kegiatan kali ini. Sebagian besar dari mereka mewakili lingkungan, stasi, dan kelompok kategorial yang ada di Paroki St. Eudema. Hadir sebagai narasumber dan pemateri utama adalah Albert Wibisono.

Di dalam acara Seminar Liturgi, peserta diberikan materi antara lain, pengantar tentang sejarah ekaristi, pemahaman tentang sikap-sikap liturgi, musik liturgi (organis, pemazmur, koor, dan dirigen), petugas liturgi (pemimpin ibadat, lektor, misdinar, dan paramenta), serta dekorasi altar.

Seminar Liturgi ini dibuat atas prakarsa dari Dewan Pastoral Paroki (DPP) Bidang I, yang membawahi seksi Liturgi Paroki. Ketua Bidang I (Kabid. I) DPP, dr. Rudolph Philip Bokong, Sp.OG, menyampaikan bahwa kegiatan ini terlaksana sebagai bentuk aksi nyata dalam menjalankan fokus pastoral Keuskupan Tanjung Selor (KTS) 2024 yang ditetapkan sebagai Tahun Ekaristi.

“Sebenarnya memang kegiatan ini sudah menjadi program dari bidang liturgi yang sudah disampaikan dalam pleno awal tahun. Namun baru terealisasi di caturwulan akhir ini. Terlebih lagi, ini juga merupakan bagian dari program yang selaras dengan fokus pastoral keuskupan kita (KTS) di tahun 2024 ini, yaitu Tahun Ekaristi,” ungkap dr. Rudolph.

 

Budaya Kurban dan Ekaristi

Dalam materi pengantar, Albert menyampaikan bahwa kekristenan telah mengenal budaya kurban sejak jaman Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, kurban yang dilakukan oleh bangsa Israel digambarkan sudah ada sejak masa manusia mula-mula, yakni Kain dan Habel. Kurban yang dipersembahkan biasanya berupa anak domba.

“Namun, kurban itu telah tergenapi oleh Yesus Kristus dalam Perjanjian baru. Yesus menjadi satu-satunya ‘Anak Domba Kurban’ yang disediakan oleh Allah sebagai penebus dosa manusia,” terang Albert.

Demikian pula Ekaristi hendaknya dipahami sebagai simbol kehadiran Kristus yang nyata lewat perjamuan kudus. Perjamuan sebagai lambang perayaan kurban Kristus di kayu salib sebagai penebus dosa.

Dalam Ekaristi, umat Katolik harus memiliki kesadaran penuh akan kehadiran Kristus lewat hosti/ sakramen kudus yang telah dikonsekrir. Lebih jauh, pemahaman kehadiran Kristus juga dapat ditemui lewat Sabda/ Kitab Suci, sesama umat dan siapa saja yang kita temui dalam hidup kita.

Albert Wibisono, narasumber dalam Seminar Liturgi di Paroki St. Eudema, Tanjung Redeb. (Foto: Katolikana.com/Agustinus Fian)

 

Liturgi sebagai Tiang Iman

DPP pun menegaskan pelaksanaan seminar liturgi ini bukan dimaksudkan seperti kursus. Akan tetapi tujuannya lebih kepada untuk meningkatkan pemahaman umat akan sikap-sikap liturgi, maupun komponen-komponen pendukungnya, seperti musik, lagu-lagu, dekorasi, paramenta, hingga tata tertib dan pelayan ekaristi.

“Jadi di sini kita sama-sama belajar tentang komponen pendukung liturgi dalam ekaristi, seperti misdinar, para petugas liturgi, tata tertib, hingga dekorasi gereja. Selain itu, dalam materi juga disampaikan maksud dan arti dari sikap-sikap liturgi dalam ekaristi,” ungkap dr. Rudolph.

Senada dengan DPP, Romo Stefanus Tri Supriationo, MSC, selaku Pastor Kepala Paroki mengatakan bahwa lewat kegiatan ini diharapkan adanya pemahaman yang lebih mendalam tentang Liturgi dalam Ekaristi. “Ini merupakan media yang kiranya bisa memberi pemahaman bagi kita dan membuka perspektif yang lebih luas dalam memahami liturgi dan ekaristi,” tuturnya.

Pastor yang akrab disapa Romo Tri ini melanjutkan, “Pemahaman yang dimaksud adalah bahwa kita diharapkan mampu lebih memaknai ekaristi sebagai saluran berkat.”

“Liturgi dalam ekaristi merupakan tiang iman dan ciri kekatolikan kita. Gereja tanpa ekaristi bukanlah Katolik,” tegasnya lagi.

 

Antusiasme Umat dan Harapan

Sepanjang pertemuan, para peserta begitu dinamis dan antusias. Selain nampak dari jumlah kehadiran, keaktifan dalam menanggapi materi maupun lewat pertanyaan-pertanyaan dan sharing tentang kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di kalangan umat.

Salah seorang peserta, Sanggam Simanungkalit, menyampaikan, “Saya selaku peserta merasa bersyukur atas kegiatan ini. Saya berharap kiranya umat yang mewakili stasi, lingkungan, atau kelompok kategorial, sekembalinya dari kegiatan ini mampu dan mau berbagi di tempatnya masing-masing, agar ada keseragaman pemahaman tentang liturgi dan ekaristi yang sebenarnya.”

Albert selaku pemateri pun mengakui cukup terkejut dengan animo umat di paroki ini. “Ini di luar ekspektasi saya. Paroki ini jadi gambaran gereja yang hidup. Umat begitu aktif,” bebernya.

Ia juga mengungkapkan kekagumannya dengan semangat para peserta dalam mengikuti materi. “Melihat antusiasme umat di sini, tiga hari ini saya begitu bersemangat. Melihat itu saya jadi tidak ada rasa lelah dan semakin semangat dalam menyampaikan materi,” lanjutnya.

Albert juga berharap agar lewat seminar ini, umat menjadi semakin merasa sukacita setiap mengikuti ekaristi. “Kita sudah memahami bahwa ekaristi adalah sumber iman kristiani. Saya rasa ketika pemahaman ini sudah ditanamkan, maka akan selalu ada sukacita setiap kita mengikuti misa.

Tidak lupa, Albert mengajak segenap umat menyadari bahwa kegiatan Seminar Liturgi ini hendaknya dipandang sebagai kabar baik. “Kabar baik itu layak untuk dibagikan dan disebarkan. Sehingga saya berharap agar umat yang hadir di sini boleh memberitakan kabar baik ini kepada umat lain yang tidak sempat hadir,” pungkasnya. (*)

 

Editor: Ageng Yudhapratama

Komsos Keuskupan Tanjung Selor

Leave A Reply

Your email address will not be published.