Yesus, Roti Hidup

Dari Oikeiosis Jasmani Menuju Oikeiosis Spiritual

0 52
Mario Antonius Magul

Oleh Mario Oktavianus Magul

Katolikana.com — Yesus berkata, “Akulah roti hidup. Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.”

Pernyataan ini, yang terdapat dalam Injil Yohanes 6:35, merupakan pintu masuk yang kaya makna bagi refleksi iman akan siapa Yesus bagi dunia dan bagi setiap orang beriman.

Dalam refleksi ini, mari kita memulainya dari sesuatu yang paling dasar dan universal: makan. Makanan adalah kebutuhan pokok setiap manusia. Tidak peduli siapa, kapan, dan di mana, manusia terdorong secara alami untuk mencari makanan demi kelangsungan hidup.

Oikeiosis Jasmani

Filsuf Stoa, Epictetus, menyebut dorongan dasar ini sebagai oikeiosis: kecenderungan alamiah makhluk hidup untuk mempertahankan dirinya. Dalam aspek jasmani, oikeiosis ini mewujud dalam kebutuhan makan, minum, istirahat, dan sebagainya.

Narasi dalam Yohanes 6:25-59 memperlihatkan bagaimana oikeiosis jasmani menjadi motivasi orang banyak yang mengikuti Yesus. Setelah peristiwa mukjizat penggandaan roti, mereka datang kembali kepada-Nya, namun bukan karena mereka melihat tanda ilahi, melainkan karena mereka telah dikenyangkan.

Yesus menegur mereka: “Kamu mencari Aku bukan karena telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kenyang” (Yoh 6:26). Ini adalah teguran keras terhadap pengikutan yang dangkal: motivasi yang hanya berhenti pada pemenuhan kebutuhan fisik.

Yesus kemudian menyatakan diri sebagai roti hidup, bukan sekadar roti jasmani yang mengenyangkan tubuh, tetapi roti yang memberi hidup kekal. Dia menempatkan diri-Nya sebagai pemenuhan terdalam dari kerinduan manusia akan hidup sejati, bukan sekadar kehidupan biologis.

Yesus adalah “roti hidup yang turun dari surga,” bukan roti sembarangan. Dalam diri-Nya, kita tidak hanya memperoleh hidup, tetapi hidup yang bersatu dengan Bapa.

Gambaran ini tidak lepas dari konteks Perjanjian Lama, khususnya peristiwa pemberian manna di padang gurun (Kel 16:1-36). Manna menjadi simbol pemeliharaan Allah terhadap umat-Nya dalam perjalanan penuh tantangan.

Ketika Yesus menyebut diri-Nya sebagai roti hidup, Ia menyatakan bahwa pemeliharaan itu kini hadir secara penuh dan personal dalam diri-Nya. Dalam Kristus, Tuhan bukan hanya memberi makanan dari surga, Ia sendiri menjadi makanan itu.

Roti dalam tradisi biblis juga mengandung makna soteriologis — simbol kehidupan dan keselamatan. Dalam dunia Perjanjian Lama, kelimpahan roti adalah tanda berkat; sebaliknya, kelaparan menjadi tanda kutukan. Namun dalam Kristus, makna roti mencapai kepenuhannya.

Ia adalah makanan eskatologis, artos yang membawa hidup kekal. “Nenek moyangmu makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Tetapi roti yang turun dari surga akan memberi hidup yang kekal,” tegas Yesus (Yoh 6:48-51).

Oikeiosis Spiritual

Pada titik inilah, kita tiba pada tawaran baru: oikeiosis spiritual. Jika oikeiosis jasmani mendorong manusia untuk mempertahankan hidup tubuh, maka oikeiosis spiritual mendorong manusia untuk membangun kesatuan dan keintiman dengan Sang Sumber Hidup.

Yesus bersabda, “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai hidup yang kekal” (Yoh 6:27). Seruan ini adalah panggilan untuk bertumbuh dalam iman yang tidak sekadar reaktif, tetapi aktif dan berkomitmen.

Dengan demikian, menjadi pengikut Kristus tidak cukup hanya dengan mengejar berkat jasmani. Kepengikutan sejati menuntut kedalaman relasi spiritual, kesediaan untuk mempercayakan hidup sepenuhnya kepada-Nya, dan keinginan untuk menjadikan Dia sebagai sumber kekuatan dan arah kehidupan. Oikeiosis spiritual adalah dorongan untuk mengakar, bertumbuh, dan berbuah dalam Kristus.

Melalui refleksi ini, marilah kita bertanya kepada diri sendiri: Apakah aku mencari Yesus demi kenyamanan duniawi? Ataukah aku sungguh mengimani Dia sebagai Roti Hidup yang menyelamatkan? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan kualitas hidup rohani kita: apakah kita sekadar lapar akan roti jasmani, atau sungguh haus akan hidup kekal. (*)

Oleh Mario Oktavianus Magul, Mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.