Paus Leo XIV: Jangan Biarkan Mengalami Lumpuh Karena Kekecewaan

Paus Leo XIV merenungkan kisah orang lumpuh di kolam Betesda, dan mengingatkan agar tidak menjadi putus asa dan jatuh ke dalam apatisme spiritual.

0 182

Vatican, Katolikana.com –  Paus Leo XIV pada hari Rabu (18/6/2025), memimpin Ibadat Sabda mingguan di Lapangan Santo Petrus Vatican.

Sebelum memulai Audiensi Umum, Paus Leo XIV menyapa orang banyak yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus dengan mobil kepausan.

Paus Leo XIV menyapa umat yang memenuhi Lapangan St. Petrus dalam Audiensi Umum mingguan, Rabu (18/6/2025) (Foto Vatican Media)

Selanjutnya, Paus Leo XIV dalam katekese mengajak umat merenungkan tema Yubileum “Yesus Kristus Harapan Kita,” dengan fokus renungan pada Yesus sang penyembuh.

Dilansir dari VaticanNews, Bapa Suci mengajak semua orang untuk merenungkan saat-saat ketika merasa ‘terjebak’ dan terperangkap dalam jalan buntu.

Paus menjelaskan bahwa ketika harapan tampak sia-sia dan orang ingin menyerah, Injil menggambarkan melalui gambaran kelumpuhan.

Paus Leo XIV mengambil contoh kisah Yesus menyembuhkan orang lumpuh di kolam Betesda.

Rumah Belas Kasih

Ketika Yesus tiba di Yerusalem menghadiri perayaan orang Yahudi, Ia pertama kali singgah di gerbang kota, bukan di Bait Suci. Gerbang ini terdapat kolam Betesda tempat setiap orang berharap akan terjadi mukjizat dengan menunggu untuk bergegas masuk ke kolam saat kolam itu tergoncang.

Mereka percaya bahwa kolam itu memiliki kekuatan penyembuhan. Namun, hal ini menciptakan suasana yang tidak menyenangkan karena terjadi “pergumulan di antara orang lemah.”

Orang-orang saling dorong, berdesak-desakan, dan mencoba masuk ke dalam air kolam terlebih dahulu.

Paus Leo XIV mengungkapkan bahwa Betesda berarti “rumah belas kasih”—yang dapat mencerminkan gambaran Gereja, “tempat orang sakit dan orang miskin (lemah) berkumpul, dan menjadi tempat kedatangan Tuhan yang membawa kesembuhan dan harapan.”

Tidak Ada Alasan Apatis
Yesus bertemu dengan orang yang lumpuh selama 38 tahun dan telah pasrah dengan nasibnya.

Kekecewaan seperti ini, kata Paus, akan melumpuhkan, karena dapat “menyebabkan putus asa dan berisiko jatuh ke dalam sikap apatis spiritual.”

Pertanyaannya kemudian adalah: “Apakah anda ingin disembuhkan?”

Sama seperti orang lumpuh dalam Injil, orang dapat terjebak dan “keinginan untuk sembuh memudar.”

Orang merasa nyaman dengan penyakit yang diderita dan mengandalkan orang lain untuk merawat.

Paus Leo XIV mengingatkan agar tidak membiarkan hal ini “menjadi alasan untuk menghindari pengambilan keputusan tentang hidup.”

Paus Leo XIV merenungkan kisah orang lumpuh yang disembuhkan dalam Injil St. Yohanes (Foto Vatican Media)

Tanggapan orang lumpuh dalam kisah itu kepada Yesus, menunjukkan bagaimana orang itu memilih untuk melihat kehidupan.

Ia berpendapat tidak ada seorang pun yang membantunya masuk ke kolam, “jadi kesalahan tidak ditimpakan pada dirinya sendiri tetapi pada orang lain yang tidak membantunya.”

Paus Leo XIV mengajukan pertanyaan: “Benarkah ia tidak memiliki seorang pun yang menolongnya?”

Merenungkan warisan bapa rohani, Santo Agustinus, Paus Leo XIV mengungkapkan bahwa orang lumpuh itu tidak hanya membutuhkan uluran tangan, tetapi membutuhkan “seorang manusia seperti Tuhan.”

Menulis Kisah Hidup Sendiri
Yesus membantu orang lumpuh yang disembuhkan, mengubah pandangannya tentang kehidupan dari fatalistik—bahwa segala sesuatu terjadi hanya karena nasib buruk—menjadi tanggung jawab pribadi.

Tikar menjadi simbol penyakit masa lalu dalam sejarah pribadi. Namun, sekarang, orang itu memiliki kemampuan berjalan, mengangkat tikar dan pola pikir untuk menulis kisahnya sendiri.

Mengakhiri katekese, Paus Leo XIV mengajak semua orang untuk memohon rahmat kepada Tuhan agar dapat mengenali diri ketika berada dalam situasi “terjebak” dan memerlukan harapan menyuarakan keinginan penyembuhan. (*)

Katekis di Paroki Kleco, Surakarta

Leave A Reply

Your email address will not be published.