
Oleh Yosua Noak Douw
Katolikana.com—Papua kerap disebut sebagai pintu gerbang timur Indonesia. Sebutan ini bukan semata-mata karena letaknya secara geografis di ujung timur Nusantara, melainkan menyimpan makna profetik dan teologis yang dalam.
Banyak pemimpin rohani dan pendoa syafaat, baik nasional maupun internasional, memandang Papua sebagai wilayah yang ditetapkan Tuhan secara khusus, bahkan menyebutnya sebagai “gerbang timur dunia dan Yerusalem.” Ini bukan sekadar metafora, melainkan kesaksian rohani yang selaras dengan prinsip-prinsip Firman Tuhan.
Dari Timur, Kemuliaan Itu Datang
Dalam kitab Yehezkiel 44:1-3, gerbang timur digambarkan sebagai tempat masuknya kemuliaan Tuhan. Pintu ini harus tetap tertutup karena sudah dilewati oleh Tuhan, dan hanya raja yang ditetapkan oleh Tuhan boleh duduk di sana.
Secara teologis, gerbang timur melambangkan titik masuk kemuliaan ilahi ke dunia, tempat yang kudus dan tidak bisa dimasuki secara sembarangan. Ini menegaskan bahwa timur bukan sekadar arah mata angin, tetapi simbol penyataan ilahi.
Dalam terang nubuatan tersebut, Papua diyakini sebagai wilayah profetik dari mana terang Tuhan akan memancar. Ini sejalan dengan Yesaya 60:1-3: “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu…”
Papua adalah tanah di mana seruan profetik ini diyakini sedang digenapi. Di tengah segala keterbatasan, konflik sosial, dan tantangan pembangunan, ada harapan rohani yang membara: Papua dipakai Tuhan untuk memulai kebangunan rohani akhir zaman.
Kita menyaksikan tanda-tanda awal dari realitas ini. Di gunung-gunung dan lembah Papua, berdiri menara-menara doa. Dari honai-honai sederhana, pujian dan penyembahan dinaikkan. Misionaris lokal berjalan kaki menembus hutan untuk memberitakan Injil.
Generasi muda Papua menyerahkan diri bagi panggilan pelayanan. Ini bukan sekadar aktivitas gerejawi, melainkan gerakan Roh Kudus yang diam-diam sedang membentuk wajah baru gereja dari timur.
Dalam berbagai forum rohani internasional, Papua disebut sebagai spiritual gateway atau gerbang rohani. Banyak hamba Tuhan meyakini bahwa dari Papua, kebangunan rohani besar akan menjalar ke seluruh Indonesia, bahkan ke bangsa-bangsa.
Ini bukan hasil spekulasi, tetapi konfirmasi dari kesaksian yang terus berulang dari berbagai belahan dunia. Sejarah membuktikan bahwa Tuhan kerap memakai wilayah yang terpinggirkan untuk mengerjakan perkara besar.
Namun, pengakuan rohani ini bukan sekadar kehormatan. Ia adalah panggilan tanggung jawab. Jika Papua adalah gerbang timur kemuliaan Tuhan, maka umat Tuhan di tanah ini harus menjaga gerbang itu tetap terbuka: melalui kehidupan yang kudus, penginjilan yang radikal, ibadah yang menyala, dan kesatuan tubuh Kristus.
Pemerintah pun tidak bisa hanya membangun Papua secara fisik. Pembangunan Papua harus menyentuh dimensi rohani masyarakatnya, dengan pendekatan yang menghormati nilai-nilai budaya dan iman lokal.
Papua: Gerbang Peradaban Baru
Dalam konteks kebangsaan, Papua adalah tempat pertama di Indonesia yang disinari matahari setiap hari. Secara simbolik, ini menunjukkan bahwa kebangkitan dan harapan nasional pun semestinya dimulai dari timur.
Papua memiliki kekayaan alam, budaya, dan semangat masyarakat adat yang kuat. Jika diberdayakan dengan benar, Papua dapat menjadi pelopor peradaban baru yang menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan, dan spiritualitas.
Dalam terang visi Indonesia Emas 2045, Papua tidak boleh dilihat sebagai beban, tetapi sebagai pelopor. Bukan hanya sebagai wilayah yang menerima, tetapi sebagai wilayah yang memberi. Gereja, pemerintah, dan masyarakat sipil harus bersinergi dalam membangun Papua secara holistik: pendidikan, kesehatan, ekonomi, budaya, dan iman. Hanya dengan pendekatan menyeluruh seperti ini, Papua akan bangkit sebagai wilayah yang menebarkan terang bagi bangsa.
Mazmur 24:7-10 menyerukan agar “pintu-pintu gerbang” diangkat agar Raja Kemuliaan masuk. Papua adalah pintu itu. Ia bukan hanya pintu masuk Indonesia, tetapi pintu tempat Tuhan menyatakan diri-Nya. Seperti Bukit Zaitun di Yerusalem Timur, Papua adalah tanah tempat Tuhan akan berdiri untuk menyatakan kehendak-Nya atas bangsa-bangsa (lih. Zakharia 14:4).
Oleh karena itu, gereja-gereja di Papua dan di seluruh Indonesia dipanggil untuk melihat peran profetik ini dengan serius. Bukan waktu untuk bersantai, tetapi untuk berjaga. Bukan saat untuk berpecah, tetapi bersatu. Karena Tuhan sedang mengerjakan sesuatu yang besar dari timur.
Papua di Telapak Tangan Tuhan
Seperti tertulis dalam Yesaya 49:16, “Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku” —Papua ada dalam genggaman kasih Allah. Maka, tugas kita sebagai umat Tuhan adalah menjaga tanah ini dalam kekudusan, menyambut kebangunan rohani yang sedang datang, dan tidak memperlakukan Papua dengan cara duniawi.
Ini adalah waktu bagi semua orang percaya —baik di Papua maupun seluruh Indonesia— untuk bersatu dalam doa dan tindakan profetik. Papua bukanlah “ujung negeri”, tetapi awal kebangkitan bangsa-bangsa. Cahaya Tuhan sedang datang dari Timur. Dan kita semua dipanggil untuk menjaga gerbang itu agar tetap terbuka bagi kemuliaan-Nya.
Papua bukan hanya tanah yang diberkati, tetapi tanah yang dipilih. Sekarang, panggilan itu ditujukan kepada kita semua—untuk menjaganya, menyambutnya, dan memuliakan Tuhan darinya. (*)
Penulis: Yosua Noak Douw, Alumnus Sekolah Tinggi Teologi Bethel Indonesia, Petamburan, Jakarta

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.