Maria Prapti Danusubroto, ‘Nenek Penyiar’ Radio Katolikana

Transformasi Iman Hingga Melayani Tuhan Lewat Mikrofon

0 41

Katolikana.com—Tak ada kata “terlambat” dalam kamus orang yang berserah pada panggilan Tuhan. Di usia 72 tahun, Maria Prapti Danusubroto membuktikan bahwa semangat melayani tidak mengenal usia.

Ia bukan hanya menyuarakan pesan kasih di balik mikrofon Radio Katolikana, tetapi juga menghadirkannya dari kedalaman pengalaman iman, perjalanan hidup, dan transformasi rohani yang mengakar.

Lahir di Solo pada 28 Januari 1952 dan menikah pada 28 November 1974, Ibu Prapti telah menjalani 51 tahun hidup perkawinan dengan Bapak Laurensius Joko Sanyoto.

Mereka dikaruniai dua putri dan empat cucu, yang semuanya menjadi bagian dari lingkaran dukungan dalam panggilan pelayanan beliau. Ia menyebut perjalanan hidupnya sebagai “kasih karunia Tuhan yang tak terhingga,” di tengah segala suka duka rumah tangga.

Maria Prapti Danusubro

Iman yang Tumbuh dari Masa Pandemi

Perjalanan iman Ibu Prapti mengalami titik balik besar di masa pandemi Covid-19. Misa daring yang ia ikuti dari Gereja Katedral Bandung, dipimpin Mgr. Anton Subianto Bunyamin OSC, membuka mata batin dan hati rohaninya.

“Tuhan mencurahkan rahmat-Nya melalui Misa online yang saya ikuti dari Gereja Katedral Bandung. Saat itu misa dipimpin oleh Monsinyur Anton Subianto Bunyamin OSC. Kala itu Monsinyur Anton mengajak umat mendaraskan doa mohon 7 karunia Roh Kudus,” kisah Ibu Prapti.

Doa memohon tujuh karunia Roh Kudus yang terus ia daraskan setiap pagi, perlahan namun pasti membawa buah: iman yang diperbarui dan hati yang siap diutus.

Transformasi ini tak berhenti di doa. Ia mengikuti berbagai program pembinaan iman daring seperti Kursus Evangelisasi Pribadi, Sekolah dari Nazareth, Ziarah Totus Tuus, dan Emaus Journey.

Semua dilakukan secara online, lintas paroki, lintas kota—membuktikan bahwa jarak tidak mampu menghalangi Roh Kudus bekerja dalam diri seorang ibu lansia yang haus akan Sabda.

Melayani Lewat Mikrofon

Benih pelayanan di Radio Katolikana bermula dari perjumpaan tak langsung dengan Bapak Lukas Ispandriarno, yang kala itu menghubungi Ibu Prapti untuk wawancara soal komunitas tuna rungu. Wawancara tersebut dimuat di Majalah Salam Damai.

Tak disangka, sebulan kemudian Pak Lukas menghubunginya kembali, kali ini dengan ajakan: bersediakah menjadi penyiar Radio Katolikana dari kategori pensiunan?

Keraguan sempat muncul. Usia 72 tahun dan dunia siaran yang serba digital bukanlah perkara mudah. Namun bimbingan cucu tercinta, Claudia Marcelia, dan dukungan komunitas seperti Mbak Nares di Karanganyar, menjadi sarana Tuhan menguatkan.

Ibu Prapti memiliki prinsip: “Tuhan sudah terlebih dahulu mengasihi saya. Segala rahmat yang saya butuhkan sudah tercurah tiada habis-habisnya.”

Rasa syukur tersebut menjadi motivasi Ibu Prapti dalam pelayanan di gereja dan masyarakat.

Motivasi tersebutlah yang menggerakkan Ibu Prapti kembali mempersembahkan syukur berupa pembaktian diri, mewartakan kabar baikNYA melalui komunitas-komunitas rohani online.

Maka, ia pun menapaki proses latihan selama hampir tiga bulan bersama Pak Boy, kendati kala itu sang suami tengah dirawat di RS Elisabeth.

Setahun Siaran: Persembahan Syukur

Tanggal 13 Agustus 2024 menjadi hari bersejarah: Ibu Prapti resmi diterima sebagai penyiar Radio Katolikana. Setiap Selasa dan Sabtu sore, suaranya hadir membawakan acara Bina Iman Anak yang kemudian berkembang menjadi Bina Iman Keluarga.

Lagu-lagu istirahat, kisah Santo-Santa, renungan harian, serta bacaan inspiratif dari Paus Fransiskus hingga para romo lintas tarekat mengisi acara yang ia pandu dengan kelembutan khas seorang nenek.

Para romo yang karyanya turut mewarnai siaran Ibu Prapti antara lain: Rm. Arnold SMM (Roma), Rm. Marselinus Lobi SMM (Seminari Monfort Malang), Rm. Abba MSC (Paroki Surian), Rm. Bobby Steven MSF (Yogyakarta), Rm. Susilo Nugroho CP (Jakarta Barat), Rm. Anton Tensi SMM (Bandung), hingga Rm. Gunawan Pr (Rektor Seminari TOR Sanjaya Semarang).

Mikrofon Sebagai Altar Kecil

Bagi Ibu Prapti, mikrofon adalah altar kecil tempat ia mempersembahkan syukur. “Semoga Tuhan berkenan memberkati tugas-tugas pewartaan yang dipercayakan kepada saya,” ucapnya dalam doa, “dan semoga boleh menjadi persembahan yang layak dalam karya kasih karunia-Nya.”

Apa yang dimulai dari masa pandemi, kini menjadi panggilan yang menghidupi. Suaranya mungkin lembut, tapi maknanya menggema: bahwa usia bukan batas pelayanan, melainkan pintu masuk bagi rahmat yang lebih besar. (*)

Kontributor: Anastasia Novida Wahyuningsih

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.