Guru Muda Katolik Bertumbuh Bersama di Young Teacher Growth Camp

Guru muda perlu ruang tumbuh yang kolaboratif agar makin siap menjadi pengajar profesional dan pemimpin pembelajaran yang memahami makna panggilannya.

0 15

Semarang, Katolikana.com – Sebanyak 29 guru muda Katolik dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di Semarang untuk mengikuti pelatihan intensif Young Teacher Growth Camp (YTGC) pada Jumat–Sabtu, 25–26 Juli 2025.

Peserta datang dari berbagai lembaga pendidikan Katolik seperti Yayasan Sinar Timur Batam, Marsudirini Semarang, Bernardus Pekalongan dan Semarang, Santa Maria Purbalingga dan Sleman, serta Kanisius Cabang Semarang.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Yayasan Kawan Tumbuh Indonesia (YKTI) bersama Yayasan Insan Sekolah Kasih (YISK). Dukungan juga datang dari PUKAT, Rotary Club, Restu Group, dan Alfalink.

Program ini menjadi ruang bertumbuh bagi para guru muda agar semakin matang secara profesional, pribadi, dan spiritual dalam menjalani panggilannya sebagai pendidik.

Tidak hanya mengajarkan keterampilan mengajar, program ini juga mengajak para guru muda untuk merenungkan kembali makna profesi guru di tengah dunia yang terus berubah.

Ruang Bertumbuh yang Tidak Sekadar Mengajar

Kegiatan selama dua hari ini menghadirkan pelatih-pelatih berpengalaman dari berbagai bidang. HJ Sriyanto, guru dan penulis buku yang juga Ketua YKTI, mengisi sesi tentang Spiritualitas Panggilan dan Instructional Leadership. Ia mengajak para guru muda melihat profesi guru bukan sekadar pekerjaan, melainkan sebagai panggilan hidup yang sarat nilai transenden.

“Menjadi guru adalah menjadi pembentuk pribadi manusia seutuhnya,” tegas Sriyanto dalam sesi pembukaan. “Karena itu, penting untuk menyambungkan pekerjaan mengajar dengan relasi yang bermakna, tujuan hidup, dan spiritualitas panggilan.”

Sesi lainnya dibawakan oleh Ig Kingkin Teja Angkasa (Learning & Development YKTI), yang mengantar peserta menyelami paradigma Inside-Out serta materi Pipeline Leadership. Ia mengajak guru muda untuk menyusun dan merawat kesinambungan antara visi sekolah, profil guru, dan karakter siswa yang dihasilkan.

Menjawab Tantangan Zaman

Tak hanya refleksi nilai, camp ini juga menjawab tantangan zaman. Elizabet Indira, dosen psikologi SCU dan pendiri Talenta, membawakan sesi tentang Mental Health & Wellbeing. Di tengah tekanan kerja dan rutinitas kelas, guru muda diajak untuk tetap menjadi pribadi yang sadar, tenang, dan waras dalam mengajar.

Sementara itu, Novi Prastyawan, mentor AI-Komdigi, mengisi sesi tentang pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam pembelajaran. Teknologi, katanya, bukan pengganti guru, tapi sahabat kerja yang bisa memperkuat daya ajar dan kreativitas.

“AI hanyalah akal imitasi. Justru karena itulah guru harus tetap menjadi pribadi yang autentik, hangat, dan reflektif,” ujarnya.

Ig Kingkin Teja Angkasa memandu peserta berdiskusi tentang ‘pipeline leadership’.

Menemukan Komunitas, Meneguhkan Panggilan

Kesan mendalam dirasakan para peserta. Bagi mereka, camp ini menjadi semacam oasis di tengah tugas harian sebagai pendidik. Mereka merasa tidak sendiri. Ada ruang untuk bertanya, berbagi, dan saling menguatkan.

“Kadang kita merasa sendirian di sekolah. Camp ini bikin aku merasa didengar dan dikuatkan,” ujar salah satu peserta dari Sleman.

Selama ini, banyak guru muda mengeluhkan kurangnya pendampingan dari sekolah. Mereka langsung dilempar ke ruang kelas tanpa bekal yang cukup. Hal inilah yang coba dijawab YTGC: membangun komunitas guru muda yang tidak hanya pandai mengajar, tetapi juga memahami arah hidup, memiliki jejaring lintas sekolah, dan percaya bahwa mereka berada di jalan yang benar.

Menjadi Pemimpin Pembelajaran dan Penerang Jalan

Dalam penutupan, panitia menegaskan bahwa Young Teacher Growth Camp bukan sekadar pelatihan dua hari, tetapi awal dari gerakan bersama untuk menumbuhkan guru-guru muda Katolik yang berdampak—yang paham strategi, punya mental kuat, dan menghidupi nilai iman dalam proses belajar mengajar.

Sebagaimana salah satu refleksi peserta, “Saya pulang dari camp ini dengan semangat baru. Bukan hanya semangat mengajar, tapi semangat untuk menjadi guru yang sungguh-sungguh membentuk manusia.”

Karena mendidik bukan sekadar menyampaikan materi, tetapi menyalakan cahaya—dan para guru muda itu kini tahu caranya menjaga nyala itu tetap hidup. (*)

Kontributor: AA Kunto A.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.