HUT Ke-40 Paroki Santo Paulus Kleco Solo Dialog Keteladanan Santo Paulus dan Batik Udan Liris

0 38

Surakarta, Katolikana.com – Dialog Uskup Keuskupan Agung Semarang (KAS) Mgr. Robertus Rubiatmoko dengan Den Baguse Ngarso tentang keteladanan Santo Paulus dan Batik Udan Liris membawa pada sejenak permenungan.

Dialog terjadi pada Jumat (1/8/2025) saat pementasan Konser Teatrikal “Menapak Jejak Santo Paulus” yang digelar Gereja Santo Paulus Kleco dalam rangkaian HUT ke-40.

Uskup KAS Mgr. Robertus Rubiatmoko bersama Romo Fransciskus Anggras Prijatno, MSF (Kepala Paroki Santo Paulus Kleco) dan Romo Aloysius Kriswinarto, MSF (Kepala Paroki Santo Paulus Kleco – yang akan berkarya di Paroki Santo Petrus dan Paulus Temanggung) melakukan dialog dengan Den Baguse Ngarso.

Den Baguse Ngarso menyampaikan pertanyaan pada Uskup KAS tentang keteladanan Santo Paulus yang ditampilkan dalam Konser Teatrikal berjudul “Menapak Jejak Santo Paulus”. Pertanyaan yang sama juga ditanyakan oleh Den Baguse Ngarso kepada Romo Fransciskus Anggras Prijatno, MSF.

Keteladanan Santo Paulus
Menurut Uskup KAS Mgr. Robertus Rubiatmoko, Santo Paulus seorang pribadi yang memegang prinsip. Prinsip diperjuangkan dengan seoptimal mungkin.

Umat Paroki Santo Paulus Kleco Solo merenungkan keteladanan Santo Paulus pada gelaran Konser Teatrikal “Menapak Jejak Santo Paulus” (Foto Ist.)

Santo Paulus memiliki keyaķinan sebagai murid Yesus, yang pernah salah dan bertobat, ia berjuang terus menerus sampai tuntas.

Ketika ia mengalami perubahan, memperoleh pemahaman, memperoleh pencerahan akan Yesus dalam perjalanan ke Damsyik, ia berjuang secara total sampai mati.

“Santo Paulus memiliki ketabahan, kesetiaan dan perjuangan yang tak kunjung henti,” ungkap Mgr. Robertus Rubiyatmoko.

Kisah Mgr. Sugiyopranoto

Tentang keteladanan Santo Paulus, Den Baguse Ngarso memberikan pernyataan tambahan tentang ketabahan. Ia mengambil filosofi kain Batik Udan Liris.

“Saya menambahkan sedikit. Kain yang dipakai mbak Rini itu namanya udan liris ciptaan Kanjeng Sunan Pakubuwono III. Dulu ketika Beliau baru tirakat (semadi) terjadi hujan angin. Keadaan itu membuat Kanjeng Sunan Pakubuwono III mempertimbangkan akan melanjutkan semadi atau tidak,” kata Den Baguse Ngarso.

Setelah mempertimbangkan dalam hati muncul kehendak untuk tetap melanjutkan semadi meskipun kondisi cuaca kurang baik. Ini merupakan simbol ketabahan dalam melakukan perjuangan.

“Saya pernah diberi tahu seorang Romo di Yogya. Swargi (almarhum) Mgr. Sugiyopranoto, punya batik udan riris seperti kain yang dikenakan Mbak Rini. Ketika Mgr. Sugiyopranoto dalam kondisi keseser, kepepet, terjepit situasi, Mgr. Sugiyopranoto bertekun dalam doa dengan menutupi kepala dengan kain batik udan liris pemberian ibundanya untuk menguatkan agar ‘saya tidak patah semangat’ seperti Santo Paulus,” ungkap Den Baguse Ngarso.

Sementara itu Romo Fransciskus Anggras Prijatno, MSF menyampaikan jawaban atas pertanyaan reflektif tentang pribadi Santo Paulus dengan mengungkapkan bahwa dengan pertobatan Paulus semakin jelas, bahwa Tuhan itu bisa memakai siapa pun, termasuk yang berdosa. Maka keteladanan yang bisa diwarisi wani kautus atau berani menerima perutusan.

Den Baguse Ngarso (Seniman) menunjuk kain bermotif Batik Udan Riris yang memiliki filosofi ketabahan (Foto Ist.)

Batik Udan Liris

Batik udan liris adalah motif batik tradisional Jawa yang menggambarkan hujan gerimis atau rintik-rintik. Secara visual, motif ini terdiri dari garis-garis miring sejajar yang menyerupai hujan yang turun perlahan.  Dalam budaya Jawa, hujan adalah sumber kehidupan, kesuburan, dan berkah. 

Udan liris menggambarkan harapan akan kelimpahan rezeki dan kemakmuran.  Hujan yang turun perlahan juga melambangkan ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi tantangan hidup.

Motif batik udan liris yang menggambarkan hujan rintik-rintik tertiup angin (Foto Ist.)

Batik udan liris menyiratkan permenungan pencapaian tujuan diperlukan ketabahan, kesabaran dan kesetiaan dalam perjuangan. (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.