
Surakarta, Katolikana.com – Katekis adalah pengajar iman Katolik. Menjadi katekis diharapkan mempunyai pengetahuan yang memadai tentang Kitab Suci, moral Katolik, teologi, liturgi dan spiritualitas.
Selain itu katekis diharapkan mempunyai ketrampilan yang cukup yang diperlukan dalam proses pewartaan.
Sebagai bagian meningkatkan kompetensi dan jati diri katekis, Tim Pelayanan Pewartaan dan Evangelisasi Gereja Santo Paulus Paroki Kleco Surakarta mengadakan seminar moral tentang Pandangan Gereja Katolik tentang Child free, Aborsi, dan Euthanasia, Kamis, (11/9/2025).
Seminar diikuti katekis dan umat umum lainnya sebanyak 57 orang, menghadirkan narasumber Romo Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, dosen Biotika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Pandangan Gereja Katolik
Seminar ini diadakan sebagai salah satu usaha, bagaimana menyikapi fenomena yang terjadi dalam kehidupan nyata, yang mungkin akan atau sedang dialami oleh orang-orang Katolik.
Seminar membahas tentang childfree (keputusan menikah tanpa memiliki anak), aborsi (pembunuhan dengan menggugurkan janin yang tak berdosa), dan euthanasia (pemberhentian hidup yang dilakukan karena merasa kasihan kepada orang yang tidak dapat berdaya dan memiliki harapan hidup sangat kecil).
Romo Dr. CB. Kusmartanto, SCJ dalam seminar menyampaikan pemaparan materi tentang perkawinan berdasarkan sumber Kitab Suci dan Ajaran Gereja menurut Gaudium et Spes dan Kitab Hukum Kanonik.
Child free
Bagaimana kalau suami-istri itu tidak mau punya anak?
Menurut Romo Dr. CB. Kusmartanto, SCJ, apabila laki-laki dan perempuan yang akan menikah, sejak sebelum pernikahan sudah menyatakan bahwa tidak mau punya anak (child free), maka perkawinan itu tidak syah, karena menolak salah satu tujuan perkawinan (exclusio boni prolis).
“Berbeda dengan pasangan suami-istri yang mengalamai infertilitas: mereka tetap ingin punya anak, hanya saja mereka tidak mampu mempunyai anak oleh karena alasan-alasan tertentu yang tidak bisa mereka atasi. Kalau demikian maka perkawinan mereka tetap syah,” kata Romo Kusmaryanto.
Aborsi
Tentang aborsi Romo Kusmaryanto mengutip KHK kanon 1398. Aborsi merupakan pembunuhan yang dilakukan terhadap manusia yang lemah, tak dapat membela diri, bahkan sampai tidak memiliki bentuk minimal pembelaan, yakni kekuatan tangis dan airmata bayi yang dimiliki oleh bayi yang baru lahir, yang menyentuh hati.
“Perlindungan dan perawatan terhadap anak yang belum lahir dipercayakan sepenuhnya ke dalam tangan wanita yang mengembannya di dalam kandungan. Walaupun demikian, ada kalanya justru ibunya sendirilah yang memutuskan dan meminta agar bayi itu disingkirkan, dan merasa enak saja sesudah melakukannya.” (Evangelium Vitae 58).

Aborsi dalam Hukum Gereja sesuai KHK 1983. Yang diperbolehkan adalah “aborsi tidak langsung” baik untuk menyelamatkan nyawa ibu dan untuk alasan terapi.
Aborsi langsung apapun alasannya tidak diperbolehkan dengan alasan:
•Bayi cacat/membahayakan nyawa bayi
•Kehamilan akibat perkosaan
•Kehamilan akibat gagal KB
•Kehamilan akibat “kecelakaan”
•Dan lain lain
Euthanasia
Tentang euthanasia, Romo Kusmaryanto mengungkapkan euthanasia adalah pelanggaran yang berat terhadap hukum Tuhan. Sebab hal tersebut merupakan pembunuhan seorang manusia secara disengaja dan secara moral tidak dapat dibenarkan.
Ajaran ini berdasarkan hukum kodrat dan sabda Allah yang tertulis, yang diteruskan oleh Tradisi Suci Gereja, dan diajarkan oleh Magisterium Gereja” (Evangelium Vitae 65). (*)

Katekis di Paroki Kleco, Surakarta