Dari Gereja ke Gereja: Pameran Sketsa Romo Mudji Sutrisno, SJ

0 94

Jakarta, Katolikana.com—Sebuah pameran hitam-putih karya sketsa Romo Mudji Sutrisno, SJ kembali digelar dengan tajuk Dari Gereja ke Gereja, memamerkan 55 buah karya yang semua berukuran sekitar kertas folio atau lebih kecil.

Pameran berlangsung di Balai Budaya Jakarta, dalam suasana doa dan senyap, namun sarat makna reflektif.

Karya-karya tersebut menampilkan gereja-gereja di Jakarta yang dikunjungi Romo Mudji selama Tahun Yubileum 2025.

Melalui guratan garis—tegas, tipis, tebal, kuat, dan lembut—setiap sketsa membangkitkan suasana hening dan kesunyian yang mendalam, seakan mengajak pengunjung mengecap kehadiran Tuhan dalam ruang-ruang suci.

Ada rasa “tersamar”, ada rasa kasih yang dibingkai dalam syukur terhadap Tuhan yang setia menyertai selama ini, memberi Roh-Nya, dan semangat “amrih mulya asma Dalem Gusti”.

Dalam catatan kuratorialnya, Romo Mudji Sutrisno menekankan bahwa menikmati sebuah sketsa tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa.

“Untuk benar-benar menikmati sebuah sketsa, dibutuhkan kesabaran. Dalam bingkai, sering kali kita temukan ruang kosong yang luas di antara garis-garis kecil. Ruang ini adalah milik imajinasi kita. Sketsa adalah ekspresi hati yang tertuang dalam garis. Setelah keheningan, barulah muncul gambar yang mewakili perasaan dan jiwa sang pelukis,” tulisnya.

Bagi Romo Mudji, pameran “Dari Gereja ke Gereja” bukan sekadar dokumentasi visual arsitektur sakral, melainkan ziarah batin. Ia menggambarkannya sebagai perjalanan menuju rumah doa, tempat manusia berjumpa dengan Tuhan sekaligus sesama.

“Gereja adalah rumah doa, tempat bersyukur atas anugerah kehidupan dari Sang Pencipta, yang senantiasa hadir dalam suka maupun duka,” jelasnya.

Lewat garis yang tegas dan ruang-ruang kosong yang dibiarkan berbicara, Romo Mudji mengajak pengunjung menafsirkan sendiri kesunyian. Sketsa-sketsanya tidak hanya menangkap bentuk fisik gereja, melainkan menghadirkan pengalaman kontemplatif: keheningan yang membiarkan hati menyatu dengan Sang Pencipta.

Antara Filsafat dan Seni

Romo Mudji Sutrisno, SJ, dikenal tidak hanya sebagai guru besar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara tetapi juga seniman yang produktif.

Karya-karyanya kerap mengeksplorasi ruang sunyi, spiritualitas, dan kontemplasi melalui medium gambar dan puisi.

Melalui pameran ini, ia menegaskan bahwa kesenian bisa menjadi bentuk ziarah batin—suatu rekaman visual yang mengajak kontemplasi, bukan sekadar estetika.

Sebelumnya, karya hitam-putih dan sketsa bergaris Romo Mudji sudah diperlihatkan dalam pameran seperti Sketsa Perjalanan Spiritualitas di Galeri Sarasvati, dan “Dari Stupa ke Stupa” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Romo Mudji Sutrisno, SJ

Isi Pameran & Ambience

  • Jumlah dan Medium: 55 sketsa hitam-putih, bermedium pulpen atau tinta, dengan ukuran tidak lebih lebar dari kertas folio.
  • Tema visual: Gereja-gereja – arsitektur, ruang sakral, sakramen, ornamen liturgi – yang dihadirkan dalam suasana yang menyatu antara cahaya dan bayangan, antara tegas dan samar.
  • Ruang hening: Pameran diatur agar pengunjung dapat bergerak perlahan, merenungi guratan dan ruang antar garis. Pencahayaan dan tata ruang menekankan rasa sunyi dan refleksi.

Refleksi & Makna Spiritual

Dalam Dari Gereja ke Gereja, setiap gambar adalah doa visual. Sebagai imam dan filsuf, Romo Mudji menggunakan sketsa untuk:

  • Menghargai keindahan bangunan gereja bukan hanya dari sisi arsitektur, tapi sebagai tempat perjumpaan iman dan doa.
  • Menampilkan rupa gereja sebagai rumah umat dalam keheningan, tempat orang datang bersujud dalam syukur.
  • Mengungkap bahwa ada sesuatu yang bersahaja dalam kesunyian: dalam nada rendah pandang perspektif spasi dan garis-garis yang merahasiakan suara, justru terhampar kerinduan akan pribadi Tuhan yang hadir.

Sambutan & Peluncuran

Penerimaan publik tampak hangat. Media sosial memuat beberapa video pembukaan pameran.

Pembukaan resmi pameran ini di Balai Budaya Jakarta dijadwalkan berlangsung dari 16–25 September 2025.

Relevansi untuk Umat & Gereja

Pameran ini lebih dari sekadar tampilan estetika. Bagi Gereja, karya Romo Mudji menjadi pengingat:

  • Betapa gereja bukan hanya bangunan fisik, tetapi ruang kerohanian yang tetap hidup dalam doa, syukur, dan komunitas.
  • Cara gereja dilihat, diresapi, dan dihayati umat melalui persepsi visual juga membantu membentuk iman.
  • Seni rohani seperti sketsa membuka ruang bagi umat untuk melihat bahwa keindahan dan kerendahan, sunyi dan terang, semua bagian dari pengalaman iman.

Karya Romo Mudji Sutrisno ini mengundang kita berhenti sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan; mengingat bahwa di balik batu, kayu, dan kaca patri gereja, ada sakramen, doa, kesetiaan yang terus dilemparkan dari masa ke masa.

Dari Gereja ke Gereja bukan hanya perjalanan fisik, tetapi ziarah iman—samar, tegas, tapi penuh arti. (*)

Kontributor: Ruddy Nararyo.

Leave A Reply

Your email address will not be published.