Perintah yang Utama

Apa perintah utama yang diajarkan Yesus?

0 114

Katolikana.com — Para Ibu dan Bapak serta Saudari dan Saudara yang baik, selamat petang. Semoga Anda beserta keluarga, sanak-saudara, serta teman dan sahabat dalam keadaan baik. Selamat menikmati akhir pekan untuk sejenak beristirahat dan mencecap kembali semua kebaikan Allah yang telah dicurahkan kepada kita selama sepekan.

Hari ini kita merayakan hari Minggu ke-31 tahun B dalam kalender liturgi. Dalam bacaan Injil (Mrk 12:28-34), yang kita dengarkan dalam perayaan ekaristi, Yesus menjawab pertanyaan seorang ahli Taurat yang bermaksud menjajaki pengetahuan keagamaan-Nya.

Ia ditanyai, manakah perintah yang paling utama dari 613 hukum, 365 di antaranya adalah larangan dan yang 248 berupa perintah, yang terdapat dalam Taurat.

Apa maknanya bagi kita sekarang? Marilah kita renungkan bersama dengan memperhatikan beberapa catatan berikut.

Pertama, pertanyaan kepada Yesus “Perintah manakah yang paling utama [dalam hukum Taurat]?” (ay. 28b) mengarah pada ciri-ciri yang membuat perintah tertentu dapat dikatakan perintah utama. Mana prinsip memahami perintah yang satu lebih pokok daripada yang lain?

Kedua, kaum terpelajar Yahudi menyadari bahwa tidak semua aturan sama bobotnya. Yesus sendiri dalam satu kesempatan juga mengungkapkan kepekaan ini; misalnya mengenai hukum hari Sabat (Mat 12:1-14). Di situ kewajiban menguduskan Sabat oleh Yesus dibawahkan kepada kewajiban berkurban dan melaksanakan belas kasihan.

Ketiga, soal mana prinsip untuk memahami perintah yang satu lebih pokok daripada yang lain dijawab oleh Yesus dengan mengutarakan dua perintah yang disebutkannya sebagai perintah yang paling utama. Kedua perintah itu dikutip dari Kitab Ulangan (Ul 6:4-5) dan Kitab Imamat (Im 19:18). Dua kitab ini merupakan bagian dari Taurat.

Keempat, Yesus menjawab dengan mengutip Ul 6:4-5, yang mengatakan bahwa perintah yang terutama dan yang pertama ialah “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu!” (Mrk 12: 30). Kemudian, dengan merujuk pada Im 19:18, ditegaskannya bahwa perintah yang kedua ialah “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” Ditandaskannya pula bahwa “Tidak ada perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini” (ay. 31).

Kelima, berkaitan dengan perintah yang pertama, perintah tersebut terdapat setelah penegasan mengenai keesaan Tuhan Allah orang Israel (Ul 6:4, yang juga dikutip dalam Mrk 12:29). Penegasan ini dihayati sebagai mengasihi-Nya dengan komitmen penuh. Itulah yang dimaksud dengan “dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan” (Ul 6: 5; Mrk 12:30).

Keenam, dalam ay. 30 terdapat sisipan “segenap akalbudimu.” Ungkapan “segenap akalbudi” digunakan untuk menjelaskan arti “segenap hati”. Bagi orang Yahudi, hati adalah tempat bernalar, bukan tempat merasakan (perasaan).

Ketujuh, perintah untuk mengasihi Tuhan Allah dengan sepenuh-penuhnya itu termasuk ayat-ayat suci yang wajib didoakan dua kali sehari (pagi dan petang) oleh orang Yahudi yang saleh.

Kedelapan, perintah mengenai mengasihi sesama (ay. 31a) dikutip dari Im 18:8 dan ditandaskan sebagai perintah utama yang kedua.

Kesembilan, cara mengasihi sesama perlu dilakukan “seperti dirimu sendiri”. Maksudnya, kita mengasihi sesama karena mereka memiliki pengalaman sama seperti diri kita sendiri. Pada dasarnya kita mengalami pahit getirnya kehidupan seperti orang lain. Maka nanti kalau sudah merasa lebih beruntung, jangan lupa kepada orang yang sedang ada dalam kesusahan.

Kesepuluh, Yesus menandaskan bahwa “Tidak ada perintah lain yang lebih utama dari pada kedua perintah ini” (ay. 31b). Dengan ungkapan ini, penginjil Markus bermaksud menonjolkan pandangan Yesus bahwa kedua perintah tersebut memang menjadi dasar dan menjiwai semua hukum Taurat dan kitab para Nabi. Ungkapan ini juga ingin menunjukkan bahwa Yesus tidak mengabaikan hukum-hukum yang lain, melainkan ingin menunjukkan makna kumpulan hukum tersebut.

Kesebelas, penginjil Markus menambahkan bahwa sang ahli Taurat membenarkan pendapat Yesus dan malah menegaskan bahwa kedua perintah itu mengatasi semua kurban bakaran dan kurban lainnya (ay. 32-33). Kesadaran seperti ini membuat Yesus mengatakan bahwa orang itu tidak jauh lagi dari Kerajaan Allah (ay. 34a). Orang itu sudah melihat ufuk (cakrawala) yang lebih luas dalam hidup beragama. Hidup beragama bukan sekedar mempersembahkan kurban, tetapi juga upaya memahami sesama sebagai yang sama-sama diperhatikan Allah. Inilah yang membuatnya dapat mengasihi Allah dengan utuh.

Keduabelas, Yesus mampu memperlihatkan inti ajaran agama secara mendalam dan dapat menyampaikan pemahaman-Nya kepada orang banyak, karena Yesus sendiri telah memenuhi kedua perintah utama tadi. Seluruh hidup-Nya diserahkan untuk mengasihi Yang Maha Kuasa dengan kesadaran penuh dan dengan keyakinan dan tekad yang matang. Dan semuanya ini terungkap dalam kesediaan-Nya ikut merasakan yang dialami orang lain. Ia percaya bahwa orang lain itu juga seperti Dia sendiri, yakni dikasihi Allah dan oleh karenanya dapat mengasihi-Nya. Inilah dasar dan inti hidup beragama.

Merenungkan petikan Injil ini, kita diajak untuk mengasihi Allah dengan kesadaran penuh (= segenap “hati”/”akalbudi”) yang keluar dari keyakinan (= segenap “jiwa”) dan tekad utuh (= segenap “kekuatan”). Mengasihi Allah bukan hanya setengah-setengah, mendua, atau ikut-ikutan. Lalu, kita juga perlu mengasihi sesama karena sesama itu juga seperti kita; yakni dikasihi oleh Allah dan mengalami suka duka kehidupan ini.

Teriring dalam dan doa.

 

Penulis: Romo Ignatius Loyola Madya Utama, SJdosen Seminari Tinggi Santo Petrus, Sinaksak—Pematang Siantar, dan pendiri Gerakan Solidaritas untuk Anak-anak Miskin

Editor: Ageng Yudhapratama

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.