Festival Golo Koe 2025: Pariwisata Labuan Bajo Harus Bebas dari Kerakusan dan Ketamakan

0 26

Labuan Bajo, Katolikana.com – Festival Golo Koe (FGK) 2025 resmi dibuka Minggu (10/8/2025) di Waterfront Marina, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.

Peresmian ditandai dengan dentuman gong oleh Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus, didampingi Wakil Bupati Manggarai Barat Yulianus Weng, Kepala KSOP Labuan Bajo, Direktur BOP Flores Labuan Bajo, Kapolres Mabar, Dandim, Danlanal, Kejari Mabar, dan Sekda Mabar.

Festival yang berlangsung 10–15 Agustus ini menggabungkan budaya, religiusitas, dan pariwisata berbasis nilai lokal dalam semangat persatuan dan keberlanjutan. Tahun ini, tema yang diusung adalah “Merajut Kebangsaan melalui Pariwisata Berkelanjutan yang Sinodal dan Inklusif.”

Bukan Sekadar Agenda Budaya

Wakil Bupati Manggarai Barat, Yulianus Weng, menegaskan bahwa FGK bukan hanya perayaan kebudayaan, melainkan juga ruang perjumpaan sosial, ekonomi, dan spiritual bagi seluruh masyarakat.

“Tema ini menegaskan bahwa Festival Golo Koe bukan milik kelompok tertentu, tetapi milik seluruh masyarakat Manggarai Barat,” ujarnya.

Ia menekankan tiga pondasi utama festival: kebersamaan dalam kebhinekaan untuk kebangsaan, pelestarian dan pemanfaatan potensi pariwisata secara bijak dan berkelanjutan, serta pelayanan yang melibatkan semua pihak secara inklusif.

Menurutnya, festival ini juga menjadi cermin toleransi, di mana umat dari berbagai agama, suku, dan budaya dapat bekerja sama dan saling menghormati.

Peresmian ditandai dengan dentuman gong oleh Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus, didampingi Wakil Bupati Manggarai Barat Yulianus Weng, Kepala KSOP Labuan Bajo, Direktur BOP Flores Labuan Bajo, Kapolres Mabar, Dandim, Danlanal, Kejari Mabar, dan Sekda Mabart

Pesan Kritis Uskup Maksimus

Dalam sambutannya, Uskup Maksimus menegaskan bahwa pariwisata Labuan Bajo tidak boleh menjadi “arena kerakusan dan tontonan ketamakan.” Ia mengingatkan bahwa keindahan Komodo dan Labuan Bajo adalah rahmat Tuhan yang harus dijaga dengan prinsip keberlanjutan.

“Keindahan Labuan Bajo adalah titipan generasi masa depan. Profit tanpa batas yang mengorbankan lingkungan akan menghancurkan masa depan pariwisata dan tidak menyisakan manfaat besar bagi komunitas lokal,” tegasnya.

Uskup menilai FGK menjadi narasi tandingan terhadap pendekatan eksploitatif yang semata mengejar keuntungan. Sejak empat tahun terakhir, FGK telah memadukan dimensi religius, kultural, ekonomi, dan lintas iman, menjadikannya ruang perjumpaan sosial yang menguatkan solidaritas.

Menjaga Titipan untuk Generasi Mendatang

FGK 2025 diharapkan menjadi contoh pariwisata berkelanjutan yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan keberlangsungan hidup komunitas lokal. Penyelenggaraannya melibatkan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan berbagai elemen masyarakat.

“Kita ingin melihat keindahan pariwisata sebagai panggilan masa depan, dengan misi sinodal yang mengandung solidaritas dan inklusivitas, sekaligus memperkuat nilai kebangsaan dan kelokalan,” ujar Uskup Maksimus.

Festival ini tidak hanya memamerkan keindahan alam, tetapi juga memperkenalkan denyut kehidupan masyarakat melalui seni, kuliner khas, dan nilai-nilai spiritual yang hidup di Manggarai Barat.

FGK 2025 menjadi tanda bahwa pariwisata Labuan Bajo dapat tumbuh tanpa kehilangan ruh keberlanjutan, kebersamaan, dan kemanusiaan. (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.