Keberlanjutan Jadi Isu Utama Festival Golo Koe 2025 di Labuan Bajo
Perpaduan iman, budaya, dan ekonomi lokal mengantar Festival Golo Koe masuk 10 besar Karisma Event Nusantara 2025

0 12

Labuan Bajo — Festival Golo Koe 2025 resmi ditutup di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (15/8/2025) malam.

Acara yang berlangsung sejak 11 Agustus itu menegaskan pentingnya keberlanjutan dalam pariwisata, budaya, dan ekonomi lokal.

Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, dalam sambutannya menyebut Festival Golo Koe bukan sekadar ajang seni dan budaya, tetapi juga ruang promosi produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Tahun ini, sebanyak 170 pelaku UMKM berpartisipasi, meningkat dari 140 pada tahun lalu.

“Festival Golo Koe bukan hanya menampilkan koor dan tarian, tetapi juga menyokong ekonomi masyarakat. Semua berkat kerja kolaboratif yang saling mengisi dan melengkapi,” ujarnya.

Masuk 10 Besar Event Nasional

Festival Golo Koe 2025 mendapat pengakuan nasional dengan masuk dalam 10 besar Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata.

Plt. Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Dwi Marhen Yono, menegaskan, “Festival Golo Koe sudah mengalahkan 3.600 event daerah di seluruh Nusantara dan kini menjadi salah satu dari 10 event terbaik di Indonesia.”

Ia menambahkan, Festival Golo Koe bersama tiga festival lain di NTT—Festival Wolobobo (Ngada), Festival Lamaholot (Lembata), dan Festival Rote Malole (Rote Ndao)—masuk dalam daftar KEN 2025.

“Wisatawan mancanegara kini tidak hanya mencari alam, tetapi juga seni budaya, kuliner, dan event. Festival Golo Koe adalah alasan kuat bagi wisatawan untuk datang ke Labuan Bajo selain Taman Nasional Komodo,” ujarnya.

Pesan Sinodal dan Inklusif

Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus, menutup rangkaian festival dengan doa dan refleksi.

“Kita telah menenun hari-hari ini dengan benang sukacita, warna-warni kebersamaan, dan motif persaudaraan yang kuat. Persatuan bukan sekadar kata indah di kertas, tetapi napas yang menghidupkan langkah kita bersama,” ucapnya.

Tema tahun ini, “Merajut Kebangsaan dan Pariwisata Berkelanjutan yang Sinodal dan Inklusif,” mengajak seluruh pihak—pemerintah, Gereja, masyarakat sipil, pelaku usaha, komunitas adat, hingga generasi muda—untuk berjalan bersama menjaga masa depan Manggarai Barat.

“Sinodal berarti mendengar, berdialog, dan bertindak bersama. Inklusif berarti tidak ada yang tertinggal; setiap orang memiliki tempat, suara, dan peran,” lanjut Uskup Maksimus.

Pariwisata Berkelanjutan dan Martabat Lokal

Festival Golo Koe 2025 menggarisbawahi pentingnya menjaga identitas budaya dan lingkungan Manggarai Barat di tengah derasnya arus pariwisata global.

“Festival ini bukan sekadar tontonan, melainkan pernyataan iman dan cinta tanah air. Ia menyatukan peziarah dan wisatawan, seni tradisi dan inovasi modern,” kata Uskup Maksimus.

Ia menegaskan bahwa pariwisata sejati tidak hanya mendatangkan wisatawan, tetapi juga mengundang dunia untuk ikut merawat alam, budaya, dan manusia. “Festival ini adalah cara kita mempertahankan martabat lokal yang tidak dapat ditukar dengan apa pun,” tegasnya.

Doa dan Harapan

Upacara penutupan Festival Golo Koe 2025 berlangsung meriah, ditandai dengan bunyi gong, sirene, dan letupan petasan. Ribuan masyarakat, peziarah, dan wisatawan domestik maupun mancanegara ikut larut dalam sukacita.

Dari Golo Koe, doa dan harapan mengalir: agar persaudaraan makin erat, pariwisata Manggarai Barat bertumbuh dengan bermartabat, dan keberlanjutan alam-budaya terjaga demi generasi mendatang. (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.