Katolikana.com—Sekolah Alkitab atau Sekolah Teologi merupakan perguruan tinggi Kristen yang menghasilkan lulusan pendeta, penginjil atau misionaris, guru agama dan teolog.
Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti Malang adalah contoh perguruan tinggi yang mempersiapkan lulusannya menjadi pelayan Tuhan.
Mahasiswa Sekolah Teologi mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan kekristenan dan mengangkat isu-isu sosial yang dapat menyadarkan bahwa keberadaan Tuhan itu nyata.
Seseorang yang belajar di Sekolah Teologi punya kekhasan karena dia cita-cita dan panggilan menjadi pelayan Tuhan. Karena itu seseorang yang belajar di Sekolah Teologi membutuhkan ketulusan hati dan kesiapan iman, bahkan sebagian orang merasa hal tersebut merupakan panggilan hidup.
Seperti apa kisah dan pengalaman mereka?

Yashika Nada Kresna Putri Nozelita adalah seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti Malang. Nada memutuskan untuk memantapkan hati masuk Sekolah Teologi karena merasa itu adalah panggilan hidupnya. “Panggilan saya masuk Sekolah Teologi dan menjadi hamba Tuhan,” ujar Nada.
Melayani Tuhan dilalui dengan menjadi diri sendiri. Galih Febta Prasetya, mahasiswa teologi di Universitas Kristen Duta Wacana, menyatakan dengan kuliah teologi membuatnya menemukan jati diri.
Sementara Navasha Vrenaletta Chrisdiantary, mahasiswa teologi di Universitas Kristen Duta Wacana merasa ingin tahu mengenai ilmu-ilmu ketuhanan sehingga ia memantapkan hati untuk masuk ke sekolah teologi.
Berproses Menjadi Pelayan Tuhan
Menjadi pelayan Tuhan harus melewati proses yang panjang. Tidak semua menyenangkan dan sesuai harapan, namun terdapat berbagai rintangan yang menambah kedewasaan diri. Salah satunya. aturan yang ketat dan harus diikuti oleh mahasiswa.
“Sekolah Teologi bukan sekolah yang mudah. Sekolah Teologi penuh dengan aturan dan itu sangat ketat,” kata Nada.
Sekolah Teologi menerapkan cara hidup sederhana. Misalnya, Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti Malang menyediakan fasilitas yang tidak selengkap seperti di rumah.

Meski banyak aturan mengikat, namun Nada tetap menjalaninya dengan sukacita karena apa yang ia lakukan sesuai passionnya.
Nada menambahkan Sekolah Teologi merupakan zona aman dan nyaman. Segala sesuatu diawasi oleh dosen dan diatur, termasuk urusan percintaan.
Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti Malang menetapkan aturan ketat terkait urusan percintaan mahasiswa.
Salah satunya, jika ingin pacaran harus mendapatkan izin dari dosen dan rektor. Mereka juga harus membuat perjanjian hitam di atas putih sebagai tanda komitmen dan berpacaran yang didasarkan pada kekudusan.
Pertemuan bagi pasangan yang sudah memperoleh izin biasanya dilakukan di rumah dosen. Pertemuan hanya boleh dilakukan selama dua minggu sekali dengan durasi dua jam.
Bagi Galih, proses yang dijalani selama menjadi mahasiswa teologi di Universitas Kristen Duta Wacana memang tak mudah. Namun, ia tetap menjalaninya dengan senang hati dan melakukan segala pelayanan dengan maksimal.

Kehidupan di Asrama
Sekolah Teologi mengharuskan mahasiswa tinggal di asrama. Galih mengatakan kehidupan di asrama ibarat hidup dalam gereja bersama dengan jemaat.
Kenyataannya, tinggal di asrama bukanlah hal mudah. Mereka harus bisa hidup berdampingan dengan orang lain yang memiliki perbedaan latar belakang dan sifat.

Navasha atau Shasha merasa senang tinggal di asrama. Ia bisa bertemu banyak teman dan memiliki kenalan baru, termasuk kakak tingkat maupun adik tingkat. Shasha mengakui tinggal di asrama dapat merekatkan hubungan antarmahasiswa teologi.
Menurut Galih, kehidupan asrama membutuhkan adaptasi dengan orang lain dan kebiasaan baru. Di balik itu, Galih menegaskan kehidupan asrama membuatnya menjadi lebih disiplin.
Menurut Nada, kehidupan asrama awalnya memang berat karena belum terbiasa, terutama aturan yang harus diikuti setiap hari.
Setiap mahasiswa harus bangun pukul 04.00 WIB untuk berdoa lalu melakukan pekerjaan harian.
Asrama memiliki jadwal harian: kuliah pukul 07.00-10.00 WIB; ibadah pukul 10.00-11.00 WIB; dilanjutkan kegiatan-kegiatan lain yang terjadwal.
Jadwal harian biasanya diingatkan melalui bunyi bel. Jika melakukan pelanggaran tentunya akan mendapatkan hukuman.
Jika terlambat melakukan kerja harian mahasiswa akan mendapatkan sanksi yang disebut dimerit. Satu dimerit bernilai lima jam kerja harian dan satu minggu dilarang keluar asrama.
Tantangan dan kesulitan yang dihadapi dalam proses kuliah teologi tidak membuat Nada patah semangat karena ia merasakan adanya pertumbuhan dalam iman.
“Iman itu timbul juga dari bagaimana keintiman kita dengan Tuhan,” sebut Nada.
Iman akan makin bertumbuh perlahan melalui perjuangan hingga akhirnya bisa menjadi teladan bagi orang lain, terutama dalam hal iman.
Karena itu, Nada meyakini setiap proses yang dialami selama belajar di Sekolah Teologi dapat membentuk dirinya menjadi seperti emas yang indah.
Sekolah Teologi membuat Galih menjadi pribadi yang lebih bisa mensyukuri berbagai hal dalam hidupnya.
“Hal kecil yang saya lakukan akan berbuah menjadi sesuatu yang besar,” ujar Galih.*
Kontributor: Grace Paramitha, Priscillia Aurelia Xena Tanama, Mardyaning Christ Cahyarani, Britney Pincky Claudia (Universitas Atma Jaya Yogyakarta).

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.