Adiwiyata dan Upaya Merawat Semangat Ensiklik Laudato Si

Pendidikan yang baik di sekolah sejak usia dini menaburkan benih yang dapat menghasilkan buah sepanjang hidup.

0 332
Kampanye peduli sampah oleh kader lingkungan hidup SMAN 2 Mojokerto. Foto: Istimewa

Katolikana.com—Adiwiyata atau Green School adalah program Kementerian Lingkungan Hidup untuk mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.

Penghargaan Adiwiyata diberikan bagi sekolah yang berhasil melaksanakan gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di sekolah (GPBLHS).

Kegiatan ini meliputi aksi kolektif secara sadar, sukarela, berjejaring, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh sekolah dalam menerapkan perilaku ramah lingkungan hidup.

Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.52 tentang Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (GPBLHS) dan Permen NOMOR P.53 tentang Penghargaan Adiwiyata.

Agus Dwi Santoso, M.Pd

Adiwiyata di SMAN 2 Mojokerto

SMA Negeri 2 Mojokerto mulai terlibat dalam program Adiwiyata pada tingkat kota (2008, tingkat provinsi (2009), tingkat nasional (2011), dan meraih Adiwiyata Mandiri pada 2013.

“Setiap jenjang memiliki skor penilaian masing-masing. Tingkat kota atau kabupaten skor penilaiannya 70, nilai 80 untuk tingkat provinsi, dan tingkat nasional di atas 90. Jika mencapai angka 90 plus berarti plus sekolah binaan,” ujar penanggung jawab program Adiwiyata SMAN 2 Mojokerto Agus Dwi Santoso, M.Pd di Cak Pece Jalan Bhayangkara Kota Mojokerto, Jumat (23/5/2023).

Suami dari Rani Asmara, S.Si., M.Pd ini menjelaskan, Adiwiyata 2023 termasuk kategori perpanjangan sebagai dampak dari aturan yang berkembang.

“Kendati demikian kita harus mengumpulkan portfolio sebagai bukti bahwa sekolah konsisten merawat Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah. Jika semua warga sekolah menerapkan GPBLHS maka akan mendapatkan penghargaan Adiwiyata,” tambah Agus Budi Santoso.

Komponen penilaian Adiwiyata 2023 berbeda dengan periode sebelumnya yang mengusung empat elemen penilaian, yakni kebijakan, kurikulum, kegiatan partisipatif atau kesiswaan, dan sarana prasarana.

Saat ini komponennya berkembang menjadi 16 folder dengan konsentrasi pada enam aspek perilaku yakni kebersihan dan fungsi sanitasi, penanaman dan pemeliharaan pohon, pengelolaan sampah, konservasi air, konservasi energi, dan inovasi.

“Adiwiyata di SMAN 2 tahun 2023 berlangsung secara berkesinambungan, mengingat ini adalah gerakan bersama semua warga sekolah sesuai kapasitas masing-masing untuk mengintegrasikan enam perilaku agar menjadi kebiasaan sehari-hari baik ketika berada di lingkungan sekolah, rumah, dan di masyarakat,” ujar Agus Budi Santoso.

Agus menambahkan, karena itu tidak ada kegiatan dan waktu yang didesain khusus untuk melaksanakan Adiwiyata.

“Semuanya terintegrasi dalam setiap mata pelajaran mulai dari lembaran administrasi bahan ajar yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hingga saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di mana peserta didik menjadi sasaran utama Adiwiyata,” kata Agus.

Kegiatan Ecoprint.

Air Wudhu dan Ecoprint

Agus mencontohkan salah satu upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang adalah pemanfaatan air sisa wudhu.

“Berwudhu merupakan aktivitas membersihkan kotoran di badan serta membersihkan najis dan hadas kecil badan. Air limbah wudhu masih bersih dan bisa didaur ulang untuk menyiram tanaman, air kolam ikan, mengepel lantai atau membersihkan kendaraan,” papar Agus.

Menurut Agus, air wudhu siswa tidak langsung dimanfaatkan namun perlu ditampung terlebih dahulu dalam ember atau wadah air yang baik, setelah itu baru bisa gunakan sesuai kebutuhan.

Selain itu, manifestasi dari enam perilaku juga tampak dalam karya inovasi berupa ecoprint yakni metode pembuatan batik memanfaatkan pewarna alami dari tanin atau zat warna daun, akar atau batang yang diletakkan pada sehelai kain, kemudian kain tersebut direbus.

Ada pula kegiatan kampanye peduli sampah, kegiatan Jumat Bersih, daur ulang sampah seperti membuat miniatur rumah adat, menanam pohon, dan lain-lain.

Kegiatan menanam pohon di sekolah. Foto: Istimewa

Rumah Kita Bersama

Enam aspek perilaku Adiwiyata sebagai komponen yang berkelindan dalam upaya merawat bumi sebagai rumah kita bersama sejalan dengan atensi pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia melalui amanat Laudato Si.

Ensiklik ini dikeluarkan oleh Paus Fransiskus pada 2015 sebagai ungkapan keprihatinan atas perubahan iklim yang membuat dunia panas.

Kualitas air makin buruk, timbul penyakit karena banyak hutan ditebang. Dibakar orang-orang yang tanam kelapa sawit, hayati mati dan punah, ekosistem menjadi tidak seimbang.

Melalui dokumen Laudato Si umat manusia diajak untuk merawat lingkungan dan bertanggung jawab terhadap kerusakan alam.

Laudato Si (artinya ‘terpujilah Engkau Tuhanku’) merupakan lirik nyanyian indah yang dilantunkan oleh tokoh kenamaan Gereja Katolik Santo Fransiskus dari Asisi.

Beliau mengingatkan kita bahwa rumah kita bersama yaitu bumi bagaikan saudari yang berbagi hidup dengan kita, dan seperti ibu jelita yang menyambut kita dengan tangan terbuka.

“Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang menopang dan mengasuh kami, dan menumbuhkan berbagai buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rerumputan”.

Bumi dianalogikan sebagai ibu yang hanya memberi namun tak harap kembali, seyogyanya memperoleh respons yang baik dari manusia sebagai anak dengan merawat dan menjaga keutuhannya.

Jangan sampai hubungan yang intim dan mesra itu ternodai oleh perilaku tidak terpuji dengan menumpahkan beraneka polutan yang tercela seperti membuang sampah sembarangan, pemborosan air, penebangan secara liar, membuang bahan berbahaya ke alam, dan lain-lain.

Secara ringkas Ensiklik Laudato Si menyebutkan ada beberapa krisis yang bakal terjadi jika perilaku negatif terhadap alam terus dilakukan oleh manusia yakni :

  1. Polusi dan perubahan iklim
  2. Masalah air, khususnya ketersediaan air bersih dan penyakit-penyakit akibat turunnya kualitas air
  3. Hilangnya keanekaragaman hayati
  4. Penurunan kualitas hidup manusia dan kemerosotan moral
  5. Ketimpangan global
  6. Lemahnya tanggapan dunia internasional terhadap lingkungan hidup.
Mengajak anak untuk mencintai ibu bumi. Foto: laudatosiactionplatform.org

Menabur Benih di Keluarga

Program Adiwiyata di SMAN 2 Mojokerto berkaitan erat dengan pesan Ensiklik Laudato Si bahwa “Pendidikan ekologis dapat terjadi dalam berbagai konteks: sekolah, keluarga, media komunikasi, katekese, dan lain-lain. Pendidikan yang baik di sekolah sejak usia dini menaburkan benih yang dapat menghasilkan buah sepanjang hidup.”

Saya ingin menekankan pentingnya peran sentral keluarga, karena “di situlah kehidupan sebagai karunia Allah, dapat disambut sebagaimana layaknya, dan dilindungi terhadap sekian banyak serangan yang menghadang, pun mampu bertumbuh, memenuhi persyaratan perkembangan manusiawi yang sejati. Menghadapi apa yang disebut budaya maut, keluarga merupakan sanggar budaya kehidupan.”

We are laudato si school.

Dalam keluarga, ditanamkan kebiasaan awal untuk mencintai dan melestarikan hidup, seperti penggunaan barang secara tepat, ketertiban dan kebersihan, rasa hormat akan ekosistem lokal, dan kepedulian terhadap semua makhluk ciptaan.

Keluarga adalah tempat pembinaan integral, di mana pematangan pribadi dikembangkan dalam pelbagai aspek yang saling berkaitan erat.

Dalam keluarga, kita belajar untuk meminta izin tanpa menuntut, untuk mengatakan “terima kasih” sebagai ungkapan penghargaan atas apa yang telah diterima, mengendalikan agresi atau keserakahan, dan meminta maaf ketika telah menyebabkan kerugian.

Tindakan sopan santun yang sederhana dan tulus ini membantu untuk membangun budaya kehidupan bersama dan rasa hormat untuk lingkungan hidup kita. (*)

 

Guru Pendidikan Agama Katolik di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto. Penggagas Gerakan Katakan dengan Buku (GKdB), Anggota Pustaka Bergerak Indonesia, Pendiri Sa’o Pustaka dan beberapa Taman Baca serta pegiat literasi nasional. Lewat GKdB penulis menggerakan masyarakat baik secara pribadi maupun komunitas dalam mendonasikan buku untuk anak-anak di seluruh Indonesia. Guru Motivator Literasi (GML) tahun 2021.

Leave A Reply

Your email address will not be published.