Katakan Putih Bila Putih, Katakan Hitam Bila Hitam

0 431

Dalam kilas sejarah, ada beberapa kaum religius memutuskan terjun langsung dalam politik praktis. Tentu hal tersebut disertai dengan pertimbangan dan kalkulasi serius. Tak jarang Gereja mengambil langkah tegas untuk tidak memberikan izin, bahkan melepaskan status klerikal para religius yang memilih meniti jalan politik praktis.

Memang tak gampang untuk mengambil posisi atas persoalan yang muncul dalam ranah tersebut. Namun setidaknya, kita dapat mengikuti petunjuk Santo Ignatius Loyola mengenai konsep “ketaatan butanya”. Katakan putih jika Gereja bilang bahwa itu putih; dan katakana hitam jika Gereja bilang bahwa itu hitam. Tentu bukan untuk “cuci tangan” dan mengikuti begitu saja, tetapi dengan sikap diskresi yang matang. Kita harus mengambil inisiatif untuk senantiasa membarui Gereja (Ecclesia semper reformanda).

Bagi kaum religius, bidang politik cukup menjadi isu yang relatif sensitif. Ada imam atau Uskup yang tiba-tiba dilaporkan atas tuduhan terlibat dalam
politik praktis. Padahal reksa pastoral mereka sebenarnya adalah bentuk perjuangan gembala yang ingin berpihak pada umatnya yang tertindas, tersingkir, miskin, dan menderita. Artinya, kegetolan sikap option for and with the poor ini kadangkala disalahpahami oleh sebagian orang sebagai bentuk kegiatan politik praktis. Inilah misi Gereja di tengah dunia sebagaimana dirumuskan secara apik dalam Gaudium et Spes.

Oleh karena itu, sejauh memperjuangkan prioritas kepentingan umat dan tidak memperalat kekuasaan sebagai gembala, pun tanpa bertendensi untuk mencicipi kekuasaan dan mengkawinkan wewenang Gereja dan kekuasaan sipil, justru imam atau Uskup berada dalam jalur yang semestinya. Mereka malah secara konsisten berjerih payah untuk menghadirkan wajah Gereja yang mengayomi kaum papa. Kehadiran Gereja mesti dirasakan oleh umat, terutama yang paling kecil.

Secara sederhana sering dirumuskan, kaum berjubah jangan melulu berkutat di sekitar altar. Mereka hendaknya juga harus terjun ke pasar karena sudah mendapat sumber kekuatan di altar. Pun demikian dengan kaum awam, yang memiliki panggilan khas dalam bidang politik, seperti termaktub dalam Apostolicam Actuositatem. Kaum awam yang membanting tulang dan bercucuran keringat di pasar, jangan pernah sekali-kali melupakan altar. Semua, baik klerus maupun awam, berada dalam prinsip yang sama untuk menciptakan bonum commune.

Dalam situasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akhir-akhir ini, pembatinan dan pendagingan semangat rasuli untuk menghidupi politik sebagai sarana pelayanan dan pengabdian kepada negara-bangsa dan sesama adalah kemutlakan. Literasi politik yang baik dan kontinyu, serta pembelajaran etika politik secara profesional dan bijak, rasanya menjadi bentuk perjuangan untuk mengikis habis politik kekuasaan yang berbau uang.

Sikap korup yang merajalela, khususnya di ranah politik kekuasaan, dapat menjadi cermin bagaimana kita harus bersikap untuk menyelamatkan bangsa ini dari pembusukan serta untuk menggugah semangat semakin banyak kaum muda terlibat aktif dalam bidang ini. Lagi-lagi, dalam kondisi seperti ini, Gereja mestinya hadir serta mengambil peran demi kebaikan bangsa dan negara, terutama bagi saudari-saudara yang miskin papa.

Redaksi

Sumber artikel: http://majalah.hidupkatolik.com/2017/06/18/5824/katakan-putih-bila-putih-katakan-hitam-bila-hitam/

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.