Katolikana.com—Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki nilai toleransi tinggi dan menghargai indahnya perbedaan.
Di Ibukota negara, Jakarta, keindahan toleransi tersebut disimbolkan dengan dua tempat ibadah, yakni Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang dibangun bersebelahan di kawasan Jalan Medan Merdeka.
Hal yang sama bisa ditemukan di Kota Solo, tepatnya di Jalan Gatot Subroto. Di situ terdapat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan yang lokasinya berdampingan dengan Masjid Al-Hikmah.
Direncanakan dari Awal
Pendeta GKJ Joyodiningratan Nunung Istining Hyang mengaku meski tidak mengalami langsung sejarah pembangunan kedua tempat ibadah, ia mengaku banyak mendengar cerita dari warga lama.
“Gedung gereja dibangun lebih dulu, baru pada tahun 1947 dibangun langgar (masjid),” ujar Nunung.
Menurut Nunung, awalnya Haji Ahmad Zaini, warga muslim, memutuskan untuk menjual sebagian tanahnya pada jemaat gereja untuk dibangun tempat ibadah. Sedangkan sebagian lainnya memang sudah ia siapkan untuk kemudian dibangun Masjid.
“Rencana untuk ada tempat ibadah bersama itu sudah dirancang, atau memang direncanakan,” tambahnya.
Menurut cerita yang didengar Nunung, sejak adanya rencana pembangunan, tidak ada penolakan dari warga. Sebaliknya, mereka menyambut baik, bahkan merasa senang dapat hidup berdampingan. Selama kedua bangunan ini berdiri, belum pernah ada konflik yang terjadi.
Toleransi dan Koordinasi
Selama hidup berdampingan, kedua tempat ibadah ini pernah mengalami acara keagamaan yang mau tidak mau harus dijalankan bersamaan. Misalnya saja, perayaan Idul Fitri yang jatuh pada hari Minggu memaksa kedua pihak untuk tetap menjalankan masing-masing acaranya. Namun tetap saja, tidak ada perselisihan yang terjadi.
Nunung mengungkapkan, kedua pihak selalu melakukan koordinasi agar acara keagamaan tidak diadakan bersama-sama, terlebih acara-acara besar yang membutuhkan ruang untuk parkir maupun membutuhkan pengeras suara.
“Kami selalu berusaha berkoordinasi agar tidak berbarengan sehingga bisa sama-sama khusyuk menjalankan ibadah masing-masing,” tegas Nunung.
Kegiatan ibadah yang rutin dilakukan tetap dilaksanakan bersamaan. Contohnya, jam shalat yang bersamaan dengan jam ibadah di Gereja. Menurut Nunung, apabila kegiatan keagamaan memang kegiatan yang rutin, akan tetap dilakukan bersama-sama.
GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah menjadi contoh adanya toleransi untuk menghargai masing-masing jadwal kegiatan dan berkompromi atas keadaan sehingga membuat hubungan yang ada selalu damai. Koordinasi yang selalu dibangun makin memperkuat keharmonisan yang selalu ingin dijaga oleh kedua belah pihak.
Umat dari GKJ Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah saling membantu dalam perayaan-perayaan besar mereka.
Misalnya ketika Idul Adha, GKJ Joyodiningratan turut serta membantu pelaksanaannya dengan menyediakan tempat untuk hewan ternak, membagikan lapangan Gereja untuk pelaksanaan penyembelihan, membantu subsidi air, dan sebagainya.
“Kami bekerja sama membantu pelaksanaan kegiatan. Tapi untuk ibadah memang tidak dilakukan,” tambah Nunung.
Kontributor: Agnes Sony Tianinda
Editor: Yohanes Widodo
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.