Kekerasan Seksual Siber pada Remaja Makin Meningkat Selama Pandemi

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) Penting untuk Segera Disahkan

0 884

Katolikana.com— Komisi Nasional Perempuan dalam Catatan Tahunan (CATAHU) Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2020 mengungkapkan bahwa kekerasan berbasis gender online (KBGO) meningkat selama pandemi COVID-19.

Peningkatan kasus KBGO tersebut dapat tergolong menjadi tren baru masalah sosial di masyarakat.

Fenomena KBGO ini menjadi topik pembahasan #LiveTalksow #KatolikanaMuda dengan tema “Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO): Kirim ‘PAP’ atau Putus?”, Minggu (21/3/2021).

Talkshow yang dipandu oleh Rustiningsih Dian Puspitasari dan Jack Silaban ini menghadirkan narasumber Laili Nur Anisah (Co-Founder Lokahita) dan Galuh Nafiri (Junior Legal WS&Co. Attorneys), Minggu (21/3/2021) pukul 13.00 WIB.

Ada Relasi Kuasa

Lonjakan kasus KBGO yang tercatat oleh Komnas Perempuan maupun lembaga hukum lainnya menjadi alarm bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati. Mengingat bahwa rekam jejak di media itu tidak dapat hilang begitu saja.

Fenomena kekerasan gender sebenarnya sudah ada sejak lama. Seiring perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, kekerasan gender pun dapat dilakukan secara online.

Dari situ, dapat dilihat bahwa kasus kekerasan gender tidak mengalami penurunan dan akan selalu ada selama masyarakat masih sering menyalahkan korban.

Galuh Nafiri, S.H., M.H. (Junior Legal WS&Co. Attorneys)

Galuh Nafiri mengklasifikasikan motivasi seseorang untuk melakukan kekerasan gender secara online dalam tiga hal.

Pertama, karena perasaan pribadi seseorang seperti balas dendam, cemburu, dan lain-lain. Kedua, adanya motivasi memenuhi keinginan seksual. Ketiga, adanya faktor ekonomi seperti pemerasan, penipuan, dan lain-lain.

Poin utama dalam kasus kekerasan gender ini adalah adanya relasi kuasa yang berbeda atau timpang antara pelaku dengan korban.

“Orang-orang yang memiliki relasi itu sulit ditebak oleh masyarakat bahwa dia adalah pelaku (KBGO),” tutur Laili Nur Anisah.

Pelaku KBGO akan dengan mudahnya berlindung di balik relasi kuasa yang dimiliki. Hal ini didukung juga dengan anggapan masyarakat bahwa tidak mungkin seseorang yang memiliki hubungan kedekatan akan melakukan tindak kekerasan.

Laili Nur Anisah (Co-Founder Lokahita)

Korban Cenderung Bunuh Diri

“Saya rasa seseorang, apalagi dia perempuan korban kekerasan berbasis gender, tidak akan baik-baik saja. Yang saya temukan mereka (perempuan korban KBGO) memiliki kecenderungan bunuh diri,” tutur Laili.

Hal tersebut karena korban merasa tidak kuat, terutama secara mental. Bahkan di sini juga terjadi kemunduran psikis. Terlebih korban KBGO sering mendapatkan stigma negatif di tengah masyarakat Indonesia yang notabene masih patriarkis.

“Dalam masyarakat kita, masih ada kecenderungan untuk menyalahkan korban,” tegas Laili.

Kondisi tersebut makin menekan psikis korban KBGO. Maka, tak heran jika banyak dari korban KBGO, khususnya perempuan, yang mengalami trauma hingga berusaha bunuh diri. Korban selalu merasa dirinya diawasi, foto tubuh dan organ vitalnya sudah menyebar luas, dan lain sebagainya.

Selaras dengan yang disampaikan Laili, Galuh pun menegaskan bahwa penyebarluasan foto atau video pornografi di internet dapat dijerat dengan UU ITE. Bayang-bayang regulasi tersebut seharusnya mampu meningkatkan awareness masyarakat.

“Di era digital ini, orang bisa melukai kita, merugikan kita, nggak cuma secara fisik ya sekarang. Secara tidak langsung pun lewat online,” tutur Galuh.

Pentingnya Kesadaran Melek Hukum

Guna menekan angka peningkatan kasus KBGO, sudah seharusnya generasi muda lebih melek terhadap hukum.

Hal tersebut disampaikan oleh Galuh saat menanggapi pertanyaan audiens mengenai cara membela teman yang menjadi korban KBGO.

“Sekarang ini banyak teman-teman atau mungkin pasangan kita itu kritis, belajar hukum, dan lain sebagainya,” tutur Galuh.

Tindakan mengancam seseorang untuk berbuat sesuatu yang tidak dikehendakinya dapat tergolong sebagai tindak pidana. Terlebih jika pemaksaan tersebut menjurus kepada kekerasan seksual.

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dirasa penting untuk segera disahkan.

Pasalnya, undang-undang yang sudah ada dianggap kurang melengkapi dan belum mampu mengatasi fenomena kekerasan seksual yang semakin beragam.

Dengan kata lain, masih ada kekosongan hukum yang khusus mengatur tentang kekerasan seksual.

Selain itu, masyarakat juga harus meningkatkan self awareness dalam menggunakan media sosial.

Masyarakat harus mulai paham dan bijak bahwa tidak semua hal dapat dipublikasikan di Internet, mengingat ada pula data-data yang sebenarnya bersifat privasi.

Apabila kita menjadi korban dari KBGO, jangan pernah takut untuk speak up.

“Kalau memang traumatis, cari bantuan ke lembaga yang bisa memberikan konseling,” tutur Laili saat menutup live talkshow #KatolikanaMuda.[]

Kontributor: Bernadeta Berlian P, Rustiningsih Dian P, Ignasia Dyah Manengken P, Jack Silaban (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.