Toko Aneka, Bertahan di Tengah Persaingan

Kendati sepi pengunjung, Lusiwati Hasan memilih tetap bertahan.

0 275

Katolikana.comLusiwati Hasan merupakan pemilik toko kelontong di Kota Semarang. Di usia 50 tahun, ia masih mengelola Toko Aneka di Jalan Seteran Utara 14 Kota Semarang.

Toko Aneka berdiri sejak 1980-an. Awalnya tokonya dijalankan oleh ibundanya. Lusi memutuskan meneruskan usaha orang tuanya.

“Saya melanjutkan toko ini karena warga setempat masih memerlukan barang kebutuhan seperti gula, sikat gigi, serbuk kopi,” ujar Lusi kepada Katolikana, Minggu (12/9/2021).

Toko Aneka menjual produk kebutuhan harian. Misalnya, alat tulis, perlengkapan kebersihan, makanan ringan, dan barang lain yang dibutuhkan masyarakat.

Lusiwati Hasan. Foto: Hosea Richard

Beradaptasi di Zaman Modern

Perjalanan toko kelontong ini tak semudah yang dibayangkan. Di tahun 2000-an, muncul minimarket-minimarket ternama.

“Sekarang banyak muncul minimarket. Apalagi jarak mereka berdekatan dan harga produk yang dijual juga murah,” ucap Lusi.

Hal ini membuat Lusi gelisah karena perbedaan harga yang ditawarkan minimarket. Padahal ia tak banyak mengambil untung dari produk yang dijual.

Belum lagi, munculnya budaya belanja online yang merebak sejak perdagangan elektronik dan munculnya e-commerce.

Produk-produk yang ditawarkan di aplikasi e-commerce tak kalah lengkap dari toko atau kios fisik. Sejumlah pelaku usaha mulai berpindah ke mode elektronik tersebut.

“Mereka mengaku kalau sekarang lebih mudah berbelanja daring karena tidak memakan tenaga. Tetapi mereka sempat juga berkunjung ke sini,” jelas Lusi.

Beberapa faktor itu memengaruhi perkembangan Toko Aneka. Makin lama makin sepi pengunjung.

Lusi membuka tokonya kurang lebih 12 jam per hari. Usaha yang dikeluarkan pun tidak sebanding dengan pembeli yang datang.

Toko Aneka. Foto: Hosea Richard

Pelayanan yang Ramah

Sifat ramah Lusi menjadi salah satu kunci keberadaan toko ini. Ia tidak pernah bersikap keras pada pembeli.

Hal ini menjadi kenyamanan tersendiri bagi pembeli. Keramahan ini dirasakan langsung oleh Said, salah satu pelanggan setia.

“Saya sering berbelanja di sini sejak beberapa tahun lalu. Memang Ibu Lusi orangnya ramah sekali,” kata Said.

Sifat ini ternyata diturunkan dari ibunda Lusi bernama Erna. Sewaktu masih menjaga Toko Aneka, mendiang Erna merupakan pribadi yang baik.

“Banyak pembeli lama sering memanggil saya dengan nama ibu. Saya juga heran sekaligus senang karena mereka mengingat orangtua saya,” jelas Lusi.

Keramahan Lusi justru pernah berdampak sebaliknya. Ia sering ditipu dan dimanfaatkan oleh banyak orang karena keramahannya.

“Sering sekali pembeli tidak membawa uang jadi ingin utang dulu. Sudah berjanji membayar tetapi setelah kembali lagi sering lupa. Ada juga yang tidak pernah membayar utangnya,” ucap Lusi.

Kejadian tersebut terus berulang. Di satu sisi, Lusi juga tidak bisa melawan dan ikut melupakan, mengingat dirinya sudah berumur.

Tetap Berjuang

Kendati sepi pengunjung, Lusi memilih tetap bertahan. “Saya tetap melanjutkan usaha ini karena saya meneruskan pemberian orang tua,” jelasnya.

Alasan terbesar karena memori dan peninggalan dari ibundanya yang menginginkan toko ini tetap berjalan. Lusi tetap semangat mempertahankan toko miliknya.

“Saya senang toko ini masih buka hingga sekarang. Barang yang dijual cukup lengkap,” ucap Said.

Testimoni Said pasti dirasakan oleh pembeli lainnya. Lusi hanya bisa berharap setiap hari akan ada pelanggan datang.

“Pesan saya, tidak apa kalau kamu adalah orang yang berambisi terhadap sesuatu. Namun tetap jangan lupakan keluarga,” pungkas Lusi.**

Kontributor: Atanasius Alvyn, Cindy Saputri, Elisabet Yunita, Hosea Richard, Shania Hendra (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.