Paus Fransiskus: Aborsi adalah Pembunuhan, Gereja Harus Dekat dan Penuh Kasih, Bukan Politis

Paus Fransiskus berbicara kepada wartawan dalam penerbangan kembali dari Slovakia. Salah satunya, tentang Ekaristi bagi politisi yang menyetujui undang-undang aborsi.

0 334

Katolikana.com—Aborsi adalah pembunuhan, Gereja tidak dapat mengubah posisinya. Tapi, setiap kali para uskup tidak menghadapi masalah sebagai imam, mereka telah memihak secara politis.

Ini pernyataan Paus Fransiskus selama percakapan dengan wartawan dalam penerbangan kepausan dari Bratislava ke Roma, pada akhir perjalanannya ke Budapest dan Slovakia.

Berikut kutipan wawancara Gerard O’Connell dari American Magazine dan Paus Fransiskus seperti dilansir Vatican News, Selasa (15/9/2021):

Gerard O’Connell (American Magazine): Bapa Suci, Anda sering mengatakan bahwa kita semua adalah orang berdosa, dan Ekaristi bukanlah hadiah bagi yang sempurna tetapi obat dan makanan bagi yang lemah.

Seperti diketahui, di Amerika Serikat, khususnya setelah pemilihan umum terakhir, tetapi bahkan sejak 2004, telah ada diskusi di antara para uskup tentang memberikan komuni kepada para politisi pendukung undang-undang pro aborsi, dan ada uskup yang menolak memberi komuni kepada presiden dan pejabat lain. Ada uskup lain yang menentang, ada uskup lain yang mengatakan ‘Anda tidak perlu menggunakan Ekaristi sebagai senjata.

Apa pendapat Anda tentang semua ini, dan apa yang Anda sarankan kepada para uskup? Anda, sebagai uskup, selama bertahun-tahun, apakah Anda secara terbuka menolak Ekaristi bagi orang seperti ini?

Paus Fransiskus: Tidak, saya tidak pernah menolak Ekaristi kepada siapa pun. Saya tidak tahu apakah ada orang dalam kondisi seperti itu yang datang, tetapi saya tidak pernah, tidak pernah menolak Ekaristi. Sebagai seorang imam, itu tidak pernah.

Saya tidak pernah tahu ada orang seperti yang Anda gambarkan. Satu-satunya kesempatan, dan ada kejadian menarik, ketika saya merayakan Misa di sebuah panti jompo. Ketika di ruang tamu, saya tanya: “Siapa yang ingin menerima komuni.”

Semua orang angkat tangan. Di situ ada seorang wanita tua, dia menerima komuni, dan memegang tangan saya dan berkata, “Terima kasih, Pater, saya orang Yahudi”. Saya jawab, “Yang saya berikan kepadamu juga orang Yahudi!”

Komuni bukanlah hadiah untuk yang sempurna—seperti pendapat Jansenisme: hanya mereka yang sempurna dapat menerima komuni.

Komuni adalah hadiah, pemberian, kehadiran Yesus dalam Gereja-Nya dan komunitas. Inilah teologinya.

Kemudian, mereka yang tidak berada dalam komunitas tidak dapat menerima komuni, seperti wanita Yahudi ini, tetapi Tuhan ingin menghadiahinya tanpa sepengetahuan saya.

Mengapa? Karena mereka berada di luar komunitas – eks-komunikasi – dikucilkan, karena mereka tidak dibaptis atau telah hanyut karena suatu alasan.

Aborsi adalah Pembunuhan

Kedua, masalah aborsi. Aborsi lebih dari masalah. Aborsi adalah pembunuhan. Tanpa ambigu: siapa pun yang melakukan aborsi, dia membunuh.

Ambil saja buku tentang embriologi untuk mahasiswa kedokteran. Tiga minggu setelah pembuahan, semua organ sudah ada, bahkan DNA-nya… Ini adalah kehidupan manusia, dan kehidupan manusia ini harus dihormati. Prinsip ini sangat jelas.

Bagi mereka yang tidak memahami, saya akan mengajukan dua pertanyaan: apakah membunuh nyawa manusia untuk menyelesaikan masalah bisa dibenarkan?

Secara ilmiah, ini adalah kehidupan manusia. Apakah menyewa pembunuh bayaran untuk memecahkan masalah bisa dibenarkan?

Itulah mengapa Gereja sangat keras dalam masalah ini, karena jika hal itu diterima, seolah kita menerima pembunuhan setiap hari.

Seorang kepala negara memberi tahu saya bahwa jumlah penduduk menurun karena pada tahun-tahun itu ada undang-undang aborsi sehingga enam juta aborsi terjadi, dan ini menyebabkan penurunan angka kelahiran di negara itu.

Komuni bagi Orang yang Diekskomunikasi

Sekarang mari kita bahas orang yang tidak berada dalam komunitas atau persekutuan, yang tidak dapat menerima komuni. Ini bukan hukuman. Orang itu ada di luar persekutuan.

Tetapi masalahnya bukanlah masalah teologis, ini masalah pastoral: bagaimana kita para uskup menangani prinsip ini secara pastoral.

Jika kita melihat sejarah Gereja, kita akan melihat bahwa setiap kali para uskup menangani suatu masalah bukan sebagai gembala, mereka mengambil sikap politik atas masalah.

Ketika Gereja membela suatu prinsip dengan cara yang tidak pastoral, ia bertindak secara politis. Dan di situ biasanya bermasalah, lihat saja sejarah.

Apa yang harus dilakukan para imam? Jadilah pastor, dan jangan mengutuk. Jadilah pastor, karena dia juga pastor untuk mereka yang diekskomunikasi. Pastor bergaya Tuhan (God’s style) yang memiliki kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Seluruh Alkitab mengatakan demikian.

Seorang pastor yang tidak tahu bagaimana harus bertindak dengan gaya Tuhan, saya tidak tahu secara detil di Amerika Serikat… Namun, jika Anda dekat, lembut dan memberikan komuni? Ini kesimpulan sementara. Pastor tahu apa yang harus dia lakukan setiap saat.

Tetapi jika Anda keluar dari dimensi pastoral Gereja, Anda adalah politisi, dan Anda bisa melihat ini dalam semua tuduhan non-pastoral yang dibuat Gereja…

Jika Anda bilang mau memberi komuni atau tidak, ini kasuistis.

Ingat badai yang berhembus setelah munculnya Amoris Laetitia? ‘Bidaah, bidaah!’ Untunglah ada Kardinal Schönborn, seorang teolog besar, dan dia mengklarifikasi.

Mereka adalah anak-anak Allah dan mereka membutuhkan kedekatan pastoral kita. Pastor menyelesaikan hal-hal seperti yang dikatakan Roh kepadanya. **

Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); delegatus Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Palembang; pengelola Tabloid Komunio dan Majalah Fiat milik Keuskupan Agung Palembang.

Leave A Reply

Your email address will not be published.