GKI Gejayan Yogyakarta Terapkan Ibadat Hybrid Selama Pandemi

GKI Gejayan mengusung konsep ibadah intergenerasi, yakni ibadah yang bisa diikuti lintas generasi, dari anak-anak hingga lanjut usia.

0 495

Katolikana.comGereja Kristen Indonesia (GKI) Gejayan Yogyakarta menjadi salah satu tempat ibadah yang terkena imbas dari pandemi COVID-19.

Gereja berkapasitas lebih dari seribu orang yang terletak di Jalan Affandi Gang Jembatan Merah Yogyakarta ini terpaksa menutup gedung gereja serta mengubah proses ibadah daring melalui YouTube.

Tenaga Pelayan Gerejawi (TPG) GKI Gejayan Santi (32),  menyatakan pandemi memengaruhi proses peribadatan.

“Pertama, kapasitas kita kurangi. Karena pandemi, kita harus jaga jarak. Kapasitas gereja kita kurangi menjadi hanya 30 persen. Sedangkan 70 persen umat mengikuti ibadah secara online,” tutur Santi.

“Kedua, kita harus melakukan berbagai penyesuaian, sehingga ibadah dapat diikuti secara offline maupun online. Kita harus mempertimbangkan liturgi yang tepat dan durasi. Ibadah online kalau durasinya terlalu panjang akan memberatkan bagi beberapa jemaat.”

Proses ibadah di GKI Gejayan, mulai dari rapat koordinasi, rekaman ibadah, hingga ibadah tatap muka terbatas, dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan secara ketat.

Pdt. Ratna Indah Widhiastuty. Foto: Tangkapan layar.

Penyesuaian

Pendeta GKI Gejayan, Pdt. Ratna Indah Widhiastuty (39) menyampaikan ada sejumlah hal yang berubah secara signifikan.

Pertama, cara untuk bisa hadir dalam ibadah di masa pandemi ini. “Kini jemaat diharuskan belajar menggunakan YouTube  agar dapat mengikuti peribadatan, juga mempelajari aplikasi yang dibuat gereja untuk melakukan reservasi ibadah tatap muka terbatas,” ujar Ratna.

Ratna sebagai bagian dari perancang ibadat merasa adaptasi ini tidak sesederhana yang dipikirkan.

“Kita harus memikirkan semua suasana yang akan dibangun, karena semua petugas tentunya mengenakan masker dan face shield,” tutur Ratna.

Penggunaan masker dan face shield memengaruhi interaksi antara petugas terhadap jemaat, mulai dari ekspresi, mimik wajah, hingga pembacaan tutur kata.

Dari konsep ibadah, GKI Gejayan mengusung konsep ibadah intergenerasi, yakni ibadah yang bisa diikuti lintas generasi, dari anak-anak hingga lanjut usia.

“Ibadat intergenerasi masih menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar dan belum sempurna,” tutur Ratna.

Selain persoalan atribut dan konsep, tatanan liturgi dalam ibadat pun disesuaikan. Ratna menjelaskan, ada tim observer yang mengamati jalannya peribadatan dari awal hingga akhir.

“Bahkan setiap detik waktu diperhitungkan untuk menjadi bahan evaluasi agar peribadatan dapat berjalan dalam bentuk yang paling cocok dan adaptif,” tambahnya.

Pandemi juga berdampak pada berkurangnya dana yang masuk ke Gereja. Dana ini dibutuhkan untuk kelangsungan proses peribadahan, seperti fasilitas, tenaga kerja, maupun pendukung lainnya.

“Gereja harus mengeluarkan dana ekstra untuk mempersiapkan ibadah digital maupun on-site. Tentu alat-alat harus dipersiapkan, misalnya alat-alat protokol kesehatan dan segala macam yang dibutuhkan, sementara pemasukan untuk operasional gereja menurun,” ujar Angga (36), full-timer tim musik GKI Gejayan.

Petugas ibadat di GKI Gejayan Yogyakarta. Foto: Tangkapan layar.

Jangkauan Pelayanan

Pika (25), jemaat GKI Gejayan yang menjalani ibadat secara offline maupun online merasakan jangkauan pelayanan dari gereja kepada jemaat menjadi berkurang karena adanya limitasi.

“Jemaat dituntut untuk mengikuti perubahan yang bisa jadi menyulitkan, terutama bagi orang tua yang gagap teknologi,” ujarnya.

GKI Gejayan menciptakan ibadah hybrid, yakni ibadah dalam dua model, offline dan online.

Pika berharap ibadat online tidak perlu dihentikan meski pandemi usai. Sebab inovasi dapat muncul dalam wujud ibadah baru yang menarik perhatian jemaat.

Going extra miles,” ujar Santi tentang harapan bagi GKI Gejayan. “Agar lebih menjangkau banyak orang yang selama ini belum terjangkau, termasuk milenial, dalam hal hidup menggereja,” ujarnya.

“Harapan saya, bagaimana peribadatan itu tetap relevan sesuai tuntutan zaman, kondisi, dan menjadikan jemaat makin baik dari hari ke hari,” tambah Santi.

“Pandemi sepatutnya tidak dijadikan halangan, melainkan tantangan. Dengan begitu, gereja akan makin maju dan berinovasi untuk kesejahteraan jemaat,” pungkasnya.

Kontributor: Credentia Gisela, Antonia Rosita, Alexander Christian Setyadi, Boni Fatius Nugroho, Faustina Rosalia, Hana Setian M (Universitas Atma Jaya Yogyakarta).

Leave A Reply

Your email address will not be published.