Katolikana.com—Tugu Photo berdiri sejak 1958 di Jalan A.M. Sangaji No. 5, Gowongan, Kec. Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kemajuan teknologi berpengaruh besar pada usaha studio foto tersebut. Tugu Photo mampu beradaptasi dengan memperbarui teknologi untuk proses pemotretan dan cetak foto.
“Banyak toko tutup karena tidak bisa mengikuti komputer, akhirnya pada datang ke studio foto saya. Pelanggan juga datang dari daerah jauh, misalnya dari Pakem, Jalan Kaliurang,” ujar Citrawati salah satu pemilik Tugu Photo.
Tugu Photo kini menggunakan kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) untuk pengambilan gambar dan printer digital untuk mencetak hasil foto.
Dulu, Tugu Photo mencetak foto secara manual. Tahun 1958, alat-alat yang digunakan untuk mengambil foto masih kuno dan analog, menggunakan roll film dan kamera dengan tipe Daguerreotype.
Studio yang dipakai untuk mengambil foto pun hanya sekadar studio kecil menggunakan layar background warna kelabu atau putih, sesuai konsep foto masa dulu yang berwarna monokrom atau hitam putih.
Proses mencuci film dan mencetak foto pun tergolong unik, karena masih menggunakan obat-obatan, seperti metol, hidrokinon, solvit, dan potas.
Proses cetak foto dan mencuci film dilakukan di studio atau ruangan sendiri yang disebut kamar gelap di mana saat proses pencetakan dan pencucian foto tidak boleh terkena cahaya matahari atau lampu terang. Untuk penerangan menggunakan lampu berwarna merah redup.

Pandemi, Sepi
Dampak pandemi juga dirasakan oleh studio foto ini. Pelanggan menjadi tidak punya kepentingan melakukan pemotretan yang mengakibatkan Tugu Photo sepi pelanggan.
“Sepi, ya. Kami kena dampaknya, apalagi pas PPKM. Dulu, anak-anak sekolah mampir untuk cetak foto, sekarang sudah jarang banget,” ujar Citrawati, Rabu (24/11/2021).
Ketika pandemi belum melanda, Tugu Photo sering menerima pelanggan untuk kebutuhan pemotretan ijazah, rapor, foto kerja, wisuda, foto SKCK, dan kebutuhan foto formal lainnya.
Setelah pandemi, aktivitas yang membutuhkan foto resmi pun berkurang, sehingga pelanggan tidak banyak datang.
“Masalahnya tidak ada yang butuh untuk mencetak foto, jadi jarang ke sana lagi. Dulu, bisa setiap tahun foto keluarga atau anak-anak,” ujar Puji Lestari, salah satu pelanggan Tugu Photo.
Jam operasional studio foto ini pun mengalami perubahan. Sebelum pandemi, studio foto buka pukul 09.00-20.00 WIB. Sekarang studio dibuka pukul 10.00-18.00 WIB saja.
“Pas PPKM, buka cuma 2-3 jam, karena ada rasa nggak nyaman. Karena kalau nggak buka juga ngapain, jadi tetap dibuka, cuma ya itu, nggak ada yang beli,” tambah Citrawati.
Sejarah
Awal terbentuknya studio foto ini berkaitan dengan perkumpulan keluarga marga “Yang” di Yogyakarta. Tahun 1950-an, Yang Kok Giem atau Harjanto selaku pendiri studio foto ini sering mengikuti perkumpulan tersebut.
Tujuan dari perkumpulan ini adalah untuk saling bertukar pikiran, ilmu, dan membantu satu sama lain. Selain itu, perkumpulan ini juga untuk mempererat hubungan antar anggota keluarga.
Melalui perkumpulan ini, Harjanto akhirnya memutuskan membuka studio foto pada 1958. Kala itu, hanya ada sekitar sepuluh pengusaha yang membuka usaha studio foto di Yogyakarta.
“Saat itu belum banyak studio foto dan banyak orang yang butuh foto untuk keperluan KTP, SIM, ijazah, dan lain-lain,” ungkap Ganis Hartono, anak ketiga dari Harjanto, Sabtu (20/11/2021).
Awalnya studio foto ini diberi nama Tung Fong, artinya menghadap ke timur. Tahun 1965, pemerintah Indonesia memberi anjuran untuk mengganti nama Tung Fong dengan unsur Bahasa Indonesia. Nama tersebut diubah menjadi Tugu Photo, seperti dikenal sekarang.
Hingga kini, Tugu Photo dikelola secara turun temurun oleh anak-anak Harjanto. Sejak 2003, Tugu Photo ini dikelola oleh anak keempat, yaitu Citrawati.
Citra tetap ingin mempertahankan usaha studio foto ini, karena masih ada konsumen yang berlangganan foto dan keinginan untuk meneruskan usaha keluarga.
“Sejak saya masih remaja, Tugu Photo ini sudah ada. Sampai sekarang saya kalau butuh cetak foto atau pemotretan pasti ke situ, karena dekat. Saya sendiri sudah langganan sejak 2004. Hasil cetaknya cepat dan bagus,” ujar Puji Lestari, Rabu (24/11/2021).
Kontributor: Alexander Daiva, Blanka Rahel Maretha, Barnesy Bakker, Joshephine Maretta, Petra Carmelita (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.