
Katolikana.com—Remaja Indonesia paling banyak menggunakan internet dibandingkan kelompok usia lainnya. Tahun 2021-2022, tingkat penetrasi internet di kelompok usia 13-18 tahun mencapai 99,16 persen.
Mengutip Bill Gates: “Teknologi hanyalah alat. Namun, untuk menjadikan anak-anak bisa saling bekerjasama dan termotivasi, guru adalah yang paling penting.”
Hal ini disampaikan oleh praktisi pendidikan Roni Antonius Sitanggang, saat berbicara pada acara sosialisasi “Remaja Menghadapi Tantangan Zaman Now.”
Acara digelar oleh Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Ranting St. Fransiskus Cabang St. Maria Ratu Rosari Paroki Tanjung Selamat Medan di Sekolah SMA St. Petrus Medan, Sabtu (11/3/2023) dan diikuti oleh 50-an siswa.
Kesehatan Reproduksi
Ketua WKRI St. Maria Ratu Rosari DPC Tanjung Selamat Medan Maria Goretti Tarigan dalam paparan tentang ‘Kesehatan Reproduksi’ menjelaskan bahwa status kesehatan perempuan semasa kanak-kanak dan remaja berpengaruh pada kondisi saat memasuki masa reproduksi, yaitu saat hamil, bersalin dan menyusui.
“Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh. Bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, namun dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya,” ujar Maria Goretti Tarigan.

Perkembangan Remaja
Roni Antonius Sitanggang menjelaskan tahapan perkembangan diri remaja.
- Tahap Awal (10-13 tahun): remaja mengalami perkembangan fisik.
- Tahap Pertengahan (14-17 tahun): remaja mengalami perkembangan fisik dan pola pikir.
- Tahap Akhir (18-24 tahun): remaja mengalami perkembangan fisik secara matang dan mulai ada pengendalian diri.
Menurut guru SMA Santo Thomas 1 Medan ini, ciri-ciri perkembangan remaja dapat terlihat pada:
- Mengalami tanda seksual sekunder hingga kematangan reproduksi.
- Mengalami perubahan fisik dan perilaku sesuai dengan jenis kelamin.
- Mulai merasakan, mengendalikan, dan juga mengarahkan dorongan seksual.
- Perubahan nilai yang dianggap penting dan tidak penting.
- Berpikiran abstrak, namun dapat kembali berpikiran konkret ketika berada di bawah tekanan.
- Mengalami perkambangan otak akan keterampilan sosial dan juga pemecahan masalah.
- Memiliki keinginan untuk mandiri dan merasakan kebebasan.
- Memiliki keinginan untuk mencoba hal baru dan cenderung lebih mengambil risiko.
- Perubahan emosional atau mood yang berlangsung dengan cepat.
- Mulai mengalami kegelisahan dalam hidupnya.
- Mulai merasakan kekurangan diri, namun belajar untuk menerimanya.
- Terus mengembangkan hubungan sosial yang lebih luas dan lebih kuat.
- Mulai memahami bagaimana tindakan dan keputusan yang diambil memberikan pengaruh pada masa depan.
Mengutip Greg S. Reid: “Setiap orang berprestasi hebat yang pernah saya kenal tidak pernah menyerah ketika menghadapi tantangan”.
Menurut Roni, ada tiga hal tantangan remaja saat ini.
- Teknologi Informasi. Teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi.
- Pergaulan Bebas. Perilaku individu atau suatu kelompok yang menyimpang.
- Kenakalan Remaja. Terjadi akibat dari segala perbuatan yang melanggar aturan dalam masyarakat dilakukan oleh remaja.
Metaverse
Pada forum ini, Roni Antonius juga meperkenalkan tentang teknologi Metaverse.
“Metaverse adalah dunia virtual yang diciptakan oleh konvergensi teknologi digital dan dunia fisik. Ini adalah representasi 3D dari Internet. Pengguna dapat berinteraksi satu sama lain dan dengan objek digital dengan cara yang realistis,” ujar Roni.
Menurut Roni, metaverse masih dalam tahap awal pengembangan, tetapi memiliki potensi untuk menjadi platform baru utama untuk interaksi sosial, perdagangan, dan hiburan.
Mengapa kita harus peduli pada teknologi Metaverse? Menurut Roni, Metaverse memiliki potensi mengubah cara kita berinteraksi satu sama lain dan dengan konten digital.
“Metaverse bisa memungkinkan kita bekerja sama dalam proyek. Metaverse dapat menyediakan platform baru untuk hiburan, memungkinkan kita untuk menikmati film, acara TV, dan video game dengan cara yang benar-benar imersif,” tandasnya.
Roni menambahkan, metaverse bisa memiliki implikasi besar bagi pendidikan, memberikan siswa kemampuan untuk belajar di lingkungan virtual yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
“Metaverse memiliki potensi untuk berdampak besar pada masa depan kita. Itu bisa memungkinkan kita untuk menciptakan dunia virtual yang cukup realistis untuk tidak bisa dibedakan dari dunia kita sendiri,” lanjutnya.

Pergaulan Bebas
Mengutip data World Health Organization (WHO), akibat dari pergaulan bebas terdapat 33 persen remaja di Indonesia melakukan hubungan seks.
Berdasarkan penelitian Kemenkes RI, seperti dikutip oleh Kompas.com, dari hasil tersebut, 58 persen remaja melakukan penetrasi diusia 18-21 tahun. Sebanyak 2,3 juta kasus aborsi per tahun sebesar 30 persen dilakukan oleh remaja.
Kehamilan tidak diinginkan pada remaja, hasil analisisnya cukup mengkhawatirkan yaitu 6,4 persen diantara mereka mencoba aborsi namun gagal, sementara yang meneruskan kehamilannya sebanyak 33 persen.
Berdasarkan data KPAI tahun 2022, ada 226 kasus kekerasan fisik, psikis termasuk perundungan yang dilakukan oleh remaja.
Koordinator Bidang Pendidikan WKRI Ranting St. Fransiskus Cabang St. Maria Ratu Rosari Paroki Tanjung Selamat Medan Elisabeth Br. Ginting menuturkan, kegiatan sosialisasi dari bidang pendidikan ini secara eksternal mengikutsertakan anak-anak remaja.
Kepala Sekolah SMA St. Petrus Medan Mangantar Simbolon berpendapat kegiatan ini bermanfaat bagi para murid.
“Ini salah satu mitra yang baik dari WKRI dan kami menyambut baik kegiatan ini,” ucap Mangantar Simbolon.
“Memang di SMA St. Petrus Medan belum ada kasus kenakalan remaja. Tapi, kita harus mewanti-wanti. Sosialisasi yang dilakukan WKRI ini sangat membantu membimbing anak-anak didik kita,” kata Mangatar Simbolon.
SMA St. Petrus Medan memiliki sembilan rombongan belajar (Rombel) dengan jumlah keseluruhan sebanyak 318 siswa. (*)

Kontributor Katolikana, tinggal di Paroki St. Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat Medan, Keuskupan Agung Medan.