Katolikana.com — Para Ibu dan Bapak serta Saudari dan Saudara yang baik, selamat sore. Semoga Anda beserta keluarga, sanak-saudara, sahabat dan teman dalam keadaan baik. Selamat menikmati akhir pekan untuk sejenak beristirahat dan mencecap kembali semua kebaikan Allah yang telah Ia limpahkah kepada kita selama sepekan yang lalu.
Besok kita akan merayakan hari Minggu Biasa ke-15 tahun B dalam kalender liturgi. Bacaan Injil (Mrk 6:7-13) yang akan kita dengarkan dalam Perayaan Ekaristi besok berkisah tentang Yesus yang mengutus kedua belas murid-Nya untuk mengunjungi “desa-desa” guna mempersiapkan orang-orang yang tinggal di situ sebelum Yesus sendiri datang menemui mereka.
Apa makna kisah ini bagi kita sekarang? Marilah kita renungkan bersama dengan memperhatikan beberapa catatan berikut.
Pertama, Yesus baru saja mengunjungi Nazaret, tempat asal-Nya. Di sana Ia tidak diterima dengan baik justru oleh orang-orang yang mengenal-Nya (lihat renungan hari Minggu yang lalu, Mrk 6:1-6). Maka Ia berganti pendekatan. Ia tidak langsung datang ke tempat tertentu, melainkan mengutus orang-orang yang paling dekat dengan diri-Nya untuk mengabarkan kedatangan-Nya dan sekadar menunjukkan perbuatan-perbuatan kuasa-Nya (ay. 7). Baru setelah orang-orang di tempat yang bakal dikunjungi siap, Ia sendiri akan datang.
Kedua, “desa ke desa” (ay. 6b) adalah pemukiman-pemukiman yang berada di luar tembok kota. Orang-orang yang berdiam di situ sering mondar-mandir dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk urusan pekerjaan. Pasar dan pusat kegiatan sehari-hari pun berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain menurut jenis kegiatan dan hari. Ke tempat-tempat itulah Yesus mengutus kedua belas murid-Nya dua berdua. Mereka menyiapkan orang-orang itu untuk menerima kedatangan Yesus sendiri nanti.
Ketiga, siapakah “kedua belas murid” yang diutus mendahului-Nya itu (ay. 7a)? Mereka adalah dua belas dari antara para murid-Nya (Mrk 3:16b-19), yang ditetapkan sebagai “rasul”, maksudnya, utusan dengan tiga tugas yakni (1) menyertai Yesus, (2) memberitakan Injil, dan (3) mengusir setan dengan kuasa yang diberikan Yesus (Mrk 3:14-15).
Keempat, para rasul itu diutus “berdua-dua” (ay. 7a). Ada kebiasaan pada zaman itu, berita baru bisa dipercaya bila dikuatkan paling sedikit oleh dua orang saksi. Mereka diutus berdua-dua agar berita yang mereka bawa/sampaikan dapat dipercaya oleh para pendengarnya.
Kelima, mereka dibekali kuasa atas roh-roh jahat (ay. 7b). Mereka menyiapkan kedatangan Yesus ke tempat mereka diutus dengan membersihkan orang-orang itu dari kekuatan yang bisa jadi akan menentang kedatangan-Nya. Mereka juga mengajak orang-orang untuk bertobat, artinya berpandangan luas dan memerdekakan batin mereka dari kungkungan ketidakpercayaan. Para rasul juga mengurangi penderitaan orang-orang itu (ay. 12-13).
Keenam, Yesus berpesan agar mereka pergi tanpa membawa bekal makanan, uang, dan pakaian ganti (ay. 8-9). Maksudnya, mereka diminta untuk bersikap optimis dan penuh harapan karena urusannya dapat dikerjakan dalam waktu pendek. Mereka tidak perlu bermalam. Kalau mereka tidak diterima, mereka sebaiknya segera meninggalkan tempat itu, dan pergi ke tempat lain yang lebih mau menerima mereka (ay. 10-11a).
Ketujuh, dengan melakukan apa yang dipesan oleh Yesus (lihat catatan keenam di atas) kedua belas murid diminta oleh Yesus untuk memusatkan perhatian pada pengutusan mereka. Yang mereka bawa bagi orang yang mereka datangi bukanlah diri dan kelengkapan mereka sendiri, melainkan kuasa yang mereka terima dari Guru mereka untuk menjauhkan “roh-roh jahat”, yakni kekuatan yang merendahkan manusia dalam arti apapun. Bagi para murid yang menjadi utusan, yang harus menjadi perhatian pokok mereka adalah keprihatinan pada penderitaan yang diderita oleh orang-orang yang mereka jumpai dan upaya perbaikan (ay. 13).
Kedelapan, Yesus juga berpesan agar mereka tinggal di tempat yang menerima mereka “sampai kamu berangkat dari tempat itu” (ay. 10). Maksudnya, mereka hanya perlu bertamu seperlunya dan menjelaskan apa yang bisa mereka peroleh nanti dari Yesus sendiri bila Ia datang ke tempat mereka. Setelah orang-orang di situ paham, para utusan akan kembali menemui Yesus dan menceritakan kepada-Nya mengenai orang-orang yang telah mereka temui (Mrk 6:30).
Kesembilan, Yesus juga meminta para murid untuk “mengebaskan debu dari kaki mereka sebagai peringatan” bila ada tempat yang tidak menerima mereka (ay. 11). Maksudnya, para utusan yang ditolak tidak usah merasa perlu melaporkan bahwa pernah datang ke tempat tadi. Tidak ada bukti dan petunjuk bahwa mereka pernah ada di sana, karena debu saja tidak ada di kaki mereka! Anggap saja penolakan tidak pernah terjadi. Tidak usah diingat, apalagi ditunjukkan bahwa para utusan pernah ke situ. Dengan demikian, masih ada kesempatan lain bagi tempat itu. Boleh jadi dalam keadaan lain sikap mereka berubah. Tempat itu tidak usah dicoret dari daftar tempat yang bakal menerima Yesus sendiri.
Kesepuluh, para pembaca pertama Injil Markus ini tidak lagi bertemu dengan para rasul yang diutus oleh Yesus. Para rasul sudah meninggal. Hanya para penerus merekalah, yang dikenal oleh para pembaca Injil ini. Para pembaca ini bukan utusan Yesus, melainkan orang-orang yang “didatangi oleh para rasul”. Mereka memang sudah percaya, namun masih perlu “bertobat.” Sebagai orang yang percaya juga masih tetap mengharapkan macam-macam perbaikan dalam masyarakat. Tekanan “roh jahat dan penyakit” masih dirasakan kuat dan orang butuh bantuan dari atas untuk melepaskan diri dari pengaruh yang tidak dapat diatasi sendiri.
Merenungkan Injil ini, sebagai orang yang sudah percaya kepada Yesus, kita diundang untuk berpengharapan dalam menghadapi berbagai macam persoalan hidup pribadi dan hidup bangsa kita, yang masih dihimpit oleh berbagai macam persoalan.
Berpengharapan berbeda dengan bersikap optimis. Sikap optimis mengandalkan pada usaha dan kekuatan kita sendiri. Bila kesulitan tidak dapat kita atasi, sikap optimis berubah menjadi pesimis, dan bahkan putus asa.
Berpengharapan selalu mengkombinasikan upaya dan kekuatan manusia dengan campur tangan Allah. Bila segala upaya kita menemui jalan buntu, dengan harapan itu, kita tidak akan pernah putus asa, karena tahu bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Allah akan turun tangan dan dengan “cara-Nya sendiri” akan membantu kita. Semoga Allah memperkuat harapan kita.
Teriring salam dan doa.
Penulis: Romo Ignatius Loyola Madya Utama, SJ, dosen Seminari Tinggi Santo Petrus, Sinaksak—Pematang Siantar, dan pendiri Gerakan Solidaritas untuk Anak-anak Miskin
Editor: Ageng Yudhapratama

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.