Oleh Susy Haryawan, bukan siapa-siapa.
Katolikana.com—Kardinal Ignasius Suharyo dalam sebuah tayangan media mengatakan bahwa Gereja Katolik Indonesia menolak tawaran pengelolaan tambang. Tawaran yang menggiurkan bagi sebagian pihak itu dengan sangat tegas dan lugas ditolak.
Pemerintah mengatakan bahwa pengelolaan tambang oleh ormas agama, akan sangat membantu menyejahterakan umat beragama di Indonesia. Melalui ormas agama, diharapkan keberadaan umat beragama bisa lebih sejahtera.
Keinginan pemerintah tersebut ternyata tidak disambut dengan antusias oleh Gereja Katolik, yang diwakili oleh Mgr Suharyo.
Ia mengatakan bahwa Gereja dan ormas Katolik tidak kompeten dalam mengelola tambang. Tambahnya, bahwa banyak konflik kepentingan dalam mengelola tambang, dan jelas kurang sesuai dengan tugas Gereja Katolik dan ormas yang ada di dalam naungan Gereja Katolik.
Pihak-pihak dalam Gereja Katolik boleh saja jika mau menerima tawaran tersebut, namun harus melepaskan atribut Katoliknya. Para profesional bisa saja beragama Katolik dan memang mampu ya boleh, namun harus melepaskan embel-embel Katoliknya. Tentu bukan harus murtad, tidak usah menggunakan agama dalam mengolah tambang.
Lebih mengejutkan ternyata Gereja Katolik meminta hal yang lebih gede. Wartawan yang melakukan wawancara menanggapi, apakah permintaan itu berupa kemudahan dalam perizinan pendirian rumah ibadat?
Kardinal mengatakan, bukan. Jauh lebih gede. Bayangkan, jika izin pendirian Gereja saja kecil, konsesi tambang kecil. Lalu apa coba?
Ternyata, pemerintah diminta hadir bagi warganya. Sikap inklusif Gereja Katolik terbaca dengan jelas. Apa yang Gereja Katolik kehendaki jauh lebih mendasar, gede, dan itu adalah hakiki. Bagaimana pemerintah ada untuk negara, di dalamnya warga negara secara keseluruhan.
Jika pemerintah hadir, pengelolaan tambang oleh pemerintah dengan profesional, tentu seluruh warganya akan sejahtera. Tidak perlu melalui ormas keagamaan. Malah aneh dan lucu sebenarnya, jika meminta ormas keagamaan mengolah tambang, sama sekali tidak paham dan bukan bidangnya.
Pemerintah hadir, berarti tertib hukum bersama ada. Perizinan pendirian rumah ibadah tidak akan sulit, berbelit, dan bahkan tidak keluar, atau sudah ada izinnya bisa dibatalkan oleh sebagian pihak yang memang maunya rusuh.
Tawaran konsesi tambang bagi Gereja Katolik tidak cukup. Ada yang jauh lebih penting dan mendasar, yaitu kehadiran pemerintah.
Lihat saja, bagaimana selama ini pemerintah selama ini tidak ada di dalam peristiwa yang menimpa kelompok minoritas. Hukum seolah malah melindungi pihak gede yang menindas kelompok kecil. Mereka, pemerintah selalu diam. Mau tingkat pusat sampai terbawah sama saja.
Hadir itu penting. Kata Paus Fransiskus dalam refleksi kunjungan ke Asia-Oceania, mengatakan, dekat. Identik dengan hadir. Jika berjarak, sama juga tidak ada, tidak hadir bagi warganya. Apakah akan tersu demikian, pemerintah yang tidak ada untuk masyarakatnya? (*)
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.