Stop Bullying, 156 Siswa/Siswi SMP Deli Murni Suka Maju Teken Deklarasi

Anak korban bullying bisa mengalami dampak yang dahsyat. Sementara anak pelaku bullying juga dapat mengalami gangguan sosial-emosional dan terancam hukuman pidana.

0 143

Katolikana.com, Deli Serdang — Sebanyak 156 siswa/siswi beserta 14 orang guru dan pegawai SMP Swasta Deli Murni Suka Maju, Deli Serdang, telah meneken “Deklarasi Sekolah Pelopor Stop Bullying Menuju Sekolah Berkarakter”. Deklarasi itu ditandatangani pada hari Jumat (4/10/2024), bertempat di halaman sekolah tersebut,.

Penandatanganan deklarasi tersebut merupakan puncak dari acara seminar dan motivasi bertopik “Stop Bullying dan Pola Asuh Anak” yang dihelat oleh SMP Swasta Deli Murni Suka Maju. Seminar dibawakan oleh dosen psikologi dari Universitas Sari Mutiara Indonesia, Medan, Barita Esman Dabukke, S.Pd. M.Psi.

Sebelum penandatanganan deklarasi, Barita terlebih dahulu memancing kesungguhan siswa/siswi untuk menjadi para pelopor anti-bullying. “Pendidikan akan selalu berakhir pada karakter. Maka, jika anak-anak siswa-siswi SMP Swasta Deli Murni Suka Maju mau berkomitmen ‘Stop Bullying’, apakah anak-anak kami bersedia untuk menjadi pelopor ‘Stop Bullying’,” tanya Barita kepada ratusan siswa/siswi yang hadir.

Pertanyaan itu pun segera dijawab serentak oleh ratusan siswa/siswi dengan jawaban tegas, “Bersedia!” Lantas secara bergantian, siswa/siswi SMP Swasta Deli Murni Suka Maju menandatangani spanduk “Stop Bullying” yang telah disiapkan oleh panitia.

Dalam sambutan singkatnya sesudah penandatanganan deklarasi, Kepala SMP Swasta Deli Murni Suka Maju, Oktarianus Ginting S.Pd. menyampaikan harapannya agar siswa/siswi bisa mewujudkan sekolah yang memiliki karakter unggul.

“Semoga dengan kegiatan kita ini, mimpinya bisa terwujud dan semangat komitmen kita. Maka mulai saat ini, kita wujudkan sekolah kita yang berkarakter,” ujar Oktarianus yang disambut dengan tepuk tangan seluruh siswa/siswi.

 

Perilaku Bullying

Perundungan atau bullying merupakan tindakan yang sehari-hari sering terjadi di sekolah dan lingkungan tempat tinggal anak-anak. Aksi perundungan ini sangat merugikan anak-anak yang menjadi korban dan dapat mempengaruhi kondisi psikisnya. Bahkan dalam beberapa kasus, perundungan bisa berakibat hingga memakan korban jiwa

“Segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan secara sengaja oleh satu orang atau kelompok yang lebih atau berkuasa terhadap orang lain, itu arti dari kata bullying,” kata Barita saat mulai mengawali seminarnya

Barita kemudian menjelaskan ada beberapa faktor penyebab terjadinya perilaku bullying di sekolah. Antara lain adalah faktor kepribadian, komunikasi interpersonal anak dengan orang tuanya (pola asuh), peran kelompok teman sebaya, dan iklim pergaulan di sekolah.

Ia pun melanjutkan, umumnya ada dua jenis tindak bullying yang kerap dihadapi anak-anak saat ini, yakni bullying secara fisik dan verbal.

Pada bullying secara fisik, pelaku melakukan tindakan perundungan secara fisik terhadap korban. Seperti menendang, memukul, melukai, menampar, mendorong dengan kasar, mengigit, mencubit, mencakar, dan tindakan lainnya yang sejenis. Adapun pada bullying verbal, pelaku merundung korban menggunakan lisan atau kata-kata. Contohnya: mencaci-maki, menghina, memfitnah, mengejek/mengolok-olok, memarahi dengan kasar dan mengancam.

Dampak tindak bullying bagi korban sesungguhnya sangat dahsyat. Mengutip Anderson, Barita mengungkapkan anak yang menjadi korban bullying bisa mengalami gangguan mental, seperti depresi, kecemasan, dan rendah diri. Korban juga bisa mengalami gangguan tidur, penurunan prestasi, serta timbul keinginan menyakiti diri sendiri.

Maka jika ada anak yang diduga mengalami bullying, Barita menyarankan untuk secara perlahan-lahan meminta anak bercerita dan mencari tahu apa penyebabnya. “Jangan memaksakan anak bercerita atau menyalahkannya,” sebutnya.

Di sisi lain, Barita pun mengatakan menjadi pelaku bullying juga bisa menyebabkan anak mengalami gangguan perkembangan sosial-emosional. Seperti memiliki sikap arogan, pemarah, dan suka melanggar aturan.

Ditambah lagi, ada ancaman hukuman pidana yang bisa menjerat anak-anak yang menjadi pelaku bullying. Contohnya, bullying secara psikis diatur dalam KUHP Pasal 335 tentang pengancaman, dengan ancaman maksimal 9 bulan pidana penjara. Adapun bullying secara fisik diatur dalam KUHP Pasal 351 tentang penganiayaan, dengan ancaman maksimal 2 tahun 8 bulan pidana penjara.

 

Solusi Siswa “HEBAT”

Untuk mengatasi bahaya bullying, Barita mengusulkan suatu solusi konkret, yakni dengan mengajak siswa/siswi SMP Swasta Deli Murni Suka Maju untuk menjadi siswa yang “HEBAT”. HEBAT sendiri merupakan akronim dari lima poin solusi yang ditawarkan oleh Barita.

“H” memiliki makna “hormat”. “Siswa yang hebat pasti hormat kepada Tuhan, orang tua, guru, dan teman,” demikian Barita saat mulai menjelaskan arti dari solusinya.

“E” berarti “empati”. Ia menyebut siswa yang hebat pasti bisa berempati merasakan perasaan temannya, memiliki sifat tenggang rasa, dan suka menolong.

Lalu, “B” artinya “bijaksana”. Barita menilai siswa yang hebat pasti berlaku bijaksana memilih kata-kata yang pantas mereka ucapkan, tindakan yang terpuji, penggunaan waktu, termasuk bijak bermedia sosial.

Kemudian, “A” merupakan awalan kata “antusias”. Bagi Barita, siswa yang hebat akan senantiasa antusias dalam berdoa, belajar dan berkarya.

Terakhir, “T” adalah singkatan dari “toleran”. “Siswa yang hebat pasti bersikap toleran terhadap perbedaan agama, suku, kepribadian, dan kepintaran,” pungkasnya. (*)

 

Editor: Ageng Yudhapratama

Kontributor Katolikana, tinggal di Paroki St. Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat Medan, Keuskupan Agung Medan.

Leave A Reply

Your email address will not be published.