
Oleh Yanuarius Falentinus Dowa
Katolikana.com—Kenosis Yesus Kristus merupakan tindakan pengosongan diri yang menggambarkan kasih Allah yang luar biasa bagi manusia. Dalam teologi Kristen, kenosis dipahami sebagai bentuk solidaritas Allah yang rela menderita demi keselamatan manusia.
Perdebatan mengenai tindakan kenosis Kristus terus menjadi diskursus penting dalam kehidupan umat Katolik, sebab melalui pengosongan diri-Nya, Kristus menghadirkan keselamatan yang sempurna bagi dunia.
Kenosis dalam PL dan PB
Dalam Perjanjian Lama, kerendahan hati sebagai bentuk pengosongan diri telah diajarkan melalui berbagai kisah dan nubuat. Salah satu contohnya adalah Kidung Hamba Yahweh yang Menderita dalam kitab Yesaya (Yes 42:1-9; 49:4-9; 52:13-53:12).
Sosok “hamba” dalam teks ini merujuk kepada Yesus Kristus sebagai penggenapan nubuat tersebut. Sikap kerendahan hati dan kesetiaan hamba Yahweh menjadi gambaran konkret tentang bagaimana manusia dituntun untuk hidup dalam kerendahan hati, mengikuti teladan Kristus.
Dalam Perjanjian Baru, kenosis diwujudkan dalam kehidupan, penderitaan, dan wafat Kristus. Yesus Kristus menyebut diri-Nya sebagai hamba dan menjalani pengosongan diri secara total, hingga wafat di kayu salib.
Misi utama Kristus adalah menebus dan menyelamatkan manusia, yang mengharuskan-Nya untuk turun ke dalam sejarah manusia dan mengalami penderitaan. Pengorbanan Kristus dalam peristiwa jalan salib menjadi simbol utama dari kenosis yang membawa penebusan.
Rasul Paulus juga mengembangkan gagasan ini dalam beberapa suratnya, terutama dalam Filipi 2:5-11, 2 Korintus 8:9, Roma 8:3, dan Galatia 4:4-5. Surat Filipi 2:5-11 secara khusus menjadi teks sentral yang menggambarkan pengosongan diri Yesus yang didasarkan pada kasih dan kehendak bebas.

Filipi 2:5-11: Pusat Teologi Kenosis
Paulus dalam suratnya kepada jemaat Filipi menggunakan pujian atau Carmen Christi (Himne Kristus) yang menegaskan bahwa Yesus, meskipun dalam rupa Allah, tidak mempertahankan status-Nya sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, melainkan justru mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba.
Beberapa hal penting dalam teks ini:
- Latar Belakang Surat kepada Jemaat Filipi
Paulus menulis surat ini untuk menasihati jemaat Filipi agar hidup dalam kesatuan dan kerendahan hati, menghindari egoisme, serta mengikuti teladan Kristus yang mengosongkan diri demi keselamatan dunia. - Makna Teologis Kenosis
Kenosis bukan berarti Yesus kehilangan keilahian-Nya, melainkan tindakan kasih yang menunjukkan bagaimana Ia rela menanggalkan kemuliaan-Nya untuk menjadi manusia. Peristiwa inkarnasi menjadi bukti nyata pengosongan diri-Nya, bukan dengan melepaskan sifat ilahi, tetapi dengan mengambil posisi sebagai hamba yang taat. - Bahasa Yunani “Ekenosen” dalam Filipi 2:7
Kata “ekenosen” (ἐκένωσεν) yang berarti “mengosongkan diri” tidak merujuk pada pelepasan kodrat ilahi-Nya, tetapi pada tindakan sukarela Yesus yang merendahkan diri, bukan untuk kehilangan sifat Allah-Nya, tetapi untuk menunjukkan bahwa kasih sejati adalah memberi diri bagi orang lain. - Yesus dalam Rupa Allah dan Kesetaraan dengan Allah
Frasa “rupa Allah” menekankan bahwa sebelum menjadi manusia, Yesus telah ada dalam kesetaraan dengan Allah. Namun, Ia rela mengesampingkan hak-Nya demi menjalankan rencana keselamatan. Ia memilih menjadi hamba, menanggung penderitaan, dan wafat di kayu salib demi manusia.
Teologi Kenosis
Hans Urs von Balthasar, seorang teolog Katolik asal Swiss, menafsirkan kenosis sebagai bentuk kasih Allah yang sempurna. Baginya, kenosis adalah ekspresi tertinggi dari cinta Allah kepada manusia. Yesus, sebagai Putra Allah, secara bebas memilih untuk masuk ke dalam kemiskinan dan pengorbanan total demi umat manusia.
Menurut Balthasar, salib adalah manifestasi puncak kenosis Kristus. Melalui pengorbanan-Nya, kasih Allah dinyatakan secara nyata. Tanpa didasari oleh cinta kasih, kenosis akan berakhir dalam keterpaksaan dan pemusnahan diri. Oleh karena itu, Balthasar menegaskan bahwa kenosis harus dipahami sebagai perwujudan kasih yang tak bersyarat dan ketaatan mutlak pada kehendak Bapa.
Kasih Allah kepada manusia tidak bersifat abstrak atau teoretis, tetapi nyata dalam pengorbanan Putra-Nya. 1 Yohanes 4:9-10 menegaskan bahwa kasih Allah dinyatakan dalam pengutusan Yesus Kristus sebagai pendamaian bagi dosa-dosa manusia. Kasih ini tidak hanya ditunjukkan melalui kata-kata, tetapi melalui pengorbanan total di kayu salib.
Dalam teks ini, Yohanes menyoroti konsep kasih agape, yaitu kasih yang tidak mementingkan diri sendiri dan penuh pengorbanan. Kasih seperti ini menjadi teladan bagi semua orang untuk hidup dalam sikap kenosis, melepaskan egoisme, dan mengutamakan kebaikan sesama.
Lambang Kasih Sejati
Kenosis Yesus Kristus adalah manifestasi kasih terbesar yang diberikan Allah bagi manusia. Pengosongan diri-Nya bukan hanya sekadar bentuk solidaritas, tetapi juga menjadi cara Allah menyelamatkan dunia.
Melalui kenosis, Yesus mengajarkan bahwa kasih sejati adalah pengorbanan diri bagi orang lain. Sebagai umat beriman, kita diajak untuk meneladan Yesus dalam kehidupan sehari-hari:
- Mengosongkan diri dari egoisme dan kesombongan
- Menjalani hidup dengan kerendahan hati dan kasih kepada sesama
- Mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
- Menjalani panggilan iman dengan ketaatan kepada kehendak Allah
Kenosis bukan hanya tindakan historis yang terjadi 2000 tahun lalu, tetapi juga panggilan bagi setiap orang untuk menjalani kehidupan dengan penuh kasih dan kerendahan hati. Sebab, hanya dengan demikian kita dapat mengalami keindahan kasih Allah yang sejati, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Yesus Kristus melalui pengosongan diri-Nya di kayu salib. (*)
Penulis: Yanuarius Falentinus Dowa, Mahasiswa Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.
Terimakasih infonya,..🙏