Oleh Fr. Nikolaus Molan Teluma, CSsR
Katolikana.com—Pengalaman pengabdian sosial di Roemah Difabel (4 Juli – 30 Juli 2024) menjadi perjalanan yang sangat berharga bagi saya.
Program ini bukan hanya tugas akademik dari Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, tetapi lebih dari itu, saya mendapatkan pembelajaran mendalam tentang pelayanan, keberanian, dan nilai-nilai kemanusiaan dari sahabat-sahabat difabel.
Sebelum keberangkatan, saya dan teman-teman melakukan perencanaan program kerja agar sesuai dengan kebutuhan komunitas di Roemah Difabel. Kami berdiskusi intensif, menyusun proposal kerja, dan mendapatkan arahan dari Romo Yohanes Subali, Pr selaku pembimbing.
Awalnya, saya merasa cemas dan ragu. Namun, setelah mendengar pengalaman kakak tingkat yang sebelumnya mengabdi di tempat yang sama, kecemasan saya berangsur hilang dan berubah menjadi antusiasme.
Mengenal Roemah Difabel
Roemah Difabel adalah komunitas yang didirikan pada 14 April 2014 oleh Ibu Benedicta Noviana Dibyantari Restuwati. Tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai rumah perlindungan, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan sahabat-sahabat difabel melalui pendidikan, pelatihan kerja, dan pembinaan karakter.
Saat ini, komunitas ini menampung 31 anggota dengan berbagai kondisi disabilitas. Dengan program yang beragam, mereka diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dan meraih kemandirian. Melihat semangat dan usaha komunitas ini, saya merasa semakin terinspirasi untuk ikut berkontribusi dalam pengabdian saya.
Fokus Pengabdian
Selama tiga minggu pengabdian, saya dan rekan-rekan fokus pada tiga bidang utama:
- Pendidikan
- Mengajarkan berhitung, membaca, dan etika dasar kepada sahabat difabel.
- Menggunakan metode belajar interaktif untuk membantu pemahaman mereka.
- Memberikan bimbingan personal agar mereka lebih percaya diri dalam belajar.
- Spiritualitas
- Mengajarkan sahabat Katolik dan Kristen tentang sikap beribadah dan pengajaran iman.
- Mendukung sahabat dari agama lain dalam mendalami keyakinan mereka melalui pendampingan khusus.
- Pelatihan Kemandirian
- Melatih mereka dalam pekerjaan rumah tangga seperti membersihkan lingkungan.
- Membantu mereka mengembangkan keterampilan sehari-hari agar lebih mandiri.
Menjadi Redemptoris di Tengah Sahabat Difabel
Sebagai seorang calon imam Redemptoris, pengalaman ini memperdalam pemahaman saya tentang pelayanan bagi kaum miskin dan terlantar. Saya belajar bahwa kemiskinan bukan hanya soal materi, tetapi juga kurangnya akses terhadap pendidikan, spiritualitas, dan dukungan sosial.
Salah satu pengalaman yang paling berkesan bagi saya adalah ketika mendengar kisah seorang sahabat difabel pengguna kursi roda. Dahulu, ia adalah orang non-difabel, namun mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh. Awalnya, ia menutup diri selama dua tahun karena merasa putus asa. Namun, ia bangkit dan kini memiliki usaha bengkel otomotif dengan empat karyawan.
Kisah ini mengajarkan saya bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berkarya. Saya melihat ketekunan, keberanian, dan semangat hidupnya sebagai bukti bahwa Tuhan bekerja melalui setiap pribadi dengan cara-Nya sendiri.
Refleksi dan Pembelajaran
Pengabdian sosial ini bukan sekadar program wajib, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang memperkaya pemahaman saya tentang pelayanan dan kasih. Dari sahabat-sahabat difabel, saya belajar tentang:
- Ketabahan dan kegigihan dalam menghadapi keterbatasan.
- Pentingnya rasa syukur dalam segala kondisi hidup.
- Makna pelayanan sejati, bukan hanya memberi, tetapi juga menerima.
Saya juga semakin memahami konsep Imago Dei—bahwa setiap manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27). Martabat manusia tidak ditentukan oleh kondisi fisik, tetapi oleh hakikatnya sebagai anak-anak Tuhan. Mereka bukan objek belas kasihan, tetapi saudara seiman yang dipanggil untuk bertumbuh dalam kasih.
Lebih dari itu, saya belajar tentang makna kenosis—pengosongan diri seperti yang diajarkan Kristus (Filipi 2:7). Dalam pelayanan ini, saya diajak untuk meninggalkan ego dan kenyamanan pribadi demi hadir secara penuh bagi orang lain. Pelayanan bukan hanya soal membantu secara fisik, tetapi juga hadir dengan tulus, mendengarkan dengan empati, dan mencintai tanpa syarat.
Menghidupi Kasih Kristus dalam Pelayanan
Pengabdian sosial di Roemah Difabel telah membuka mata dan hati saya terhadap realitas kehidupan yang sering kali terabaikan. Saya semakin memahami bahwa kasih tidak hanya diajarkan, tetapi harus dihidupi.
Melalui interaksi dan kebersamaan dengan sahabat-sahabat difabel, saya semakin mengerti pentingnya pelayanan dan cinta kasih yang sejati. Saya bersyukur atas kesempatan ini dan berharap semangat pelayanan ini terus saya bawa dalam perjalanan hidup dan panggilan saya ke depan.
“Apa yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk-Ku.” (Matius 25:40) (*)
Penulis: Fr. Nikolaus Molan Teluma, CSsR, mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.