Relevansi Ensiklik Rerum Novarum bagi Kaum Buruh Indonesia

Refleksi Sosial atas Ketidakadilan yang Terjadi Hari Ini

0 24
Gebrile Mikael Mareska Udu

Oleh Gebrile Mikael Mareska Udu

Katolikana.com—Hingga hari ini, persoalan buruh tetap menjadi isu yang aktual dan mendesak. Dalam dinamika dunia kerja yang makin kompleks, ketimpangan perlakuan terhadap buruh justru semakin menajam.

Di Indonesia, berbagai kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, sistem kerja eksploitatif, jam kerja tidak manusiawi, dan upah yang tidak layak menjadi bukti nyata bahwa kaum buruh belum benar-benar dilindungi secara menyeluruh.

Contoh yang mencolok adalah kasus PHK massal oleh PT Sritex yang melibatkan lebih dari 10.000 buruh. Ironisnya, setelah diberhentikan, para buruh tidak mendapatkan hak pesangon atau THR yang layak.

Di tempat lain, perusahaan Aice disorot karena kebijakan shift malamnya menyebabkan banyak pekerja perempuan mengalami keguguran, bahkan ada yang meninggal dunia.

Kasus-kasus ini menegaskan bahwa perlindungan buruh masih lemah dan menempatkan mereka dalam situasi rentan yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan martabat manusia.

Rerum Novarum: Warisan Gereja bagi Dunia Kerja
Dalam konteks ini, Gereja Katolik telah lama mengambil sikap tegas membela hak dan martabat kaum buruh. Hal ini ditandai secara historis dengan terbitnya ensiklik Rerum Novarum oleh Paus Leo XIII pada 15 Mei 1891.

Dokumen ini menandai dimulainya ajaran sosial Gereja secara sistematis dan lahir sebagai respons terhadap situasi buruh pasca-Revolusi Industri di Eropa.

Dalam ensiklik tersebut, Paus Leo XIII mengungkapkan keprihatinannya terhadap eksploitasi kaum pekerja dan menyerukan penghormatan atas martabat mereka. Gereja tidak tinggal diam melihat buruh diperlakukan semata sebagai alat produksi.

Sebaliknya, Rerum Novarum menekankan bahwa buruh adalah pribadi bermartabat yang patut dihormati dan diperlakukan secara adil.

Upah Adil sebagai Pilar Keadilan Sosial
Salah satu pesan utama dari Rerum Novarum adalah tentang pentingnya keadilan dalam hal upah.

Paus Leo XIII menegaskan bahwa majikan memiliki kewajiban moral untuk memberikan upah yang adil dan layak. Buruh bekerja bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk membangun kehidupan yang bermartabat.

Dalam konteks Indonesia, prinsip ini sangat relevan. Ketika buruh dipaksa bekerja di luar batas kemanusiaan tanpa kompensasi yang memadai, di situlah prinsip keadilan dalam relasi kerja dilanggar.

Gereja melalui Rerum Novarum menyerukan agar buruh mendapatkan haknya tanpa intimidasi, pemerasan, atau ketidakpastian hukum.

Peran Negara: Menjadi Pelindung Bukan Penonton
Rerum Novarum juga menegaskan peran sentral negara dalam menciptakan kondisi kerja yang adil.

Negara tidak bisa lepas tangan, melainkan harus hadir sebagai pihak yang menjamin perlindungan hukum, menjembatani kepentingan pekerja dan pengusaha, serta menyusun regulasi yang berpihak pada kesejahteraan bersama.

Dalam kasus PHK massal seperti yang terjadi di PT Sritex, ketidakhadiran negara dalam menjamin hak buruh menjadi catatan serius.

Negara seharusnya memiliki mekanisme tanggap yang tidak hanya mengatur soal upah minimum, tetapi juga menjamin kompensasi, jaminan sosial, dan pembukaan lapangan kerja yang manusiawi.

Lebih dari itu, negara juga wajib menciptakan sistem pelatihan dan pengembangan kompetensi bagi buruh. Ini sejalan dengan visi Rerum Novarum bahwa pekerjaan bukan sekadar beban, tetapi wahana partisipasi sosial dan pengembangan diri.

Kedudukan Buruh dalam Terang Iman Kristiani
Ensiklik ini menegaskan bahwa buruh bukanlah kelas rendahan dalam struktur sosial. Dalam terang iman, pekerjaan buruh memiliki nilai spiritual.

Kerja menjadi bagian dari panggilan manusia untuk ambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Oleh karena itu, perlakuan terhadap buruh harus berdasarkan cinta kasih, bukan logika untung-rugi semata.

Rerum Novarum mengajak masyarakat luas untuk melihat kembali relasi industrial dengan kacamata moral dan spiritual. Relasi antara buruh dan majikan harus dibangun atas dasar saling menghormati, bukan subordinasi. Setiap orang, tanpa kecuali, berhak atas martabat dan kesempatan yang sama untuk hidup layak.

Membangun Dunia Kerja yang Lebih Adil
Lebih dari seabad sejak diterbitkan, Rerum Novarum tetap menjadi referensi penting dalam membela hak kaum buruh.

Ensiklik ini adalah suara profetis Gereja yang terus bergema, mengajak setiap orang—baik negara, pemilik modal, maupun masyarakat sipil—untuk berpihak pada yang lemah dan tertindas.

Di tengah arus kapitalisme dan industrialisasi yang masih sering abai terhadap martabat manusia, ajaran Rerum Novarum memberikan fondasi moral yang kokoh.

Ia mengingatkan kita bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh dijalankan dengan mengorbankan kaum buruh, tetapi justru dimulai dari penghormatan atas hak-hak mereka.

Bagi Indonesia hari ini, spirit Rerum Novarum adalah napas segar untuk menghidupkan kembali keadilan sosial dalam dunia kerja. Ia menjadi pengingat bahwa buruh bukan beban, melainkan mitra pembangunan.

Ketika kaum buruh dihargai, dimanusiakan, dan diberi ruang untuk hidup layak, maka sesungguhnya kita sedang membangun peradaban yang lebih manusiawi dan bermartabat. (*)

Penulis: Gebrile Mikael Mareska Udu, Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.

Leave A Reply

Your email address will not be published.