Komdik KAM Latih Pembina Asrama Tanggap Kasus Kekerasan Seksual Anak

Kesadaran akan pentingnya perlindungan anak di lingkungan pendidikan dan pastoral terus ditingkatkan.

0 68

Pematangsiantar, Katolikana.com—Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Medan (Komdik KAM) menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Konseling Tingkat Lanjut pada Senin–Rabu, (26–28/05/2025), bertempat di Catholic Center – Pusat Pembinaan Umat (CC-PPU), Karangsari, Pematangsiantar.

Diklat kali ini mengangkat tema kritis: “Keterampilan Konseling Kasus Kekerasan Seksual pada Anak di Asrama.”

Sebanyak 23 peserta—terdiri dari rohaniwan, rohaniwati, dan awam dari berbagai yayasan pendidikan Katolik—mengikuti kegiatan ini dengan penuh antusias.

Menurut RP. Mikael Manurung, OFMCap., Ketua Komdik KAM sementara, tema yang diangkat bukan sekadar isu teknis, tetapi menyentuh dimensi moral, pastoral, dan kemanusiaan.

“Kasus kekerasan seksual bukan lagi hal yang jauh dari kita. Bisa jadi itu terjadi di dalam asrama kita sendiri—who knows? Karena itu kita perlu bekal keterampilan yang konkret,” ujarnya saat membuka acara.

Fokus pada Konseling Berbasis Trauma

Diklat ini menghadirkan dua narasumber dari Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yaitu Juster Donal Sinaga, M.Pd. dan Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si.

Selama enam sesi intensif, para peserta dilatih untuk mengenali, menangani, serta mencegah kekerasan seksual terhadap anak, terutama di lingkungan asrama Katolik.

Materi pertama membahas “Dampak Psikologis Kekerasan Seksual pada Anak dan Remaja.” Para peserta diajak memahami dampak jangka pendek maupun jangka panjang yang dialami korban, mulai dari trauma, kecemasan, hingga hilangnya kepercayaan diri.

Sesi berikutnya, “Asesmen Identifikasi Korban dan Pelaku Kekerasan Seksual,” memperkenalkan pendekatan profesional dalam mengenali ciri-ciri korban maupun pelaku dengan tetap menjaga sensitivitas dan etika.

Pelatihan dilanjutkan dengan materi “Psychological First Aid (PFA)”, yaitu pemberian pertolongan pertama psikologis yang krusial sebelum intervensi profesional dilakukan.

Sesi utama diklat ini mengusung Trauma-Focused Cognitive Behavioral Therapy (TF-CBT)—sebuah pendekatan konseling berbasis trauma yang telah terbukti efektif dalam menangani korban kekerasan seksual secara berkelanjutan.

Sayangnya, materi terakhir “Pengembangan Program Psikoedukasi Pencegahan Kekerasan Seksual di Asrama” tidak sempat dibahas secara lengkap karena keterbatasan waktu. Padahal, materi ini sangat penting untuk membekali peserta merancang program preventif dan edukatif yang mampu menciptakan budaya perlindungan anak di lingkungan asrama.

Kesadaran Baru dalam Pendampingan

Sr. M. Lydia Pinem, FSE, salah satu peserta diklat, menyampaikan bahwa pelatihan ini membuka cakrawala baru dalam pelayanan mereka.

“Selama ini kami mendampingi anak-anak dengan pendekatan yang lebih tradisional. Tapi kini kami menyadari bahwa itu tidak cukup. Anak-anak perlu didengarkan, dibantu dengan pendekatan konseling yang benar,” ujarnya.

Seluruh rangkaian pelatihan ini dipandu oleh Fernando Hadi Sumarta Tamba, sekretaris CC-PPU PS. Ia memastikan kegiatan berjalan dengan baik dan tertib selama tiga hari pelaksanaan.

Di tengah meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak, pelatihan seperti ini menjadi sangat penting. Para pembina asrama tidak hanya dibekali pengetahuan, tetapi juga dibentuk untuk menjadi pribadi yang peka, empatik, dan profesional dalam menghadapi krisis yang melibatkan masa depan anak-anak.

“Yang dibutuhkan sekarang bukan hanya niat baik, tapi keterampilan yang tepat dan hati yang siap hadir untuk mendampingi,” pungkas Juster Donal Sinaga, salah satu narasumber. (*)

Kontributor: Juster Donal Sinaga, Konselor, tinggal di Yogyakarta

Leave A Reply

Your email address will not be published.