
Labuan Bajo, Katolikana.com — Labuan Bajo, yang selama ini dikenal sebagai gerbang menuju Taman Nasional Komodo, tengah menapaki babak baru: menjadi pusat wisata religi internasional.
Upaya ini tak hanya dibangun di atas potensi alamnya yang menakjubkan, tetapi juga kekayaan sejarah, budaya, dan spiritualitas Katolik yang mengakar kuat di Pulau Flores.
Festival Golo Koe
Festival Golo Koe, yang kini masuk Top 10 Karisma Event Nusantara (KEN) 2025, menjadi simbol transformasi tersebut.
Perayaan tahunan ini digelar oleh Keuskupan Ruteng pada 10-15 Agustus setiap tahun untuk menghormati Hari Raya Maria Diangkat ke Surga.
Festival ini menampilkan misa meriah, prosesi religius, parade budaya, pertunjukan seni, dan pameran UMKM yang melibatkan berbagai agama dan suku.
Golo Koe menjadi contoh nyata wisata lintas iman yang memperkuat persatuan sosial sekaligus mendorong geliat ekonomi kreatif lokal.
Selain itu, Labuan Bajo juga menjadi titik awal dari rute ziarah Katolik yang kini sedang dipetakan oleh pemerintah dan Keuskupan Ruteng.

Warisan Budaya dan Keagamaan
Festival Golo Koe adalah perayaan yang bertujuan untuk menjaga dan mempromosikan warisan budaya masyarakat setempat, khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan dan tradisi agama Katolik yang telah berakar di wilayah ini.
Golo Koe sendiri merupakan nama dari bukit yang menjadi lokasi salah satu gereja tertua di Labuan Bajo, yang juga menjadi pusat dari festival ini.
Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk pejabat pemerintah, pelaku pariwisata, serta masyarakat lokal dan wisatawan.
Pemerintah pusat melalui Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sangat mendukung festival ini. Hal ini menegaskan dukungan pemerintah terhadap pengembangan pariwisata berbasis budaya sangat besar khususnya dikawasan Indonesia Timur.
12 Titik Ziaran Religi Katolik
Terdapat 12 titik ziarah religi Katolik, termasuk Gereja Tua Rekas, Gua Maria Golo Koe dan Gereja Roh Kudus Labuan Bajo, yang menarik perhatian peziarah lokal maupun mancanegara.
Travel Pattern Ziarah Religi Katolik Pulau Flores yang sedang disusun akan mempermudah akses dan pengalaman spiritual bagi para peziarah, menempatkan Flores sebagai rumah iman dan budaya.
Menurut data Catholic News Agency, lebih dari 3 juta dari total 8 juta umat Katolik di Indonesia tinggal di Nusa Tenggara Timur (NTT), mayoritas di Flores. Tak heran jika Flores disebut sebagai “Pulau Misionaris.”
Tradisi religius seperti Semana Santa di Larantuka, yang telah berlangsung selama 500 tahun, serta perayaan lokal seperti Bale Nagi dan Festival Golo Koe, menjadikan Flores sebagai surga bagi wisata rohani yang berpadu dengan pesona budaya.
Semangat Kebersamaan
Festival Golo Koe tidak hanya tentang perayaan agama, tetapi juga tentang bagaimana tradisi dan modernitas bisa berjalan beriringan.
Dalam festival ini, berbagai kegiatan diadakan, mulai dari misa dan prosesi keagamaan hingga pertunjukan seni tradisional, seperti tarian Caci yang merupakan tarian perang khas Manggarai.
Tarian ini bukan hanya sebuah hiburan, tetapi juga simbol keberanian dan kekuatan, yang menggambarkan semangat masyarakat Manggarai.
Selain itu, ada juga pameran kuliner yang menampilkan berbagai hidangan khas Manggarai, memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk mencicipi cita rasa lokal yang otentik.
Kegiatan lain termasuk lomba perahu hias, yang menambah keceriaan festival dan menarik minat wisatawan untuk lebih mengenal budaya lokal.

Dampak Positif Terhadap Pariwisata
Festival ini juga menjadi momen penting untuk mempromosikan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata yang tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga kekayaan budaya.
Dengan diadakannya Festival Golo Koe, diharapkan kunjungan wisatawan domestik dan internasional ke Labuan Bajo akan meningkat, terutama mereka yang tertarik pada wisata religi dan budaya.
Sebagai destinasi yang terus berkembang, Labuan Bajo menawarkan pengalaman yang lebih dari sekadar wisata alam. Festival Golo Koe adalah contoh nyata bagaimana budaya dan tradisi dapat menjadi daya tarik utama yang memperkaya pengalaman wisatawan dan mendorong pengembangan pariwisata berkelanjutan di kawasan
Acara-acara dalam Festival Golo Koe tidak hanya melestarikan budaya lokal, tetapi juga mempromosikan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata yang kaya akan warisan budaya.

Pariwisata Berbasis Nilai
Labuan Bajo dan Flores kini menjadi teladan nyata dalam pengembangan pariwisata berbasis nilai. Kekuatan utama kawasan ini terletak pada harmonisasi yang mendalam antara iman Katolik dan budaya lokal yang telah menyatu selama ratusan tahun.
Inkulturasi tersebut tidak hanya menciptakan identitas religius yang unik, tetapi juga menawarkan pengalaman ziarah yang otentik dan membumi bagi para peziarah dari berbagai latar belakang.
Maka dari itu, pengembangan pariwisata di Flores harus dilakukan secara menyeluruh—tidak sekadar membangun infrastruktur fisik, tetapi juga merawat nilai-nilai spiritual dan kebudayaan yang menjadi ruh dari destinasi ini.
Tantangan
Namun, tantangan tak bisa diabaikan. Infrastruktur pendukung seperti akomodasi, transportasi, dan fasilitas umum masih perlu ditingkatkan. Promosi destinasi religi pun harus dilakukan secara lebih masif dan kreatif agar menjangkau wisatawan internasional.
Sinergi lintas sektor, mulai dari pemerintah, Gereja, pelaku usaha pariwisata, hingga masyarakat lokal menjadi kunci kesuksesan.
Dengan semangat “100% Katolik, 100% Indonesia”, Labuan Bajo dan Flores bukan hanya menawarkan keindahan lanskap atau kekayaan sejarah, tetapi juga menjadi panggung perjumpaan spiritual yang inklusif, damai, dan transformatif.
Flores, dengan segala kekhasan Katolik dan budayanya, siap membuka pintu ziarah dunia dari timur Indonesia. (*)

Penulis adalah kontributor Katolikana.com di Labuan Bajo.