Aku Tetap Hidup, Karena Tuhan yang Memelihara
Kunci Hidup Sejati: Syukur, Relasi, Harapan, Iman

0 6

Katolikana.com – Pertanyaan sederhana ini sesungguhnya menyentuh inti keberadaan manusia: bagaimana agar kita tetap hidup?

Hampir semua orang tentu ingin hidup panjang umur, sehat, dan sejahtera. Tetapi sering kali, pemahaman kita tentang hidup terbatas pada aspek fisik: jantung yang masih berdetak, paru-paru yang terus bekerja, atau tubuh yang masih mampu beraktivitas.

Namun, apakah itu sudah cukup?

Tidak sedikit orang yang tubuhnya sehat, tetapi jiwanya kering. Ada yang memiliki harta melimpah, namun batinnya kosong. Ada yang populer dan dikagumi, namun hatinya sunyi. Di sinilah kita diajak melihat bahwa hidup sejati bukan sekadar ada, melainkan sungguh menghidupi.

Sabda Yesus: Belajar dari Burung di Langit

Yesus memberikan pengajaran yang sederhana, namun sarat makna:

“Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?”

(Mat 6:26)

Burung-burung tidak diliputi kegelisahan berlebihan, tidak sibuk menimbun makanan atau mengkhawatirkan hari esok. Namun, mereka tetap hidup karena Allah yang setia memelihara.

Sabda Yesus ini bukan ajakan untuk berpangku tangan. Bekerja, belajar, dan berusaha tetap penting. Tetapi Yesus mengingatkan agar semua usaha itu dilandasi iman, bukan dikuasai kecemasan.

Sebab, kecemasan berlebihan justru merampas sukacita, melemahkan batin, dan membutakan kita pada kebaikan Allah.

Iman, sebaliknya, memberi ruang bagi kelegaan. Iman membebaskan kita untuk tetap berjuang, sambil percaya bahwa Allah menyertai.

Tiga Langkah Agar Tetap Hidup

1. Hidup dalam Syukur

Syukur adalah kunci pertama. Bersyukur menjaga hati dari keluhan yang menggerogoti jiwa. Orang yang tahu bersyukur melihat setiap hari sebagai anugerah. Bahkan dalam penderitaan, ia masih mampu menemukan alasan untuk berkata: “Tuhan, terima kasih.”

Syukur juga membuat kita lebih ringan menjalani hidup. Kita tidak terjebak pada apa yang tidak kita punya, tetapi mampu menikmati apa yang ada. Dengan syukur, hati tetap hangat, meski situasi hidup tidak selalu mudah.

2. Hidup dalam Relasi Kasih

Hidup tidak pernah bisa dijalani sendirian. Kita sungguh hidup ketika kita hadir bagi orang lain—keluarga, sahabat, tetangga, bahkan orang asing yang membutuhkan uluran tangan.

Kasih yang kita berikan tidak pernah sia-sia. Ia akan kembali dengan cara yang berlipat ganda. Hati yang mau memberi akan selalu kaya. Hidup yang sejati adalah hidup yang berguna bagi orang lain, hidup yang menyisakan jejak kasih dalam diri sesama.

3. Hidup dalam Harapan

Harapan adalah tenaga yang membuat manusia mampu bertahan di tengah luka kehidupan. Tanpa harapan, hidup kehilangan arah.

Harapan bukan sekadar keinginan kosong, melainkan keyakinan bahwa Allah tetap menyertai, bahkan di balik situasi yang paling gelap sekalipun.

Dengan harapan, kita berani melangkah, meski jalan panjang dan berliku. Seperti burung yang berani terbang tinggi melawan angin, kita pun dipanggil untuk terus bergerak, yakin bahwa Tuhan menopang langkah kita.

Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Refleksi di atas bisa terasa indah, tetapi tantangannya adalah bagaimana mewujudkannya dalam keseharian. Beberapa langkah praktis dapat kita coba:

  • Di keluarga: mulai hari dengan doa syukur sederhana, ucapkan terima kasih kepada anggota keluarga, dan hadir dengan kasih dalam percakapan sehari-hari.
  • Di pekerjaan: jalani tugas dengan penuh tanggung jawab tanpa dikuasai kekhawatiran berlebihan, dan jangan lupa memberi semangat kepada rekan kerja yang sedang lelah.
  • Di pelayanan dan masyarakat: luangkan waktu untuk menolong mereka yang membutuhkan, meski dengan hal-hal kecil—seperti menyapa, mendengarkan, atau memberikan dukungan moral.
  • Dalam diri sendiri: belajar melepaskan kecemasan dengan mempercayakan masa depan pada Tuhan, menjaga keseimbangan antara bekerja keras dan beristirahat dalam doa.

Langkah-langkah sederhana ini, jika dijalani dengan setia, akan membuat kita bukan hanya bertahan hidup, melainkan sungguh menghidupi hidup.

Berakar dalam Tuhan: Sumber Kehidupan Sejati

Ketiga langkah di atas akan bermuara pada satu hal: hidup kita hanya sungguh berarti bila berakar dalam Tuhan. Dialah sumber kehidupan sejati.

Tanpa Tuhan, hidup hanyalah seperti mengejar bayangan. Kita mungkin berlari, berusaha, bahkan berprestasi, tetapi akhirnya akan merasa kosong. Sebaliknya, bersama Tuhan, hidup menemukan makna. Dalam doa, firman, dan sakramen, kita memperoleh kekuatan untuk bangkit, meski jatuh berulang kali.

Hidup sejati bukan soal panjang umur, tetapi soal seberapa dalam kita menjalani hari-hari bersama Tuhan. Bukan soal seberapa banyak kita miliki, tetapi seberapa teguh kita percaya.

Hidup yang Bermakna

Maka, agar tetap hidup, kita perlu bersyukur setiap hari, mengasihi tanpa henti, berharap dengan teguh, dan berakar dalam Tuhan.

Allah yang memberi makan burung di udara adalah Allah yang sama yang memelihara kita. Kita tidak pernah ditinggalkan.

Hidup sejati adalah hidup yang dipenuhi makna, dijalani dengan iman, dan ditopang kasih Allah. Dengan demikian, kita dapat berkata dengan penuh damai:

“Aku tetap hidup, karena Tuhan yang memelihara.” (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.